Mohon tunggu...
Lucia Indrasworo Palupi
Lucia Indrasworo Palupi Mohon Tunggu... Auditor - Karyawan Swasta Manufacturing, Time Traveller, Menuangkan isi hati dan imajinasi ke dalam tulisan

'hari ini harus lebih baik dari kemarin'

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Penantian Panjang di Batu Kerapu (2)

28 Agustus 2023   11:00 Diperbarui: 30 Agustus 2023   12:54 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
koleksi foto penulis

***

"Stop...stop...stop..." Cinta menepuk nepuk punggung Rangga agar menghentikan laju sepeda motornya, karena rumah Om Santo sudah kelewatan sedikit. Dan kebetulan Om Santo sedang duduk-duduk di teras depan rumahnya, sambil memindahkan kurungan burung koleksinya dari halaman rumah.

"Lhooo...Cinta pulangnya kok motoran ? tadi bukannya sepedaan sama mbakmu ?" Om Santo menyelidik

"Eeemmm..." Cinta baru mau memberikan penjelasan, tapi sudah dipotong Rangga "Sepedanya kempes Om..."

"Saya Rangga Om, tinggal di kampung sebelah...bermaksud mengantarkan dik Cinta karena ban sepedanya kempes. Mbaknya bareng dengan teman saya, enggak sendirian kok." Jelas Rangga ke Om Santo

"Ooo ngono to...yo wes matur nuwun nggih, anak-anak saya jadi merepotkan." jawab Om Santo sambil tersenyum ramah. 

"Sami-sami Om, saya pamit dulu...dik Cinta kalau masih mau keliling jalan-jalan saya bisa anterin besok pagi." Ujar Rangga sambil melirik ke arah Cinta yang sedang ngobrol dengan bu Lik Tari di ujung teras. Cinta hanya menganggukkan kepala.

"Terima kasih ya Mas Rangga sudah dianterin..." Ucap Cinta saat Rangga menghidupkan sepeda motornya

"Sama-sama dik Cinta." Sahut Rangga dengan mata berbinar dan senyum manisnya, kemudian meninggalkan rumah Om Santo.

Perjumpaannya dengan Rangga membuat suasana hati Cinta gak karuan. Banyak pertanyaan yang akan diutarakan tapi sungkan karena baru saja kenalan. Dia pun jadi lupa akan kekesalan hatinya. Senyum Rangga yang misterius, membekas banget di memori. Sampai tidak sabar lagi menunggu hari esok untuk memulai meng-explore daerah Karang Anyar dan sekitarnya. Secara Cinta hobby banget mengenal daerah yang belum pernah dia kunjungi.

"Cieee...cieee...ada yang kena panah asmara nih keknya ?" Suara Yani membuyarkan lamunan Cinta

"Mulai ngawuuurrrrr...." Elak Cinta sambil memukul kakak sepupunya dengan bantal guling

"Tadi mas Adji temennya mas Rangga mau ngajakin kita ke pemandian air panas, besok pagi." Bisik Yani memberikan informasi 

"Terus mbak Yani mau ? di rumah juga bisa kalau mau mandi air panas..." Sahut Cinta asal 

Gantian Yani memukul adik sepupunya dengan bantal guling "Air panas dari Sumber mata air... dodoollllll..."

"Hahahaha..." Akhirnya mereka berdua ngakak lepas, gak peduli isi rumah sudah pada tidur.

***

Harumnya bukit pinus membuat jiwa empat remaja yang sedang mendaki menjadi semangat 45. Aotu girang Cinta berlarian lincah sambil memungut bunga pinus yang berjatuhan. Merdeka sekali jiwanya hari itu. Masa bodoh dengan jadwal pengambilan nilai dan apapun urusan sekolah, putus asanya paripurna. Keputusan tidak akan pulang ke Magelang sudah bulat. Gak peduli lagi dengan urusan kelanjutan sekolahnya. 

"Mas Ranggaaaa...!!!" Rangga terkejut menoleh ke arah teriakan suara Cinta

"Astaghfirullah...jangan bergerak dik Cinta..." Sahut Rangga sambil berlari ke bawah anak tangga bukit untuk menyelamatkan Cinta yang jatuh tergelincir dan bertahan dengan memegang akar pohon beringin. Padahal dibawahnya adalah sungai deras dengan bebatuan gunung yang tajam.

"Takut mas..." Cinta mulai menangis ketakutan, membayangkan kalau akar yang dipegangnya putus.

