“Eh, L! Tunggu dulu! Dia mulai mengecat lagi!”
Lantas saya kembali duduk. Warna putih mulai terlihat di langit, dan langsung membaur dengan warna ungu yang sudah memenuhi langit. Warna langit sedikit lebih muda dari sebelumnya.
“Rupanya dia tidak salah mengecat, L. Dia hanya menunggu warna biru dan merah membaur dengan sempurna karena ingin memudakan hasil dari kedua warna itu.”
Saya mengangguk.
Warna putih muncul sedikit lagi.
Sedikit lagi.
Sedikit lagi.
Dia terus membubuhkan sedikit warna putih hingga warna langit berhenti di satu warna.
Warna langit persis ungu pastel.
Warna langit persis C8A2C8. Warna yang sudah menahun saya kenal, yang saya jelmakan sebagai harapan, yang pernah saya lipat rapi dan simpan di dalam ransel, yang pernah dihujani paku ketika saya berusaha keras terbang tinggi, tapi tidak pernah sobek.
Waktu terkesiap dan terkurung dalam warna langit. Beberapa saat kemudian waktu berhasil keluar dari kurungannya. Saya tidak berhasil, saya terkurung persis di C8A2C8.