Mohon tunggu...
Fact Checker UI
Fact Checker UI Mohon Tunggu... Mahasiswa - UKM Fact Checker Universitas Indonesia

Fact Checker Universitas Indonesia adalah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang bergerak di bidang literasi digital dan periksa fakta. UKM ini telah berdiri sejak tahun 2020 dan memiliki tujuan sebagai forum untuk mahasiswa melakukan kegiatan periksa fakta, mengedukasi publik, dan mengurangi penyebaran hoaks di masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Analisis Dampak, Persebaran, dan Rekomendasi Penanganan Hoaks Covid-19

25 Agustus 2021   08:30 Diperbarui: 25 Agustus 2021   08:58 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar: Diagram Persebaran Hoaks tahun 2020 & 2021. Sumber: Hasil Rekap Periksa Fakta Fact Checker UI.

Apa Sajakah Dampak Hoaks Covid di Masyarakat?

Hoaks dapat mengakibatkan munculnya kekhawatiran dan kepanikan di tengah masyarakat. Hal ini dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Hal ini disebabkan karena pikiran yang berlebihan atau overthinking sehingga menimbulkan kecemasan pada hal yang belum diketahui kebenarannya. 

Dampak jangka panjang hoaks adalah dapat mengakibatkan semakin 'terbiasanya'  masyarakat terhadap hoaks sehingga masyarakat menjadi malas mengecek kebenaran suatu berita. Hal ini dapat menyebabkan semakin tidak terkendalinya penyebaran hoaks. 

Fatalnya, peredaran berita hoaks mengenai virus Covid-19 telah mengakibatkan korban nyawa. Misalnya pada kasus mengenai informasi yang tidak benar mengenai salah satu obat penangkal Covid-19 yang membuat masyarakat justru merasa aman dengan adanya obat tersebut. Hal ini menyebabkan masyarakat mengabaikan anjuran protokol kesehatan sehingga menimbulkan korban jiwa.

Platform Persebaran Hoaks tahun 2020-2021

gambar: Diagram Persebaran Hoaks tahun 2020 & 2021. Sumber: Hasil Rekap Periksa Fakta Fact Checker UI.
gambar: Diagram Persebaran Hoaks tahun 2020 & 2021. Sumber: Hasil Rekap Periksa Fakta Fact Checker UI.

Berdasarkan hasil rekap tahunan yang dilakukan oleh Divisi Penelitian dan Pengembangan Fact Checker UI pada tahun 2020-2021, hoaks seputar covid-19 banyak diperoleh dari empat platform sosial media yaitu Facebook, WhatsApp, Twitter dan Instagram. 

Pada tahun 2020, Facebook menghasilkan hoaks Covid-19 sebanyak 24 hoaks, WhatsApp 11 hoaks, Twitter 3 hoaks, dan terakhir Instagram sebanyak 1 buah hoaks. 

Sedangkan untuk tahun 2021 periode Januari-Juli, Fact Checker UI berhasil menjaring hoaks covid-19 untuk Facebook sebanyak 26 hoaks, WhatsApp sebanyak 23 hoaks dan terakhir pada Twitter sebanyak 8 hoaks.

Peringkat 1: Facebook

  • Facebook menjadi tempat hoaks terbanyak beredar karena eksistensinya yang telah lama ada di tengah masyarakat dengan rentang usia beragam.

  • Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh dailysocial.id, disebutkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang masih belum bisa mencerna informasi dengan baik dan benar.

  • Di sisi lain, masyarakat kerap kali memiliki keinginan yang besar untuk membagikan sebuah informasi yang dianggapnya penting. Hal ini menyebabkan masyarakat mudah menyebarkan informasi tanpa berpikir panjang.

  • Mengutip dari  tirto.id, hal ini disebabkan karena banyaknya pengguna Facebook, yakni lebih dari 2,2 miliar. Tentunya hal ini menyebabkan informasi dapat dengan cepat menyebar ke banyak orang.

  • Namun, Facebook tidak tinggal diam. Perusahaan Facebook berusaha mengubah algoritma untuk membendung hoaks, menyediakan fitur larangan memasang konten yang bersifat negatif dan sensitif, menyediakan fitur pelaporan berita, dan sebagainya. 

  • Pemerintah juga berperan dalam mencegah penyebaran hoaks dengan menciptakan UU ITE.

Peringkat 2: Whatsapp

  • Dalam menyebarkan konten, WhatsApp lebih tertutup dan menjaga privasi penggunanya. Komunikasi pada WhatsApp dapat berupa komunikasi privat antar dua pengguna, grup kecil yang tertutup dan seringkali homogen, atau grup besar yang penggunanya sebagian besar memiliki tingkat literasi yang rendah.

  • Komunikasi yang bersifat personal dan tertutup ini menjadi kelemahan karena akan mempersulit intervensi dari pengguna lain untuk memberitahu bahwa konten tersebut adalah hoaks.

  • Dalam rantai persebaran "jarkom" dan "forward-an" WhatsApp, persebaran bisa dengan cepat menjadi runyam, karena sangat sulit untuk melacak sumber dari konten hoaks di WhatsApp.

  • Salah satu upaya yang dilakukan WhatsApp adalah dengan adanya fitur pesan yang di-forward. Meskipun tampak sederhana, fitur ini dapat berguna untuk membantu pengguna dalam memilah antara pesan personal dan pesan hoaks yang tersebar di WhatsApp.

Peringkat 3: Twitter

  • Penyebaran hoaks di platform Twitter relatif lebih sedikit daripada Facebook dan Whatsapp.

