Pengemudi membanting stir mobil, mencoba menghindariku, mobilnya membelok ke samping dan menabrak lampu jalan yang langsung bengkok, lampu jalan itu jadi berkedip konsleting dan beberap kali kembang api muncurat dari bola lampu yang terlindungi oleh plastik transparan.
Sedikit pun tubuhku tidak tergores, aku berdiri sambil menoleh kearah mobil yang mulai berasap. Cat mobil yang berwarna merah hati sedikit terkelupas karena benturan keras bagian samping mobil dengan tiang listrik. Bekas ban akibat rem yang tiba-tiba, menciptakan bentuk garis melengkung hingga berakhir di bagian belakang mobil tadi.
Aku berlai mendekati mobil, meloncat lewat kaca depan yang pecah. Seorang perempuan tunduk di depan stir mobil, sabuk pengaman cukup berhasil menahan tubuhnya untuk terpental, namun karena benturan yang cukup keras, tetap saja perempuan sekaligus pengemudi mobil tadi tak lagi bergerak.
“Apa dia mati?,” tanyaku pada diriku sendiri, lalu aku meloncat ke sampingnya dan mengintip dari celah sempit tangannya yang masih memegang stir mobil. Aku bisa merasakan hembusan napasnya, tapi hembusan itu tidak terlalu kuat, malah lemah dari apa yang pernah dijumpaiku selama ini.
Aku melengak ke langit menunggu Maut datang untuk menjemput pengendara mobil tadi, namun cukup lama aku menunggu maut tidak juga kunjung datang. Seorang pengendara mobil yang ingin melintas menyadari kecelakaan itu menepi dan langsung menghubuni polisi. Tak lama kemudian polisi dan ambulance datang. Pengendara perempuan itu masih belum sadarkan diri, saat para petugas medis mengangkatnya ke dalam mobil ambulance aku ikut masuk kesana, bersembunyi di bawah bangku petugas.
Sesampai di rumah sakit perempuan tadi dibawa ke ruang oprasi, aku tak tahu apa yang terjadi di ruang itu karena aku tak bisa masuk ke sana, aku bersembunyi di balik tempat sampah, menunggu apa yang terjadi. Sebenarnya aku menunggu Maut datang, tapi hingga oprasi selesai dan perempuan tadi di pindahkan ke ruangan lain Maut tidak juga muncul.
Dua hari berlalu perempuan tadi belum juga sadarkan diri, dan aku kasihan padanya ketika tak satu orang pun datang menjenguknya. Saat polisi berbincang dengan salah satu petugas medis aku mendengarkan dengan seksama. Tidak ada yang tahu siapa dia, identitasnya juga tidak ada dan mobil yang digunakannya adalah mobil curian.
Tengah malam suasana benar-benar sunyi, suara mesin elektrokardiogram menghitung detak jantung perempuan tadi, menenggelamkan suara jam dinding yang terpajang di samping jendela. Aku meringkuk di bawah tempat tidur mencoba untuk memejamkan mata, sempat beberapa kali aku tertidur namun terjaga kembali.
Aku keluar dari bawah tempat tidur meloncat ke bangku samping tempat tidur, awalnya aku hanya ingin memastikan bahwa perempuan tadi baik-baik saja, namun aku sedikit terkejut karena melihat maut sudah berdiri di seberangku memandang perempuan tadi dengan wajah yang murung.
“Apa kau akan menjemputnya?.” Tanyaku dengan suara pelan.
Maut menoleh kearahku lalu menggelengkan kepalanya.