"Nduk,tolong buatkan bapak teh ya.."
Sulastri sedikit terkejut dari lamunannya. Jangan-jangan Bapaknya tahu ia sedang melamun dan ia sudah diperhatikan Bapaknya sedari tadi. Karena jarang sekali Bapak meminta apalagi hanya secangkir teh.
"Iya, Pak.."
Pikiran itu segera ia benamkan.Segera Sulastri menuju dapur. Tak pernah sekalipun ia membuat bapaknya kecewa, apa yang bapak suruh padanya akan ia lakukan. Tapi soal hubungannya dengan Pardal, ia tak tahu apakah masih membuat Bapak tidak kecewa?
Lima belas menit berlalu. Sulastri keluar dari dapur dengan secangkir teh hangat dan segera ia meletakannya di atas meja,persis dihadapan Bapak.
"Monggo, pak."
"Nduk, kok buat teh saja lama? Kamu melamun,ya? Bapak perhatikan dari tadi.", kata Bapak sembari mengambil cangkir dan menyeruput teh dihadapannya.
Jleb. Ternyata dugaannya Sulastri benar. Bapak sudah memperhatikannya.
"Ng...ng...nganuu,Pak.Sulastri...Sulastri..mau memperkenalkan bapak dengan Pardal", ceplos Lastri. Ia tak bisa lagi membendung keinginannya.
"Apa dia laki-laki yang ingin menikahimu? Bawa dia kemari besok sore. Kalau kamu berhasil membawanya. Bapak akan merestui kalian. Tapi..Jangan harap restu bapak bisa kamu bawa jika dia tak berani memunculkan mukanya", nada Bapak jadi meninggi.
Bapak bukan hanya meninggalkan setengah isi cangkir teh yang ia buat, juga raganya yang hilang ditelan pintu kamar.