2.Pengkajian dan penelitian terhadap berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai perlindungan hak asasi manusia perempuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta menyampaikan berbagai saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif dan masyarakat dalam rangka penyusunan dan penetapan peraturan dan kebijakan berkenaan dengan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia serta perlindungan dan penegakan hak asasi manusoa sebagai perempuan;
3.pemantauan dan penelitian, termasuk pencarian fakta, tentang segala bentuk kekerasan terhadap perempuan serta memberikan pendapat, saran dan pertimbangan kepada pemerintah;
4.penyebarluasan hasil pemantauan dan penelitian atas terjadinya segala bentuk kekerasan terhadap perempuan kepada masyarakat;
5.pelaksanaan kerjasama regional dan internasional dalam rangka meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan dalam rangka mewujudkan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
4.Intruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
Intruksi Presiden ini bermaksud untuk mengintruksikan kepada Menteri, Kepala Lembaga Pemerintahan Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Panglima Tentara Nasional, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Gubernur, Bupati/Walikota untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Intruksi presiden yang langsung ditujukan kepada aparatur negara dalam pelaksanaannya seperti yang tertulis dalam lampiran Inpres ini segala pembiayaan yang diperlukan bagi pelaksanaan pengarusutamaan gender dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk masing-masing instansi dan lembaga pemerintah di tingkat pusat dan APBD di lembaga pemerintah tingkat daerah.
Dengan adanya inpres ini memang tidak secara keseluruhan sipil atau masyarakat yang ditujukan atau diharuskan berlaku sesuai pengarusutamaan gender, akan tetapi pemerintah didalam kebijakannnya megedepankan hal kesetaraan gender dengan demikian masyarakat dapat lebih terbantu penyaluran aspirasi yang dituangkan dalam bentuk kritik sosial dapat lebih dipertimbangkan oleh pemerintah sepanjang kritiknya demi mengedepankan pengarusutamaan gender dan dengan dengan adanya instruksi ini pembangunan nasional menjadi lebih ramah fungsinya terhadap semua gender.
5.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), pada awalnya tidaklah dianggap sebagai pelanggaran hak asasi perempuan. Letaknya pada ranah domestik menjadikan KDRT sebagai jenis kejahatan yang sering tidak tersentuh hukum. Ketika ada pelaporan KDRT kepada pihak yang berwajib, maka biasanya cukup dijawab dengan selesaikan dengan kekeluargaan. Sebelum keluarnya UndangUndang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), korban tidak mendapat perlindungan hukum yang memadai.
Dengan ditetapkannya Undang-Undang PKDRT, permasalahan KDRT yang sebelumnya dianggap sebagai masalah domestik diangkat ke ranah publik, sehingga perlindungan hak korban mendapat payung hukum yang jelas. Lingkup rumah tangga dalam undang-undang ini tidak hanya meliputi suami, isteri, dan anak, melainkan juga orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dan menetap dalam rumah tangga serta orang yang membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut (Pasal 2). Asas PKDRT sendiri seperti dijelaskan dalam Pasal 3 adalah untuk: (1) penghormatan hak asasi manusia; (2) keadilan dan kesetaraan gender; (3) nondiskriminasi; dan (4) perlindungan korban. Adapun tujuan PKDRT sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 adalah untuk: (1) mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga; (2) melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga; (3) menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; (5) memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.