Kemandiriannya makin terlihat ketika ia memasuki dunia putih abunya. Sebagai laki-laki, adik saya berhasil jadi yang paling mandiri, termasuk juga ketika dia berjuang untuk meraih cita-cita ini. Peran saya sebagai kakak hanya bisa menjadi pendukung paling setia dan banyak berdoa. Juga peran orangtua, yang memberikan dukungan doa yang tiada putus, motivasi dan tentu memberi kepercayaan bahwa adik mampu.
Ketika yang Lain Ditemani Orangtua
Sebagai kakak yang banyak menemani adik dalam perjalanan perjuangannya. Semangat adik begitu terasa, amat terasa bahkan.
Akan ada yang selalu saya kenang ketika saya menemani tiap langkah perjuangannya. Salah satunya ketika kami berdua sedang mengantri untuk mengecek kondisi kesehatan di sebuah rumah sakit. Ketika yang lain ditemani oleh Bapak atau Ibu, atau bahkan kedua-duanya beserta sanak saudara. Adik hanya ditemani kakak yang ukurannya 'lebih imut', yang banyak orang sangka malah bukan kakak justru jadi adiknya, atau malah dikira pacar.
"Mbak ini pacarnya?"
"Bukan, saya kakaknya"
Pun ada yang kemudian membuat saya ingin menangis, tetapi bukan karena saya tidak berani menemani adik. Adalah ketika seorang perawat tiba-tiba berkata sembari berdoa,
"Semoga adiknya keterima ya,Mbak."
Nyesss! Kata-kata itu ntah mengapa membuat mata saya menahan sesuatu , sesuatu yang berair yang ada dimata.
Ramalan yang Dijadikan Doa
Dalam perjalanan berjuang. Ada kejadian yang unik yang kemudian jadi selalu teringat. Waktu itu, ketika saya bersama ibu (tanpa adik karena dia di sekolah) berada di catatan sipil untuk melegalisir beberapa berkas penting untuk dijadikan syarat.