Mohon tunggu...
Livia Halim
Livia Halim Mohon Tunggu... Penulis - Surrealist

Surrealism Fiction | Nominator Kompasiana Awards 2016 Kategori Best in Fiction | surrealiv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

[Fikber] Monolog

24 November 2015   10:49 Diperbarui: 24 November 2015   23:22 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ceritakan saja padaku, dok. Lelah sekali menontonnya. Kepalaku berputar-putar,” ucapku lemah.

“Baiklah. Selanjutnya, Ran membunuh Nina dan Rhein membunuh Ran. Dan entah mengapa dunia khayalmu yang sebelumnya sangat realistis tiba-tiba bergeser menjadi sedikit surealis. Tapi saya tidak memiliki masalah dengan itu. Intinya, kamu tahu apa artinya?” kulihat senyum kecil tersinggung di bibir dokter Jalal.

“Apa?”

“Kamu telah menghilangkan tiga pribadimu, yaitu Alexa, Nina dan Ran. Itu bagus, Anna!”

Butuh beberapa detik bagiku untuk mencerna kata-kata dokter Jalal. “Tiga pribadiku hilang. Itu artinya, kepribadianku semakin berkurang. Benar kan, dok?”

“Iya, Anna. Kamu benar-benar menunjukkan progres yang baik. Pelan-pelan melalui terapi, kita akan menghilangkan pribadi-pribadimu yang lainnya. Mungkin butuh waktu yang lama. Tapi kita harus sama-sama percaya kita bisa,”ujar dokter Jalal sambil tersenyum. “Dan yang paling membuat saya senang,” lanjutnya, “kamu berhasil menghilangkan Ran, pribadi paling sadis dan licik dari semua pribadimu, saya sebelumnya hampir yakin Ran tidak akan pernah bisa dihilangkan, karena karakternya begitu jahat dan juga kuat. Jadi, saya ucapkan selamat untuk itu.”

Aku tersenyum. Aku senang sekaligus masih risau, mengingat banyaknya pribadi-pribadi yang belum musnah dari diriku. Kuharap secepatnya pribadi-pribadi itu hilang dari diri ini.

***

 

Aku sedang bersantai di kamarku ketika aku ingat aku harus mengingat nama laki-laki itu, laki-laki berwajah hangat itu. Namun tidak satu nama pun muncul di benakku. Tampaknya dalam benakku telah terlalu banyak berisi nama-nama pribadiku sendiri. Apakah laki-laki itu adalah kekasihku? Ataukah ia hanya seseorang yang menolongku dengan sukarela karena rasa iba? Ah, entahlah. Namun aku yakin, suatu saat aku akan mengingat namanya. Bagaimana mungkin aku mau selamanya melupakan nama seseorang yang begitu peduli pada diriku?

Krekk…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun