Mohon tunggu...
Lubna Laila
Lubna Laila Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi KPI UIN Saizu Purwokerto 2020

Demisioner Jurnalis LPM Saka, Kader PMII Rayon Dakwah komisariat Walisongo Purwokerto

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan Tuna Asmara

4 Desember 2022   02:43 Diperbarui: 4 Desember 2022   02:53 1792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Detik itu juga, dongeng-dongeng soal pangeran berkuda putih telah kehilangan makna. Aku menjadi membenci alur Cinderella dan Aurora. Aku lebih percaya pada kisah Zeus dan Hera.

Lihatlah, gadis kecil kepang dua yang di dewasakan oleh kebrengsekan realita telah dipecundangi sejak dini. Dan moment itu menjadi awal mula pertengkaran hebat dalam rumahku. Semenjak saat itu, Aku tidak punya definisi pulang selamanya, sekaligus kehilangan daya percaya pada siapa saja. Terutama  kepada pria. 

***

Senja berjuta warna bergelanyutan di angkasa Purwokerto Utara, Aku dan Arjuna berboncangan menuju toko buku bekas guna berburu bukunya Kalis Mardiasih. Agak lain memang, sebelum on the way Vanya berkunjung ke kosanku. Ia tau, kemarin pacarnya tengah lembur semalaman bersamaku. Ia tidak marah sama sekali, barangkali karena Aku bukanlah tipikal perempuan yang mudah saja menyatakan jatuh cinta, sehingga tak dianggap sebagai zona bahaya.

Vanya menawarkan diri menemaniku untuk pergi ke Psikiater. Katanya demi kesembuhan Inner Childku yang terluka, aku menolak tawarannya. Sebab, menurutku Aku belum cukup gila untuk pergi ke sana.

Ia menyerah merayu, sampai pada akhirnya Arjuna datang menjemputku. Aku sungkan untuk pergi ke toko buku. Bagaimana tidak? Seorang pria terang-terangan di depan pacarnya menjemput perempuan lain dengan alasan takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Sekalipun Aku sering mendeklarasikan diri pada mereka bahwa Aku adalah perempuan tuna asmara, tetapi bukan berarti Aku tidak paham mengenai teori asmaraloka. Betapa Aku khatam konsep cinta dalam sudut pandang penyair ternama, mana mungkin Aku tak mengerti bahwa kecemburuan perempuan itu pasti terjadi.

Demi tidak larut dalam perdebatan, Aku memilih meng-iya-kan.

''Dian, kamu tau konsep sandal?'' Arjuna memecah keoverthingkinganku di perjalanan dengan pertanyaan.

Ia melanjutkan ''Sandal itu bentuknya kanan-kiri. Ia diletakan di tempat yang berbeda, namun ia saling mengisi di setiap langkah, sehingga bisa serasi dalam ketidak-serasian.''

Aku mengangguk, meskipun Arjuna tidak mungkin bisa melihatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun