"Dal, Aku tidak apa-apa belum dipertemukan oleh kedua orangtuamu. Aku masih bisa terima alasanmu. Tapi untuk bertemu dengan Bapakku, aku mohon kamu mau bertemu dengannya", lanjut Lastri penuh harap.
"Tri...." Pardal menghela nafas dan segera mematikan rokoknya yang belum setengah habis. " Aku ingin jujur padamu, Tri. Aku selama ini merahasiakan hubungan kita bukan karena aku tak mau. Tapi...."
"Tapi apa Dal, jangan katakan kamu tidak mencintaiku lagi.", air matanya jadi ikut mengadili Pardal.
" Kalau memang ini sudah waktunya,Baiklah, Tri.."
" Waktu untuk bertemu Bapakku kan Dal?"
" Waktunya kita....berpisah Tri. Hubungan kita ini tidak akan punya masa depan. Sebaiknya kamu tinggalkan dan lupakan aku saja. Tiga bulan lalu, aku sudah menikahi Ndari. Aku ternyata lebih mencintainya."
" Begini cara kamu berjuang untuk apa yang kita sebut Cinta. IYA DAL? ini caramu menghargai dua tahun bersama, Dal... IYAAA...." air matanya makin tak terkendali. Untung warung ini tidak ramai. Teriakannya hanya terdengar oleh Bu Sarimiyem, yang tak banyak juga perduli.
Lastri tidak sanggup melanjutkan kata-katanya lagi. Ia memilih pergi, berlari dari tempat itu. Hatinya hancur, dan lebih hancur lagi ketika Pardal tak juga terlihat mengejarnya apalagi menghentikannya.
***
"Bapak, Maafkan Lastri..."
Sulastri masuk dengan setengah berlari dan langsung menujunya yang sedang duduk di ruang tamu.