"Tenang dik Cinta...jangan panik ya...ulurkan tangan kirinya, pegang tangan mas Rangga kuat-kuat." Rangga memberikan instruksi dengan sabar agar Cinta tidak ketakutan. Satu...dua...Huppp...tangan kanan Rangga menarik kuat tangan Cinta ke posisi aman. Cengeng juga ini anak, batin Rangga sambil mengusap pergelangan Cinta yang memar.

"Sakit ya ?" Pertanyaan Rangga yang tidak membutuhkan jawaban, karena terlihat jelas tangan mulus Cinta menjadi merah kebiruan.

Rangga terus mengurut pergelangan tangan Cinta yang agak terkilir dengan telaten di kedai minuman tempat mereka berempat istirahat. Cinta merasakan semakin nyaman dan terlindungi berada disamping Rangga. Sampai seakan gak perlu lagi perlindungan dari kakak sepupunya. Waduhhh...mulai ngelunjak kan ? hehe

***

"Cinta...bangun nduk..." Bisik Yani ke telinga kanan Cinta 

"Hhhaaahhh...jam berapa ini ?" Jawab Cinta kaget, spontan duduk dipinggir dipan kayu milik Yani

"Jam 8 lewat dikit...pules banget boboknya, emang sudah gak sakit tangannya ?" Tanya Yani

"Dikit...Eeehhh mas Rangga sudah dateng belum mbak ?" Cinta malah balik bertanya

"Makanya aku bangunin kamu karena mas mu itu sudah dateng, tuuuhhh lagi ngobrol sama bapak di teras." Jelas Yani.

"Waduuuhhh...aku belum mandi, gimana dong !" Wajah putih Cinta mendadak merah jambu tanda malu, sambil berlalu dari kakaknya menuju kamar mandi lewat pintu dapur. Agar tidak terlihat Rangga yang sudah ada di teras. Satset Cinta mandi, berbenah dan sedikit memoles wajahnya dengan cream pagi. Kemudian menemui Rangga di teras rumah Om Santo.

"Hai mas...sudah lama nunggu ya ?" Rangga menoleh kearah Cinta sambil tersenyum "Maaf, capek banget...jadi kesiangan bangun."

"Cinta sudah bangun jadi Om tinggal dulu ya...mau beli pakan burung." Om Santo memberikan waktu untuk mereka sambil berlalu.

Rangga dan Cintapun tenggelam dalam obrolannya yang mengasikkan. Kadang tertawa bareng, kadang diam, kadang hanya saling memandang, kadang cuma tersenyum tanpa kata. Dan pada akhirnya Cinta menunduk sedih, setelah mendengar kalimat berpamitan dari Rangga. Rangga harus kembali bertugas sebagai abdi negara ke pulau kecil di ujung selatan pulau Sulawesi. Secarik kertas bertuliskan sebait puisi cinta dengan alamat lengkap tempat Rangga bertugas diberikan ke Cinta sambil berucap "Semoga... apa yang aku rasakan sejak pertama kita bertemu, juga kamu rasakan. Aku jadi bersemangat untuk berangkat menunaikan tugasku, meskipun kita harus terpisahkan." Cinta semakin menunduk sedih. Rangga mengangkat tangan Cinta yang masih sakit, ditiupnya sambil berbisik "Semoga cepet sembuh ya dik Cinta..." Cinta hanya mengangguk sambil membaca puisi yang tertulis juga alamat Rangga

Rangkaian bilangan angka penuh makna

Bagi insan yang saling mencinta

Dipisahkan oleh jarak, ruang, waktu serta keadaan yang memaksa

Semoga tak merubah rasa yang ada

Tetap saling setia

Ujian cinta dua anak manusia

---Rangga---

Gemuruh dahsyat di dada Cinta, setelah membaca sebait puisi dari Rangga spontan membuat tangannya dingin dan berkeringat. Belum pernah sekalipun dia merasakan keanehan rasa didadanya seperti saat ini. Ya Tuhan...apakah ini yang dinamakan cinta ? batin Cinta mempertanyakannya kepada sang Khalik. 

"Mas Rangga pamit pulang dulu ya...harus packing untuk keberangkatan besok pagi." Ucap Rangga membuyarkan suasana hati Cinta.

"Ya mas Rangga...hati-hati dan selamat bertugas. Jangan lupa kirim kabar ya kalau sudah sampai tujuan." Jawab Cinta sambil berjalan disebelah Rangga menuju motor yang diparkir di depan rumah Om Santo. Setelah Rangga duduk diatas motornya, kembali dia menoleh ke arah Cinta sambil tersenyum dan menatap mata Cinta dengan penuh kasih. Dalam hati Rangga berjanji, tak akan kubiarkan siapapun memetik mawar merahku ini...

---BERSAMBUNG--- 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun