Kemenangan Putin menegaskan bagaimana institusi politik Rusia telah dibangun sedemikian rupa untuk mempertahankan kekuasaan rejim yang berkuasa.
Sebagaimana dikemukakan oleh Kathryn Stoner (2012), rezim Putin telah berhasil membangun dan mempertahankan jaringan konstituen yang loyal melalui kontrol atas sumber daya negara dan tekanan yang selektif.
Jaringan ini meliputi elit politik, militer, bisnis, dan media yang terikat pada kepentingan rezim Putin.
Selain itu, rezim Putin juga telah melemahkan institusi-institusi yang dapat mengancam kekuasaannya, seperti partai oposisi, media independen, dan masyarakat sipil.
"Rezim Putin telah menggunakan taktik seperti pembredelan, penyensoran, dan pembatasan terhadap aktivitas organisasi masyarakat sipil untuk meminimalisir ancaman terhadap kekuasaannya" (Way dan Levitsky, 2010).
Kemenangan Putin juga dipandang sebagai hasil manipulasi lembaga-lembaga untuk keuntungan pribadi dan nasional.
Pertama, kontrol terhadap media berperan penting dalam membentuk narasi yang menguntungkan pemerintah, sebuah strategi yang dikritik tetapi efektif dalam mengamankan dukungan publik.
Pemikiran Hall dan Taylor (1996) menjelaskan bahwa lembaga-lembaga politik dan norma-norma masyarakat memainkan peran penting dalam menentukan hasil politik.Â
Kedua, sistem politik Rusia, yang kini cenderung otoriter, memperlihatkan bagaimana lembaga-lembaga dapat dikuasai untuk memperkuat kedudukan seorang pemimpin.
Putin telah berhasil menanamkan loyalisnya di posisi kunci, memastikan sedikit hingga tanpa oposisi terhadap kebijakannya baik di dalam maupun di luar negeri.
Berdasarkan exit poll dari lembaga survei Public Opinion Foundation (FOM), Putin mengantongi 87, 8 persen suara dalam pilpres tahun ini.