Mohon tunggu...
Listian Nova
Listian Nova Mohon Tunggu... Guru - Tukang menghayal dan pemikir ngalor ngidul.

Listian Nova. Penombak bebas (freelancer) yang suka bertualang di berbagai dimensi kata, baik fiksi, opini, sastra, maupun ceracau ngawur.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ilmu, Peradaban, dan Guru Swasta

30 Agustus 2022   12:17 Diperbarui: 30 Agustus 2022   12:54 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kira-kira begitulah sedikit gambaran pertemuan terakhir saya bersama sebuah komunitas kecil di Kota Bogor. Entah kenapa yang membekas di benak saya justru bukan isi diskusi kami soal menulis. Justru curhatan Lebah dan reaksi kompak kami melihat laptop Merpati yang, sampai saya terbang ke Borneo, masih saja membayang-bayang. Terlebih, di Pulau Boreno ini, saya malah dipertemukan lebih banyak lagi dengan cerita-cerita yang senada dengan pengalaman kawan saya, Lebah. Ada si A yang mengabdi sekian lama, tapi belum stabil juga keuangannya padahal sudah sekalian usaha sampingan berjualan; si B yang selalu pulang magrib karena harus kerja tambahan di tempat lain; si C yang mengaku stress dengan administrasi sekolah dan sering terbawa emosi sampai di rumahnya; si D yang sekian tahun bekerja belum pernah diberi pelatihan khusus terkait bidangnya; si E yang atasannya sangat ­micro-managing dan miskin apresiasi; si F yang lingkungan kerjanya tidak komunikatif dan merasa selalu di­-gaslighting oleh rekan sejawatnya; si G, si H, si I, dan seterusnya yang tak bisa saya tulis satu per satu. Memang, sadar tidak sadar, saya mencari dan mendengarkan cerita dari orang-orang yang nasibnya mirip dengan Lebah di setiap kesempatan berkumpul, entah dengan komunitas sekolah tempat saya bekerja maupun komunitas lain di luar sana (kata teman saya, bakat input saya memang kuat). Saya mengumpulkan informasi-informasi itu untuk menguatkan empati saya pada Lebah (dan orang-orang dengan pengalaman rasa yang sama), sebab seperti yang saya bilang sebelumnya, pengalaman saya mengajar di Kota Bogor benar-benar menyenangkan.

Saya tidak bisa tidak mereka ulang percakapan saya dengan Lebah dalam kepala dan rasa-rasanya tidak akan hilang adegan itu sampai saya bisa melahirkannya kembali dalam bentuk yang lain, tulisan misalnya. Dan setelah lama tak menulis, akhirnya di momen-momen kemerdekaan inilah sepertinya waktu yang tepat untuk memulai lagi.

—e—

Posisi Ilmu dalam Peradaban, Menurut Saya

Lebih dari 1200 tahun yang lalu, kondisi masyarakat Arab bisa dikatakan berada di titik nadir. Seorang pemuda bernama Muhammad yang merasa resah dengan keadaan tersebut, pergi menyepi pada setiap malam di bulan Ramadhan. Tepat pada malam 17 Ramadan tahun 610 M, Malaikat Jibril mendekap Muhammad saw. yang sedang barkhalwat di Gua Hira, seraya berkata, “Iqra’ (bacalah!). Hingga 2 kali perintah itu dikatakan Jibril, tetapi jawabannya sama: “Aku tidak dapat membaca.”

Lalu Jibril untuk ketiga kalinya mendekap Muhammad dengan kuat seraya berkata: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qalam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Alaq : 1-5).

Arti “membaca” dalam surat Al-Alaq tidak semata-mata menerjemahkan arti simbol-simbol berupa aksara, tetapi juga alam dan seluruh pengalaman hidup kita. Saya meyakini, selalu ada makna yang lebih dari sekedar apa yang bisa ditangkap indera manusia, dan kemampuan menangkap serta menerjemahkan makna tersebut adalah membaca. Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir, dituliskan bahwa ayat-ayat ini menjelaskan kemuliaan Allah swt. yang mengajarkan manusia akan sesuatu yang belum diketahui mereka. Hal ini berarti Allah telah memuliakan dan menghormati manusia dengan ilmu. Dan ilmu tersebut yang membedakan antara manusia dengan malaikat.

Hal ini menujukkan bahwa kedudukan ilmu dalam agama ini berada pada derajat yang tinggi lagi utama, sebagaimana firman Allah dalam QS Mujadalah ayat 11 bahwa Allah akan meninggikan derajat orang-orang beriman dan berilmu.

Saya menyukai cerita-cerita tentang kegemilangan di masa lalu. Sebab dalam pikiran saya yang polos ini, jika sebuah peradaban pernah beridiri demikian gemilang, bukankah kita tinggal melihat pola-pola yang terjadi di masa lalu? Sekarang, marilah kita tengok ke masa lalu, kepada peradaban-peradaban besar di dunia. Sebutlah peradaban Mesopotamia, Mesir Kuno, Lembah Sungai Indus, hingga peradaban-peradaban kaum muslimin seperti Baghdad, Usmani, Andalusia, dan sebagainya. Semua peradaban yang masih menyisakan kisah-kisah dan kebudayaan itu meletakkan ilmu sebagai bagian inti dari peradaban mereka. Betapa banyak kebudayaan, teknologi dan filosofi yang kita rasakan sekarang sebenarnya adalah pengembangan dari ilmu di masa lalu.

Betapa pentingnya ilmu, sebab dengan ilmu, Allah membimbing manusia untuk membedakan dan menentukan mana yang baik dan buruk, yang memelihara dan merusak, yang membunuh dan menghidupkan. Seperti sejarah kelam Abad Pertengahan di benua Eropa, sebuah rentang masa yang disebut dengan dark age. Di masa itu, peperangan di mana-mana, jarak yang miskin dan kaya amat lebar, seseorang dibunuh karena dituduh penyihir dengan pembuktian tanpa dasar ilmiah. Bahkan pada abad ke-13, perburuan kucing dilakukan besar-besaran karena diasosiasikan dengan penyihir. Kurangnya populasi kucing saat itu justru menjadi senjata makan tuan, sebab dengan berkurangnya populasi kucing, populasi tikus meledak. Padahal tikus adalah salah satu agen utama pembawa bakteri Yersinia pestis, bakteri yang menyebabkan penyakit pes.

Sementara itu, di rentang waktu yang kurang lebih sama, wilayah-wilayah kaum muslimin justru mengalami yang namanya golden age, yang mana ilmu pengetahuan berkembang, tentunya tidak hanya ilmu dunia tetapi juga ilmu agama. Ambillah beberapa contoh, di bawah kekhalifahan Abbasyiah, pun di Andalusia, kaum muslimin sangat haus akan ilmu. Berbagai kitab ilmu dari berbagai penjuru di dunia diterjemahkan dan dikembangkan. Berbagai bidang keilmuan berkembang, teknologi dan berbagai bentuk seni dilahirkan, kesejahteraan ekonomi dan social tercapai dengan gemilang. Bahkan kebangkitan Eropa atau yang dikenal dengan istilah renaissance, bermula dari pembelajar-pembelajar yang mengenal buah-buah pemikiran Ibnu Rushdi (Averroes) dari Andalusia yang saat itu menjadi mercusuar ilmu pengetahuan baik di benua Eropa maupun benua Asia; mereka menyadari bahwa untuk membangun peradaban yang baik dibutuhkan ilmu pengetahuan yang tepat guna untuk dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada, sehingga bersamaan dengan renaissance itu, terjadi pula sebuah revolusi keilmuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun