Kemudian di Stasiun Kebayoran, PPKA shift malam tidak menyampaikan secara detail kepada PPKA shift pagi perihal pemindahan lokasi persilangan KA 225 dari awalnya di Stasiun Sudimara menjadi di Stasiun Kebayoran.Â
Hal ini menyebabkan PPKA yang baru saja bertugas di shift pagi akhirnya mengambil keputusan untuk memberangkatkan KA 220 yang seharusnya menunggu KA 225 untuk masuk Stasiun Kebayoran terlebih dahulu.
Keputusan memberangkatkan KA 220 dari Stasiun Kebayoran tersebut memang sudah sesuai Gapeka yang berlaku, namun buruknya komunikasi PPKA Stasiun Sudimara juga perlu disoroti.Â
PPKA Stasiun Sudimara seharusnya menolak permintaan keberangkatan KA 220 tersebut dan menjelaskan bahwa pihaknya telah meminta izin kepada PPKA Stasiun Kebayoran sebelumnya dan menerbitkan PTP untuk memindahkan lokasi persilangan kereta api.
PPKA Stasiun Sudimara, pasca menerima laporan bahwa PPKA Stasiun Kebayoran, sudah menjalankan KA 220 juga melakukan prosedur yang salah yaitu melakukan kegiatan langsir tanpa rencana tertulis di laporan harian masinis dan tidak membacakan rencana langsiran kepada masinis.Â
Akibatnya, masinis KA 225 yakin untuk memberangkatkan kereta api karena masinis KA 225 juga sudah mengantongi PTP untuk melakukan persilangan KA 225 dengan KA 220 di Stasiun Kebayoran meskipun tidak memastikan kembali isyarat yang diberikan petugas.
Kemudian, jika dilihat dari sisi masinis KA 225 yang bertugas juga terdapat kesalahan yaitu dirinya tidak memastikan kembali isyarat yang diberikan petugas.Â
Penumpang yang saat itu juga naik hingga badan lokomotif juga memperparah buruknya komunikasi antara petugas stasiun dengan petugas di lokomotif. Meskipun demikian, masinis KA 225 tidak dapat sepenuhnya disalahkan karena dirinya juga sudah mengantongi izin PTP.
Dari kejadian ini, baik pemerintah sebagai regulator dan Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai operator perkeretaapian belajar banyak hal dan berusaha untuk menghindari kecelakaan serupa terjadi di kemudian hari.Â
Pemerintah yang sekaligus sebagai pemilik jalur KA berusaha mengurangi persilangan antar kereta api di stasiun dengan membangun jalur ganda.
Kemudian, dari sisi operator, mereka menetapkan berbagai peraturan baru untuk mengoperasikan kereta api seperti memperbaharui peraturan dinas serta melarang kapasitas kereta api yang sudah overload. Meskipun, aturan-aturan tersebut pada akhirnya baru ditegakkan secara tegas di era kepemimpinan Ignasius Jonan (2009-2014) hingga saat ini.