Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang masih marak terjadi di Indonesia.Â
Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), sepanjang tahun 2022, terdapat 2.509.391 kasus KDRT yang dilaporkan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.473.118 kasus terjadi di dalam rumah tangga.
Maraknya kasus KDRT ini tentu menjadi suatu hal yang mengkhawatirkan. Terlebih, beberapa kasus KDRT bahkan telah menyebabkan korban jiwa, seperti yang terjadi baru-baru ini di Jakarta Selatan. Dalam kasus tersebut, seorang ayah diduga tega membunuh empat orang anaknya sendiri.
Kasus-kasus KDRT yang menyebabkan korban jiwa ini tentu menjadi bukti bahwa KDRT merupakan suatu kejahatan yang serius. Oleh karena itu, perlu adanya upaya-upaya yang lebih tegas untuk mencegah dan menghapuskan KDRT di Indonesia.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengkaji kembali regulasi terkait KDRT. Saat ini, KDRT di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).Â
Dalam UU tersebut, KDRT yang dikategorikan kekerasan fisik yang mengakibatkan luka berat diancam pidana dengan pidana penjara 10 tahun, ancaman pidana termasuk dalam pidana berat.Â
Terlebih-lebih mengakibatkan matinya korban KDRT, perbuatan pelaku dapat dikenakan pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda maksimal Rp.30 juta. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 44.
Ancaman hukuman yang relatif berat ini dinilai masih tidak cukup untuk memberikan efek jera bagi pelaku KDRT. Oleh karena itu, perlu adanya kajian kembali untuk meningkatkan ancaman hukuman bagi pelaku KDRT. Salah satu opsi yang dapat dipertimbangkan adalah dengan mengkategorikan KDRT sebagai tindak pidana berat.
Dengan mengkategorikan KDRT sebagai tindak pidana berat, maka ancaman hukuman bagi pelaku KDRT akan menjadi lebih berat, yaitu penjara maksimal 20 tahun dan/atau denda paling banyak Rp500 juta.Â
Ancaman hukuman yang lebih berat ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku KDRT dan mencegah terjadinya kasus KDRT di masa yang akan datang.
Selain mengkaji kembali regulasi terkait KDRT, upaya lain yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menghapuskan KDRT adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menghapuskan KDRT. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan sosialisasi dan edukasi, baik di tingkat masyarakat maupun di tingkat sekolah.
Kegiatan sosialisasi dan edukasi ini perlu dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang apa itu KDRT, dampak KDRT, dan cara-cara untuk mencegah KDRT. Selain itu, kegiatan sosialisasi dan edukasi ini juga perlu dilakukan untuk memberikan dukungan kepada korban KDRT.
Pemerintah juga perlu meningkatkan upaya untuk melindungi korban KDRT. Upaya ini dapat dilakukan melalui berbagai program dan layanan, seperti layanan perlindungan hukum, layanan pendampingan psikologis, dan layanan reintegrasi sosial.
Layanan perlindungan hukum ini bertujuan untuk memberikan bantuan hukum kepada korban KDRT, baik dalam proses hukum maupun dalam upaya mendapatkan hak-haknya.Â
Layanan pendampingan psikologis ini bertujuan untuk memberikan dukungan psikologis kepada korban KDRT, sehingga mereka dapat pulih dari trauma yang dialami. Sedangkan, layanan reintegrasi sosial ini bertujuan untuk membantu korban KDRT untuk kembali berintegrasi ke masyarakat.
Upaya-upaya untuk mencegah dan menghapuskan KDRT merupakan tanggung jawab bersama. Pemerintah, masyarakat, dan seluruh pihak terkait perlu bekerja sama untuk mewujudkannya.Â
Dengan kerja sama yang solid, diharapkan kasus KDRT di Indonesia dapat ditekan dan bahkan dapat dihapuskan di masa yang akan datang.
Berikut ini adalah beberapa alternatif upaya penghapusan KDRT yang dapat dipertimbangkan, selain mengkaji kembali regulasi terkait KDRT dan meningkatkan kesadaran masyarakat:
Meningkatkan peran lembaga-lembaga terkait
Lembaga-lembaga terkait yang berperan dalam penanganan kasus KDRT antara lain kepolisian, pengadilan, dan lembaga perlindungan anak. Ketiga lembaga ini perlu bekerja sama secara lebih efektif untuk menangani kasus-kasus KDRT.
Polisi memiliki peran penting dalam penanganan kasus KDRT, yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus KDRT yang dilaporkan. Polisi juga perlu memberikan perlindungan kepada korban KDRT selama proses hukum berlangsung.
Pengadilan memiliki peran dalam memutuskan perkara KDRT. Pengadilan perlu memberikan hukuman yang adil dan setimpal kepada pelaku KDRT, sehingga dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya kasus KDRT di masa yang akan datang.
Lembaga perlindungan anak memiliki peran dalam memberikan perlindungan dan pendampingan kepada korban KDRT anak. Lembaga ini juga perlu memberikan edukasi kepada anak tentang KDRT dan cara-cara untuk mencegahnya.
Untuk meningkatkan peran lembaga-lembaga terkait, perlu dilakukan beberapa hal, antara lain:
Pertama, peningkatan kapasitas dan pelatihan bagi aparat kepolisian, hakim, dan petugas lembaga perlindungan anak. Aparat kepolisian dan hakim perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang KDRT, agar dapat menangani kasus-kasus KDRT secara profesional dan efektif. Petugas lembaga perlindungan anak juga perlu memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai untuk memberikan perlindungan dan pendampingan kepada korban KDRT.
Kedua, peningkatan sarana dan prasarana yang memadai bagi lembaga-lembaga terkait. Lembaga-lembaga terkait perlu memiliki sarana dan prasarana yang memadai, agar dapat bekerja secara efektif dalam menangani kasus-kasus KDRT.
Ketiga, peningkatan anggaran bagi lembaga-lembaga terkait. Lembaga-lembaga terkait perlu mendapatkan anggaran yang memadai, agar dapat melaksanakan tugasnya secara optimal.
Meningkatkan dukungan dari pihak swasta
Pihak swasta, seperti perusahaan, organisasi non-pemerintah, dan media massa, dapat memberikan dukungan dalam penanganan kasus KDRT. Dukungan tersebut dapat berupa pendanaan, tenaga, atau program-program yang dapat membantu pencegahan dan penanganan kasus KDRT.
Perusahaan dapat memberikan dukungan dalam bentuk pendanaan untuk program-program pencegahan dan penanganan kasus KDRT. Perusahaan juga dapat memberikan pelatihan kepada karyawannya tentang KDRT dan cara-cara untuk mencegahnya.
Organisasi non-pemerintah dapat memberikan dukungan dalam bentuk tenaga, seperti pendampingan psikologis kepada korban KDRT. Organisasi non-pemerintah juga dapat memberikan program-program edukasi tentang KDRT kepada masyarakat.
Media massa dapat memberikan dukungan dalam bentuk pemberitaan yang positif dan edukatif tentang KDRT. Media massa juga dapat memberikan edukasi kepada masyarakat tentang KDRT dan cara-cara untuk mencegahnya.
Untuk meningkatkan dukungan dari pihak swasta, perlu dilakukan beberapa hal, antara lain:
- Penyuluhan dan sosialisasi kepada pihak swasta tentang pentingnya mendukung upaya pencegahan dan penanganan kasus KDRT.
- Pengembangan kerja sama yang lebih erat antara pemerintah dan pihak swasta dalam penanganan kasus KDRT.
- Pemberian insentif kepada pihak swasta yang memberikan dukungan dalam penanganan kasus KDRT.
Meningkatkan koordinasi dan kerja sama antar-lembaga dan pihak terkait
Koordinasi dan kerja sama yang baik antar-lembaga dan pihak terkait akan memudahkan dalam penanganan kasus-kasus KDRT. Lembaga-lembaga terkait perlu memiliki koordinasi dan kerja sama yang baik, agar dapat saling berbagi informasi dan data, serta bekerja secara bersama-sama dalam menangani kasus-kasus KDRT.
Koordinasi dan kerja sama antar-lembaga dan pihak terkait juga perlu melibatkan masyarakat. Masyarakat perlu didorong untuk turut serta dalam mencegah dan menangani kasus KDRT.Â
Masyarakat dapat memberikan informasi kepada pihak berwenang jika mengetahui adanya kasus KDRT. Masyarakat juga dapat memberikan dukungan kepada korban KDRT.
Untuk meningkatkan koordinasi dan kerja sama antar-lembaga dan pihak terkait, perlu dilakukan beberapa hal, antara lain:
- Penyusunan standar operasional prosedur (SOP) penanganan kasus KDRT. SOP ini akan menjadi pedoman bagi lembaga-lembaga terkait dalam menangani kasus-kasus KDRT.
- Pembentukan tim koordinasi penanganan kasus KDRT. Tim ini akan bertugas untuk mengkoordinasikan dan mengawasi penanganan kasus-kasus KDRT.
- Pengembangan kerja sama yang lebih erat antara lembaga-lembaga terkait dan masyarakat.
Upaya-upaya alternatif penghapusan KDRT yang telah disebutkan di atas perlu dilakukan secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dengan adanya upaya-upaya yang lebih tegas dan terintegrasi, diharapkan kasus KDRT di Indonesia dapat ditekan dan bahkan dapat dihapuskan di masa yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H