  • Dilansir pada portal berita merdeka.com, selama pandemi Covid-19 konten hoaks terus bermuncul dan Twitter mengaku kewalahan dalam menghapus konten hoaks yang tersebar. 

  • Twitter memiliki strategi baru dalam mengurangi penyebaran hoaks, yaitu dengan meningkatkan penggunaan pembelajaran mesin dan otomatisasi untuk mengambil berbagai tindakan pada konten yang berpotensi menyesatkan dan manipulatif.

  • Tujuannya, agar dapat menghapus lebih banyak konten hoaks dan dapat mengambil tindakan tegas pada konten hoaks bahkan sebelum dilihat orang banyak.

Peringkat 4: Instagram

  • Instagram merupakan platform berbagi konten video dan foto. Meskipun demikian, Instagram tidak luput dari persebaran hoaks. 

  • Mengutip dari portal berita Antaranews.com, untuk menjaga keamanan dan keselamatan para pengguna dari konten hoaks Covid-19, Instagram menghapus hoaks dan misinformasi tentang Covid-19 selain dari sumber resmi seperti WHO.

  • Instagram juga memblokir tagar yang digunakan untuk hoaks dan misinformasi, serta melakukan kerjasama dengan pengecek fakta pihak ketiga untuk memverifikasi dan memberi label pada informasi tersebut.

Rekomendasi untuk Mengatasi Masalah Hoaks Covid-19

Rekomendasi untuk Fact Checker:

  • Ada banyak pihak yang memanfaatkan menyebarnya hoaks Covid-19 di masyarakat sehingga perlu adanya fact checker untuk menjadi solusi. Fact checker bergerak untuk memberantas persebaran hoaks khususnya pada Covid-19 melalui verifikasi berbagai informasi yang beredar di seluruh media sosial.

  • Upaya yang dilakukan adalah menautkan informasi yang benar melalui tautan atau memberikan rekomendasi bacaan yang sepadan melalui hyperlink, infografis, video, gambar, dan elemen konten digital lainnya yang lebih eye catching.

  • Selain itu, diperlukan ruang untuk masyarakat untuk turut hadir menyimpulkan secara mandiri karena dalam prosesnya masyarakat juga terlibat untuk melakukan verifikasi.

Rekomendasi Untuk Platform Media Online:

  • Media online diharapkan menyediakan lapak pengaduan hoaks secara mudah dan terbuka sehingga masyarakat bisa dengan mudah melakukan pengaduan terhadap berita yang dicurigai palsu.

  • Media juga diharapkan mampu memberi label informasi, misalnya label "harus mendapat perhatian penuh" kepada masyarakat untuk meningkatkan literasi digital

  • Contohnya adalah Facebook. Facebook telah menanggapi hoaks dengan memberikan label kepada konten-konten yang oleh fact checker sudah dinyatakan sebagai fake news maupun hoaks serta mengurangi jumlah distribusi informasi palsu di Facebook sehingga tidak banyak yang dapat mengaksesnya.

Rekomendasi untuk Pemerintah:

Menurut pengamat media sosial Nukman Luthfie yang dikutip dari laman kominfo.go.id, strategi yang dapat dilakukan pemerintah adalah:

  • Melakukan penegakan hukum terhadap UU ITE dan KUHP,

  • Penyelenggara platform dilibatkan program untuk melawan hoaks,

  • Mengarahkan masyarakat untuk memberikan laporan pengaduan konten hoaks dan pelaku pembuatnya melalui aduankonten@mail.kominfo.go.id dengan menyertakan tautan serta gambar foto tersebut.

Rekomendasi untuk Masyarakat Umum:

  • Melakukan cross check akan kebenaran berita melalui platform resmi yang memberitakan berita secara kredibel dan dapat dipercaya kebenarannya.

  • Melaporkan atau mengadukan hoaks yang beredar melalui platform resmi Kominfo.

  • Bijak dalam menggunakan media sosial dengan tidak menyebarkan berita yang belum jelas kebenarannya.

Referensi:

Andarningtyas, N. (2020). Instagram kurangi sebaran hoaks virus corona. Retrieved from AntaraNews: 

Damanik, M. J. (2018). 3 Fakta Seputar Program Fact Checker Facebook Indonesia. Jakarta: IDN Times.

Hanifah, S. (2021). Cara Twitter Perangi Konten Hoaks Seputar Covid-19. Retrieved from Merdeka.com: 

IMADUDDIN, F. (2018). Kenapa WhatsApp Menjadi Lahan Subur Bagi Hoaks? Retrieved from Remotivi: 

Mufti Nurlatifah, I. (2019). Fact-Checking Journalism sebagai Platform Kolaborasi. Jurnal Komunikasi.

Penelitian: Facebook Saluran Tertinggi Penyebaran Hoax. (2018). Retrieved from Bisnis.com: 

Wedhaswary, I. D. (2019). Tantangan Melawan Hoaks, Catatan dari Pertemuan Fact-Checker Global. Amerika Serikat: Kompas.com. 

Yovit. (2017). 3 Langkah Penting untuk Memerangi Hoax. Diakses pada 16 Agustus 2021,() 

Zaenudin, A. (2018). Mengapa Facebook Jadi Sarang Hoaks? Retrieved from Tirto.id: https://tirto.id/mengapa-facebook-jadi-sarang-hoaks-dca9

Data jumlah hoaks di sosial media dari Rekap Bulanan Litbang Fact Checker UI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun