Mohon tunggu...
Lona Hutapea
Lona Hutapea Mohon Tunggu... Wiraswasta - Student

Lifelong learner. Memoirist.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hari Frankofoni 20 Maret - Bahasa Prancis di Mata Saya

20 Maret 2016   12:43 Diperbarui: 21 Maret 2016   06:47 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap tanggal 20 Maret, negara-negara maupun organisasi internasional yang menggunakan bahasa Prancis merayakan la journée de la francophonie atau Hari Frankofoni. Francophonie adalah kumpulan negara-negara berbahasa Prancis, sedangkan francophone berarti penutur bahasa Prancis.

[caption caption="Dok. pribadi"][/caption]Kedutaan Besar Prancis di Indonesia (Ambassade de France en Indonésie) pun setiap tahun menyelenggarakan Pekan Frankofoni pada bulan Maret. Pekan Frankofoni 2016 ditandai antara lain dengan lomba foto bertema ‘Avenir, Jeunesse’ (Masa Depan, Masa Muda) yang terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Menurut siaran pers Pusat Kebudayaan Prancis, IFI (Institut Français d’Indonésie), Pekan Frankofoni merupakan perayaan bahasa Prancis sebagai bahasa pengantar di dunia yang dipakai oleh 220 juta orang yang tersebar di lima benua. Bahasa Prancis juga menjadi bahasa resmi di berbagai organisasi internasional seperti PBB dan Uni Eropa, serta lembaga-lembaga nirlaba antara lain Palang Merah Internasional dan Amnesti Internasional. Di Asia Tenggara, bahasa Prancis diajarkan di sekolah-sekolah dasar maupun menengah, Alliance Française dan institusi Prancis lainnya.

Atase Kerjasama Linguistik Kedutaaan Besar Prancis, François Roland-Gosselin, dalam siaran pers tersebut mendorong generasi muda Indonesia untuk mempelajari salah satu bahasa dengan penutur terbanyak di dunia ini, karena akan membawa keunggulan-keunggulan di berbagai bidang, baik untuk meluaskan jejaring bisnis, mendapatkan pendidikan dan keahlian yang berkualitas, maupun meningkatkan peluang untuk melakukan mobilisasi internasional sebagai pelajar, peneliti, atau pekerja profesional.

Bahasa Prancis di Mata Saya

Saya sendiri punya ‘kisah kasih’ yang (menurut saya) cukup unik dengan le français, bahasa yang dinobatkan sebagai the world's sexiest language ini. Ungkapan ‘tak kenal maka tak sayang’ sungguh benar adanya. Dulu, seumur-umur saya selalu ‘parno’ terhadap bahasa ini karena tiap kali mendengar dialog bahasa Prancis di televisi, film, lagu, dll, alangkah ajaib bunyinya di kuping saya. Bagaimana mungkin bisa memahami kalimat-kalimat yang terdengar sengau seperti kumur-kumur begitu, demikian saya membatin. Karenanya, saya betul-betul panik dan unhappy ketika suami memberitahu bahwa kami akan tinggal di Paris (2009-2013). Sudah bahasanya keriting, orang-orangnya angkuh pula – tak mau menjawab jika ditanya dengan bahasa Inggris, menurut stereotype yang kerap saya dengar sejak kecil. Hadeuh…..

Tiba di Paris, mau tak mau saya harus belajar mengakrabkan diri dengan le français. Untunglah kami berada tepat di pusat peradaban Galia itu, jadi relatif lebih mudah membiasakan kuping di tengah percakapan yang bersliweran, dan ke mana pun pergi mata selalu terpapar kata-kata beraksen. Seperti pepatah bilang, alah bisa karena biasa. Lama kelamaan, sedikit demi sedikit akhirnya jadi terbiasa juga. Namun jangan dikira prosesnya semudah menjentikkan jari. Meski belajar langsung di negara asalnya, tetap saja banyak kerikil menghadang. Berikut sebagian kecil di antaranya.

[caption caption="Salah satu sudut Paris"]

[/caption]English vs Français

Sejak kecil kita di Indonesia sudah belajar bahasa Inggris di sekolah, jadi penguasaan bahasa Queen Elizabeth yang ibu kotanya hanya berjarak sekitar dua jam dari Paris ini (sudah seharusnya) lumayan baik, meski dulu di kota kelahiran saya nyaris di ujung timur Nusantara kami baru mempelajarinya di bangku SMP – bukan dari TK seperti sekarang. Kebetulan pula saya hobi menghafalkan lagu-lagu berbahasa Inggris bahkan sebelum mengerti artinya sama sekali, dan kadang punya kesempatan berkomunikasi dengan para bule yang berkunjung ke rumah kami karena ibu saya dulu memiliki biro perjalanan.

Ternyata kebiasaan berbahasa Inggris menjadi laksana pisau bermata dua ketika belajar bahasa Prancis – di satu sisi mempermudah tapi di sisi lain malah menambah kebingungan. Mengingat kedua bahasa itu berasal dari akar yang sama yaitu bahasa Latin, banyak kata-kata yang mirip maknanya jadi seringkali modal tebak-tebakan cukup efektif. The English is helpful in this case.

Sebaliknya, karena bertahun-tahun belajar bahasa Inggris, paling tidak ada dua poin yang malah membuat bingung karena sering tercampur aduk – orthographe (ejaan) dan grammaire (tata bahasa). Dari segi ejaan, ada beberapa kata yang nyaris sama persis penulisannya, hanya beda tipiiiss… kadang-kadang beda tipis itu justru bikin bingung, iya ngga sih?

Kata-kata berikut ini, misalnya. Ejaannya amat mirip, dan justru sering membuat kita cenderung salah atau terbalik menuliskannya.

English          Français

Passport        Passeport
Apartment     Appartement
Address        Adresse
Grammar      Grammaire

See? Cuma beda satu dua huruf doang, booo…. Kadang bikin keblinger deh, apartemen dalam bahasa Inggris pakai satu atau dua huruf p yah?

Belum lagi masalah grammar atau grammaire tadi. Ada satu aturan tata bahasa Prancis yang makan waktu cukup lama bagi saya untuk mencernanya, yaitu adjectif possessif (possessive adjective). Pasalnya, dalam bahasa Inggris kata ganti kepemilikan benda tergantung pada subjek pemilik benda, sedangkan dalam bahasa Prancis sebaliknya – si benda sebagai objek yang menentukan. To complicate matters further, setiap benda punya jenis kelamin masing-masing yang mutlak harus dihafalkan!

Ambil contoh, rumah Pak Budi. Dalam bahasa Indonesia sudah jelas akan menjadi ‘rumahnya’ tok, karena kata ganti orang ketiga tunggal hanya ada ‘nya’ – tak peduli milik Pak Budi atau Bu Wati. Di otak kita pun sejak mulai bisa ngomong, sudah terbentuk pengertian bahwa partikel ‘nya’ adalah untuk menggantikan Pak Budi. Konsep ini masih sejalan dengan bahasa Inggris – the house of Pak Budi becomes ‘his house’, because Pak Budi is a male.

Nah, ketika belajar bahasa Prancis, cara berpikir yang sudah ngelotok puluhan tahun ini kudu dirombak total, karena kata ganti ‘nya’ bukan ditentukan oleh jenis kelamin Pak Budi, tapi mengikuti jenis kelamin si rumah yang kebetulan adalah perempuan.

Kalau bahasa Inggris mengenal ‘his’ dan ‘her’, bahasa Prancis membedakan menjadi ‘son’ (untuk benda masculin) atau ‘sa’ (feminin) – ingat… bendanya lho, bukan pemiliknya! Instead of ‘his house’, dalam bahasa Prancis rumah Pak Budi menjadi ‘sa maison’ karena la maison est une femme (maison: rumah, est: adalah, une: sebuah, femme: perempuan). Sampai kapan pun takkan pernah ada ‘son’ di depan ‘maison’, siapa pun pemiliknya.

Hehe… sungguh bikin pusing kepala. Saya tak kunjung bisa menyerap konsep ini pada awalnya. Lamaaa banget baru ngeh. Mungkin saya aja yang telmi bin lemot sih… kasian deh gue! Hahaha….

Oh ya… jangan lupa, ada pengecualian dalam beberapa kasus. Jika bendanya dimulai dengan huruf vokal (voyelle), kata gantinya selalu ‘son’, apa pun jenis kelaminnya. Karena kata ‘sa’ dan benda yang diawali huruf vokal tak bisa bergandengan, maka terpaksa si ‘son’ yang mengambil alih.

Untuk kata ‘teman’, misalnya, baik laki-laki (ami) maupun perempuan (amie), keduanya menjadi ‘son ami’ dan ‘son amie’. Begitu pula untuk kata ‘hôtel’. Lho, kenapa? Karena dalam bahasa Prancis huruf ‘h’ dianggap sebagai vokal, bukan konsonan. Hehe…

[caption caption="Buku wajib pelajaran Bahasa Prancis"]

[/caption]Prononciation

Sudah menjadi rahasia umum bahwa prononciation atau pelafalan (pronunciation) dalam bahasa Prancis itu ruaarrr biasa sulit. Meminjam istilah seorang teman, ibarat ‘ditulis sendok, dibaca garpu’. Butuh waktu lama, usaha keras, dan (konon katanya) kudu banyak makan keju supaya bisa membunyikan dengan tepat nada-nada sengau dan huruf ‘r’ yang persis suara orang berkumur. Hehe…

Selain huruf ‘r’, saya juga awalnya kesulitan mengucapkan huruf ‘u’ dengan benar. Pengucapan ‘u’ versi bahasa Indonesia adalah untuk diftong ‘ou’ dalam bahasa Prancis. Sedangkan ‘u’ à la française, bibir harus dimonyongkan membentuk huruf ‘u’ tetapi sambil membunyikan huruf ‘i’. Coba deh…

Ketika belum lama tiba di Paris, pernah saya hendak membeli teh panas di sebuah restoran Mc Donald’s. Waktu meminta gula, rupanya bibir saya masih belum fasih beradaptasi atau belum cukup banyak memamah keju. Berkali-kali saya menyebut ‘sucre’, tapi sang pelayan tak kunjung mengerti. Lama baru dia ngeh, “Aaahh…. Sucre!" dengan mulut monyong khas itu. Duhhh…. Emang dari tadi dikira gue ngomong apaan sihhh? Hahaha….

Oh ya, beda-beda tipis antara pengucapan ‘an’, ‘en’, dan ‘on’, serta ‘in’ dan ‘un’ juga suka bikin frustrasi tuh… Saya disalahin melulu sama anak-anak yang memang sekolah di l’école publique alias sekolah negeri Prancis dekat rumah. Merekalah guru-guru ‘sejati’ saya yang tanpa ampun selalu mengoreksi tiap kali saya membuat kekeliruan. Hehe…

Accent

Mungkin semua sudah tahu bahwa tak hanya pengucapan, penulisan bahasa Prancis pun penuh liku. Bagaimana tidak? Ada paling tidak empat aksen (les accents) yang harus tercantum pada beberapa huruf, khususnya vokal. Ada accent aigu, grave, circonflexe, dan tréma, yang wajib dihafalkan posisinya di atas huruf-huruf tertentu pada setiap kata.

Huruf ‘e’ adalah yang paling banyak dihiasi aksen. Minimal empat aksen tadi, plus yang polos tanpa aksen (é, è, ê, ë, e). Bahkan sebuah kata yang sama pun bisa jadi berbeda aksennya, tergantung konjugasi. Misalnya kata ‘memiliki’ (to possess), kata dasarnya menggunakan accent aigu (posséder) tapi dalam bentuk orang pertama tunggal (I possess) akan berubah menjadi accent grave (je possède). Mantep yah...

Beberapa waktu lalu, sempat timbul polemik karena konon bahasa Prancis akan mengalami proses simplifikasi, salah satunya penghilangan accent circonflexe pada huruf ‘u’ dan ‘o’. Alih-alih merasa senang, orang Prancis sendiri justru protes keras karena menurut mereka simplifikasi berarti mengurangi keindahan bahasanya (baca artikel sebelumnya: Bahasa Prancis Jadi Lebih Mudah?).

Conjugaison

Conjugaison atau perubahan kata kerja (conjugation) yang harus dikuasai dalam bahasa Prancis jauh lebih banyak dari bahasa Inggris. Mari kita bandingkan konjugasi untuk kata kerja ‘pergi’.

English: to go

I, you (sg), you (pl), they go
S(he) goes

Français: aller

Je vais
Tu vas
Il, elle va
Nous allons
Vous allez
Ils, elles vont

Voilà! Rasanya sudah cukup jelas terlihat dari contoh di atas, jadi tak perlu dijelaskan lagi ya… Btw itu baru Simple Present, masih banyak yang lain.

[caption caption="Konjugasi yang bikin pening"]

[/caption]Mengapa Belajar Bahasa Prancis?

Sebelumnya mohon maaf, saya tak bermaksud menciutkan nyali teman-teman yang ingin belajar bahasa Prancis dengan ‘memamerkan’ kesulitan-kesulitannya. Saya cuma tak ingin menyembunyikan ‘kenyataan pahit’. Bukankah kata pepatah, "Manis akan terasa manis setelah mengecap yang pahit?"

Apakah menurut saya bahasa Prancis patut dipelajari, meski harus ‘berdarah-darah’ berusaha? Yup…. Sangat patut, malah. It’s really worth it. Mari tengok beberapa alasannya.

1. Bahasa pergaulan internasional

Bahasa Prancis merupakan salah satu bahasa utama di dunia, baik dari segi jumlah penutur maupun sebagai bahasa yang digunakan di dunia maya. Bahasa Prancis juga adalah bahasa resmi PBB dan organisasi internasional lainnya.

Jika (di Indonesia) bahasa Belanda wajib dikuasai oleh para ahli hukum, Prancis merupakan the language of global diplomacy. Bahasa Prancis juga penting bagi mereka yang berkecimpung di dunia mode, kuliner, pariwisata, serta kebudayaan umumnya.

2. Membuka peluang

Menguasai bahasa Prancis membuat Anda – terutama generasi muda, ‘bonus demografi’ Indonesia yang digadang-gadang sebagai ‘generasi emas’ – bisa membentangkan sayap jauh lebih lebar ke mancanegara. Jangan hanya puas bisa berbahasa Inggris. Hari giniii…. Kagak cukup!
Saat ini beragam peluang beasiswa terbuka lebar di negara-negara Eropa, termasuk Prancis. Biaya kuliahnya pun lebih bersahabat dibanding AS atau Inggris, misalnya.

3. Jembatan ke bahasa lain

Bahasa Prancis termasuk rumpun bahasa Romance languages yang memiliki akar bahasa Latin bersama Spanyol, Italia, dan Portugal. Artinya dengan menguasai bahasa Prancis akan lebih mudah untuk mempelajari bahasa serumpun lainnya. Tentu tidak otomatis bisa, tapi paling tidak tak perlu mulai dari nol besar, karena pasti banyak sekali kemiripannya.

4. Memperkaya jiwa

Charlemagne, pemimpin besar Eropa Barat zaman baheula yang sering kita dengar namanya di kelas pelajaran Sejarah pernah berkata, ‘Avoir une autre langue, c’est posséder une deuxième âme.’ - Menguasai bahasa baru laksana memiliki jiwa kedua.

Belajar bahasa apa pun memang bisa jadi sarana mengembangkan diri, memperluas wawasan dan memperkaya jiwa, karena belajar bahasa suatu bangsa berarti juga menenggelamkan diri dalam khasanah budayanya. 

Bahasa Prancis adalah bahasa yang kompleks, presisi, dan amat indah. Tanpa tujuan tertentu pun, simply mempelajarinya akan mengasah logika dan menciptakan sudut pandang baru dalam melihat dunia. Memiliki jiwa kedua, kata Charlemagne. Dan memang demikian adanya.

 

"The limits of my language means the limits of my world." - Ludwig Wittgenstein

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun