Jokowi memanfaatkan populisme sebagai alat pragmatis untuk meraih kekuasaan (Ambardi, 2019). Jokowi pandai membangun citra dirinya sebagai outsider yang dekat dengan rakyat jelata.Â
Ia pandai menampilkan gaya kepemimpinan sederhana dan egaliter yang kontras dengan kebanyakan politisi arus utama. Pendekatan inilah yang kemudian menjadi kunci sukses Jokowi dalam meraih dukungan suara mayoritas masyarakat menengah ke bawah dalam dua kali pemilihan presiden.Â
Jadi, populisme secara pragmatis digunakan Jokowi sebagai strategi politik untuk merebut dan mempertahankan kekuasaannya.
Sustainabilitas Populisme Jokowi
Setidaknya ada dua faktor utama yang mendorong populisme Jokowi tetap survive hingga kini:
1. Pendekatan Pragmatis
Menurut Ambardi (2019), “baik Jokowi maupun rivalnya Prabowo, sama-sama menggunakan pendekatan populis sebagai strategi pragmatis tanpa komitmen ideologis yang konsisten". Kedua tokoh ini pandai menyesuaikan diri dengan mengaplikasikan populisme secara fleksibel.
2. Dukungan Rakyat
Jokowi sukses memposisikan dirinya sebagai sosok pemimpin yang dekat dan peduli dengan rakyat. Dia berhasil merangkul dukungan mayoritas kelas bawah yang memandang Jokowi sebagai representasi harapan perbaikan nasib mereka.Â
Hingga 1 tahun terakhir kepemimpinannya, Jokowi masih mencatatkan lebih dari 75% tingkat kepuasan masyarakat. Capaian itu bahkan tidak bisa diraih oleh Presiden SBY di tahun terakhirnya.Â
Dukungan setinggi itu diharapkan Jokowi untuk bisa dikonversikan ke jumlah suara kepada calon presiden dan calon wakil presiden tertentu. Bahkan, dukungan itu diyakini berada di luar dari kelompok kritis kepada Presiden.Â