Untuk para guru, sebuah nasihat panjang…
Sebagai orang yang mendidik murid-murid, didiklah mereka sebaik mungkin. Ajarkanlah kepada mereka cara belajar, bukan sekedar materi belajarnya saja. Ketahuilah bahwa anak-anak bukan kertas putih polos yang bisa kita tulisi semau kita, tetapi seorang insan yang utuh, yang telah Allah berikan ke dalam diri mereka keunikan yang berbeda-beda. Anak-anak ibarat bintang-bintang di langit malam, tugas para guru adalah menyibak segala awan yang menutupi gemerlap bintang itu. Sebab mereka terlahir dalam keadaan fitrah, tetapi pola asuh dan didikan kita yang salah seringkali menutupi itu.
Sebagai pendidik yang dititipkan anak oleh orang tua, janganlah kita merasa rendah diri, terutama ketika berhadapan dengan orang-orang yang berkuasa. Sebab sejatinya guru adalah peran yang amat mulia di mata Allah dan jangan nodai kemuliaan tersebut dengan rasa rendah diri di hadapan manusia.
Sebagai seorang guru, jagalah kemuliaan diri kita. Mengutip nasihat dari gurunda saya, Ust Abdul Rahman, “Yang lebih penting dari materi ajar adalah metodenya; yang lebih penting dari metode ajar adalah gurunya; dan yang lebih penting penting dari seorang guru adalah ruh gurunya.”
Dalam ruh guru inilah kemuliaan seorang guru berada. Jagalah selalu ruh itu, sebab di situlah letak niat dan tekad dalam mendidik. Apabila ruh itu terluka, maka segala ikhtiar mendidik akan menjadi berat, niat akan goyah dan pikiran berkelana ke mana-mana. Apabila ruh guru itu terluka, carilah segala cara untuk mengobatinya. Sebab jika ruh guru itu terluka, bisa jadi nilai ibadahnya juga terluka. Maka betapa ruginya jika ruh guru itu luka, sudahlah pahala tidak kita dapat, materi yang diberikan kepada gruu di negeri inipun, seperti kita tahu, juga tidak seberapa.
Apabila ruh guru itu terluka, carilah segala cara untuk mengobatinya. Jika lingkungan tempat kita mendidik sekarang terus menerus melukai ruh itu, maka pergilah. Pergilah ke tempat yang mengobati lagi menumbuh-kembangkan ruh itu. Sungguh bumi-Nya luas, dan rahmat-Nya meliputi sekalian langit dan bumi. Apalagi kita hanyalah manusia biasa, yang niat dan tekadnya selalu diuji.
Dan ingatlah para guru, sebagaimana para orang tua adalah guru, para guru adalah orang tua—orang tua yang punya kewajiban menafkahi keluarga. Apabila ruh guru kita terluka dan kita mencari nafkah dalam keadaan luka seperti itu, bagaimanakah dengan keberkahan nafkah yang kita berikan? Semoga kita tidak menjadikan terlukanya ruh guru kita sebagai alasan untuk tidak memberikan nafkah terbaik kepada keluarga kita, padahal kita diberi kemampuan untuk mengobati ruh itu dan menjadi sosok guru yang lebih baik lagi. Karena sekali lagi, jika komponen sekolah tak lagi mau memantaskan diri bersama sebagai pondasi peradaban, pergilah. Apalagi, kita bahkan tak perlu berprofesi sebagai guru untuk menjadi guru (untuk mendidik), bukan?
Wallahu a’lam.
Referensi
http://www.ibnukatsironline.com/