Identitas regional ini diperkuat dengan pembentukan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) pada tahun 1967, yang telah menjadi platform utama untuk kerja sama regional.
Emmers (2018) menekankan peran sentral ASEAN dalam membentuk dinamika politik dan ekonomi di wilayah tersebut. Meskipun Asia Tenggara memiliki keragaman budaya, politik, dan ekonomi yang signifikan, wilayah ini telah mengembangkan sense of regionness yang kuat (Weatherbee, 2019).Â
Sentralitas ASEAN tercermin dalam prinsip-prinsip, seperti non-intervensi, konsensus, dan centralitas ASEAN dalam arsitektur regional yang lebih luas.
Implikasi dan tantangan
Perbedaan antara ketiga konsep ini memiliki implikasi signifikan bagi kebijakan luar negeri dan strategi negara-negara di kawasan. He (2018) berpendapat bahwa perbedaan dalam penggunaan istilah-istilah ini mencerminkan persaingan untuk mendefinisikan tatanan regional.Â
Sementara itu, AS dan sekutunya mempromosikan visi Indo-Pasifik, Cina cenderung menggunakan istilah Asia-Pasifik, yang dianggap kurang mengancam kepentingannya.
Dalam konteks ekonomi, Panda (2017) menunjukkan bahwa sementara APEC mencerminkan visi Asia-Pasifik tentang integrasi ekonomi trans-Pasifik, inisiatif seperti Belt and Road Initiative (BRI) Cina lebih selaras dengan konsep Indo-Pasifik, menghubungkan Asia, Afrika, dan Eropa melalui konektivitas infrastruktur.
Bagi negara-negara Asia Tenggara, tantangannya adalah untuk menavigasi antara konsep-konsep yang lebih luas ini sambil mempertahankan identitas regional mereka yang distinct. Emmers (2018) menekankan pentingnya bagi ASEAN untuk mempertahankan sentralitasnya dalam arsitektur regional yang berubah ini.
Evolusi dari Asia-Pasifik ke Indo-Pasifik, dan signifikansi berkelanjutan dari Asia Tenggara, mencerminkan kompleksitas lanskap geopolitik kontemporer. Pergeseran ini bukan hanya semantik, tetapi memiliki implikasi nyata bagi hubungan kekuasaan, aliansi strategis, dan pembangunan ekonomi di kawasan.
Sebagaimana ditekankan oleh Medcalf (2018), pemahaman kita tentang kawasan ini akan terus berevolusi seiring dengan perubahan dinamika geopolitik dan ekonomi global. Oleh karena itu, fleksibilitas dalam pemahaman dan pendekatan terhadap kawasan ini menjadi krusial bagi para pembuat kebijakan dan akademisi.
Pada akhirnya, navigasi yang sukses melalui kompleksitas ini akan memerlukan pemahaman yang nuanced tentang sejarah, budaya, dan aspirasi berbagai aktor di kawasan tersebut. Hanya dengan demikian kita dapat berharap untuk mengembangkan kerangka kerja regional yang benar-benar inklusif dan berkelanjutan untuk kerja sama dan stabilitas regional di era yang terus berubah ini.