Seperti dugaan Lastri, Bapak pasti tak akan mudah menerima laki-laki yang dekat dengannya. Tapi disisi lain ia punya harapan, restu yang sebentar jadi kenyataan.
Hal yang tersulit itu akhirnya datang juga, mempertemukan keduanya. Pardal dan Bapak, yang seolah punya kutub yang sama. Keras kepala.
***
Hari berikutnya. Sepasang itu kembali bertemu. Di tempat biasa, warung kecil milik Bu Sarmiyem, yang letaknya lumayan jauh dari rumah Sulastri, apalagi kalau bukan agar Bapaknya tidak tahu.
" Dal, Bapak ingin bertemu denganmu sore ini. Kamu harus menemuinya untuk memperjelas hubungan kita.", Lastri membujuk.
"Apa Bapakmu bakal menerimaku, Tri. Bukankah kamu pernah bercerita bahwa bapakmu itu pemilih. Bagaimana jika aku tak sesuai dengan keinginannya?"
" Bapak menjanjikan restu jika kamu berani datang,Dal", Lastri masih berusaha membujuk kekasihnya yang sekarang sibuk menyalakan sebatang rokok.
" Makannya, kamu harus temui dulu Dal..", lanjutnya lagi.
"Aku butuh waktu, Tri....", jawabnya singkat.
" Dal, berapa banyak waktu lagi? Dua tahun ini apa masih tidak cukup? Aku sudah memberanikan diriku mengenalkanmu pada Bapak dan diapun akan merestui kita.Apa kamu ingin mengecewakanku?"
Kali ini Pardal cukup lama terdiam. Kepulan asap rokoknya yang makin ribut.