Mohon tunggu...
Muhammad Arif
Muhammad Arif Mohon Tunggu... -

Pemuda yang sedang mengejar cita-citanya |Fokus di Fiksi | Sedang tertarik cerita misteri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mimpi Sebelum Tidurmu

29 November 2014   23:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:30 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tidak percaya hari ini, 19 Mei 2017 akan menjadi hari bersejarah dalam hidupku. Tadi malam aku tidak bisa tidur, membaca berulang-ulang mention dari teman-temanku. "Happy graduation.. semoga ilmunya bermanfaat", "Waah udah wisuda aja nih, selamat ya Say", "Nyusul juga nih akhirnya, semoga dimudahkan untuk seterusnya ya". Aku membayangkan orang istimewa dan tercinta, keluarga dan saudara datang berbondong-bondong berebut-antri mengucapkan selamat kepadaku. Berfoto dalam kesempatan langka sekali seumur hidup. Alhamdulillah aku wisuda.

Pengen segera tidur, jam menunjukan hampir tengah malam. Padahal besok harus bangun pukul 04.00 pagi, berdandan ke salon pagi-pagi. Lalu bersiap digedung pusat pukul 06.00 tet. Pada akhirnya pukul 00.30 aku terlelap tidur ayam, setengah tidur setengah bangun. Mungkin setelah itu benar-benar terlelap, lalu tiba-tiba dibangunkan. Rasanya masih pengen tidur lagi.

Awalnya ingin cepat-cepat, ayo wisuda aku bapak ibu rektor, lalu aku ingin waktu yang sudah aku percepat itu aku lambatkan. Ya Alloh plis ini mah kecepetan. Ingin rasanya hari esok datang lebih lama. Aku masih ingin menikmati hari ini lebih lama lagi. Buket bunga semakin memenuhi pelukanku, aku suruh Nahwa, sahabatku untk membantuku membawakannya. Ternyata Nahwa membawa ember, ya ampun. Semua bunga itu yang aku hitung berjumlah 27 buket. Tidak muat dimasukan. Ya sudah aku minta bantuan ayah dan bundaku.

Aku tersadar, kau belum juga kemari. Seseorang yang aku berikan ruang dihatiku. Orang yag juga telah banyak membantu dan berbagi banyak hal. Urusan penting, seperti wisuda, seharusnya sudah menjadi waktu-waktu dimana engkau telah merencanakan dan meluangkannya jauh-jauh hari. Namun sampai adzan dzuhur, ketika aku seharusnya kembali kembali ke fakultas, untuk acara seremonial fakultas, engkau juga tidak hadir. Zen, dimanakah engkau saat ini. Apakah engkau lupa, ataukah ada hal yang terjadi padamu? Kemarahanku berubah menjadi kekhawatiran. Seharusnya engkau tidak membuatku marah dan khawatir.

Engkau meletakkan buket bunga yang sangat besar dan Indah itu didepan pintu rumahku. Mawar merah dengan kertas berwarna putih gading, yang diantaranya terselip Daisy. Ya Daisy, bunga lambang cinta kita berdua. Seketika aku tahu, kalau itu bunga darimu. Ada kertas kecil diselipkan diantara bunga, "maaf aku tidak bisa hadir. Aku tidak enak badan. Happy Graduation Hobo, aku janji kita bakalan ngajak kamu nonton".

***

Hari ini adalah hari wisudamu. Sudah aku siapkan buket bunga Indah nan mahal yang akan menghiasi kamarmu. Sebuah tanda selamat dariku, untuk engkau ingat disalah satu memoar perjalanan cinta kita. Aku berdandan dengan sempurna, seperti sudah aku siapkan dalam waktu yang lama. Rencananya aku akan menemuimu dengan menutup matamu terlebih dahulu. Lalu main tebak-tebakan, siapa aku? Dari suara dan aroma parfumku engkau pasti dengan benar menebak kalau itu aku.

Pukul 07.20 ada pesan masuk dalam telephone genggamku.

"Zen, kayaknya aku enggak wisuda aja deh hari ini. Kamu kerumahku aja ya", aneh? mana mungkin Hobo tidak jadi wisuda hari ini?

"Kamu enggak usah bercanda deh Bo!, bilang aja kamu kesiangan terus minta dianterin ke gedung pusat?"

"Ya terserah kamu deh Zen, kamu kerumahku sekarang. Cepet yah"

Aku memacu mobilku dan menemui para mobol-mobil yang juga mengangkut wisudawan dan wisudawati yang terlambat. Semakin mendekati Universitas tempat diselenggarakannya wisuda, semakin macet jalan menuju kesana. Tapi aku tidak sedang kesana, aku harus menjemputmu terlebih dahulu.

15 menit kemudian dengan sedikit kebut-kebutan dijalan. Bisa dibayangkan betapa cara mengemudiku yang membahayakan pengendara lain demi secepat-cepatnya kerumahmu. Aku parkirkan mobil didepan perumahan, karena sepertinya aku tidak bisa masuk. Aku mengirimkan pesan kalau aku sudah sampai lalu menuju rumahmu, karena kemungkinan kamu membutuhkan bantuan.

Namun, rumahmu kosong.

"Berapa kali engkau akan mencoba ini Zen" terdengar suara dari belakangku. Itu suara Hobo!

"Bo? Kamu kelihatan lebih tua. Kamu siapa? kamu bukan Hobo!"

"Aku Hobo, Lindya Hodoyo Bowosuteja. Dari masa depan. Atau mungkin dari kehidupan sejarah yang lain"

"Tidak mungkin, mesin waktu itu tidak ada"

"Bukan, ini bukan mesin waktu. Tapi intinya aku hanya ingin menjelaskan satu hal kepadamu Zen. Sampai kapanpun, aku dan kamu tidak akan pernah ditakdirkan bersama. Walaupun engkau mengulang masa lalu berkali-kali. Kamu bisa mati karenanya"

Tiba-tiba hidungku mimisan. Kepalaku pusing. Bukan pusing lagi kepalaku sakit, rasanya kesadaranku mulai hilang. Lalu muncul wajah Hobo yang lebih tua tadi. Kami lebih sering cek cok dan menyakiti. Tapi kenapa ada banyak sekali kilatan-kilatan ingatan-ingatan yang berbeda? Apa yang sebenarnya terjadi.

"Zen, bangunlah. I love you Zen. Walaupun kita tidak pernah ditakdirkan bersama"

"Aku juga mencintaimu Hobo, walaupun aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi?"

***

Disebuah fasilitas, disebuah laboratorium. Perusahaan bernama Dreamwavea, perusahaan yang memberikan pengalaman bermimpi melebihi kenyataan. Aku melihat sebuah kekejian yang nyata kepada seorang atas keinginannya sendiri. Mataku berkaca-kaca, apakah semua ini tidak dapat dihentikan?

"Berapa kali Zen kembali ke masa lalu. Katakan kepadaku Pan"

"Sudah yang ke -207. Aku tidak tahu berapa kali lagi menghapus ingatannya dan mengulang prosesnya. Tetapi itu akan membuat otaknya rusak"

Aku tidak mengenal Zen. Pandawa menghubungiku, memperkenalkan dirinya, dan meminta bantuan kepadaku, untuk menolong sahabatnya.

"Apakah ada orang didunia ini, yang mencintai orang yang tidak dia kenal?"

"Mungkin kau tidak mengenalnya, tapi Zen sudah mengenalmu selama 207 kali kehidupan. Dia sudah mengenalmu selama 8280 tahun"

"Apa?! Aku tidak mengerti. Kenapa dia melakukan semua ini?"

"Profesor Zen, membuat alat ini untuk bertemu denganmu. Cinta pertamanya. Dia tidak bisa menciptakan mesin waktu, maka dia membuat sebuah alat untuk merekonstruksi masa lalu, dan membuat ingatan baru. Hanya saja ketika dia menjalani hidup bersamamu, menikah denganmu, menjalani pernikahan selama bertahun-tahun, dia tidak bahagia. Lalu dalam alam mimpi dia menciptakan mesin ini dan mengulang masa lalu selama 207 kali".

"He did It?"

"Iya"

"Lalu apa yang harus kita lakukan?"

"Kita sudah pernah berusaha memasukan sesorang kedalam fragmen squence mimpi. Tapi kami yang ada disini mengenalnya setelah dia berumur 40 tahun, saat pertama kali dia menjadi profesor. Kita butuh seseorang yang mampu meyakinkannya kalau dia bermimpi, dia harus bangun dan menerima kenyatan berapapun kali Profesor mengulang, dia hanya akan mendapatkan hasil yang sama?"

"Seharusnya walaupun 1 kali, pasti dia berhasil hidup bahagia denganku?"

"Secara teori iya benar. Tetapi kita membutuhkan subjek lain. Mimpi ini hanya milik profesor. Maka kami akan memasukanmu kedalam mimpinya lalu mempengaruhinya. Dan resikonya sangat besar. Mungkin engkau akan bangun dengan kebingungan, apapun yang terjadi didalam mimpimu tidak terjadi didunia nyata. Ini terjadi jika engkau terjebak seperti professor"

"Berarti, aku juga akan kembali ke masa lalu?"

"Tapi kami tidak akan menghapus ingatanmu"

"Dan itu masih belum pasti kan? Tidak ada yang menjamin aku kehilangan ingatan?"

"Kau tahu resikonya kan Bu Lindya, Mungkin engkau akan terjebak seperti Profesor"

***

19 Mei, 2067. Rasanya aku menipu diriku sendiri. Tapi aku dan Zen hidup bahagia sampai kami menua. Walaupun semua ini hanyalah mimpi dalam tidur yang panjang.

Aku masih ingat bagaimana kami pertama kali bertemu, aku ingat saat dia datang ke wisudaku. Aku ingat ketika dia melamarku. Menikah dan menjalani hidup bersama dengan badai-badai kehidupan yang ada. Tapi kami berdua mampu menghadapinya. Iya kami berdua. Zen, dia gagal selama 207 kali karena dia menghadapi mimpi ini sendirian. Tapi sekarang ada aku disampingnya menghadapi kehidupan palsu ini. Bertahun-tahun, dan akhirnya aku lupa bahwa kami seharusnya keluar dari ilusi ini. Kembali ke kehidupan yang sebenarnya. Mungkin kehidupan yang sama fana-nya dengan yang aku jalani sekarang.

"Hobo, aku tidak tahu kenapa aku membuat alat ini?"

"Dreamwavea, manipulator mimpi?"

"Ini tidak hanya manipulator otak. Kita berdua bisa kembali kemasa lalu, dan mengulang lagi kisah cinta kita Bo"

"Dan, ketika kita tua lagi, maka engkau akan membuatnya lagi dan kita akan mengulang lagi kisah cinta kita, lagi dan lagi selama-lamanya", Aku sudah tidak bisa membendung air mataku.

"Tepat sekali, eh? Aku baru saja de ja vu. Apa kita pernah melakukan percakapan ini?"

"Ehm, mungkin Zen. Aku selalu disini bersamamu membuat alat ini, walaupun aku cuma lihat-lihat".

"Iya, mungkin kita sudah melakukan percakapan ini berulang-ulang"

Seminggu kemudian, kami benar-benar melakukannya. Kami memulai mengulang masa lalu kami bersama. Aku meminta Zen untuk mengulang waktu dimana Aku diwisuda, ketika kami menghabiskan waktu seharian bersama-sama. Zen setuju, dia mengatur tanggal dan alat akan berjalan autopilot untuk 1 siklus 60 tahun mimpi.

"Aku sudah tidak sabar mengulang waktu itu Bo!", katanya dengan penuh semangat

Aku juga tidak sabar untuk mengakhiri semua ini.

***

Yang aku ingat, handphoneku ketinggalan dirumah dihari dimana aku diwisuda. Dengan mudah aku masuk kedalam rumah, sehabis semua keluargaku pergi mengantarkanku wisuda di universitas. Aku mengirikan pesan kepada Zen, untuk datang kerumahku yang dulu.

Setelah itu aku mengatakan semuanya, dan sepertinya ini adalah kesempatan terakhirnya untuk bangun dari mimpi buruk yang panjang ini.

Dulu aku tidak mencintainya, sekarang aku tidak ingin dia pergi. Aku harap dia bisa bangun dan menemuiku di dunia fana yang lain.

Rumah Terang (Yogyakarta)
29 November 2014

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun