Wiih! Puitis banget. Dan seorang Rades yang mengatakannya?
"Itu kata-kata yang pernah Najwa ucapin ke aku."
Pantes. Aku yakin tidak mungkin seorang Rades bisa ngomong gitu.
"Sejak kapan dia meninggal?" Tanyaku, duduk di sampingnya.
"Sejak 2 tahun yang lalu."
"Terus kenapa foto itu baru kamu pajang sejak 3 tahun yang lalu? Kenapa Randa dan Pak Ryo bilang itu fotoku, bukan Najwa?"
"Tidak ada seorangpun yang tahu tentang Najwa kecuali kamu sama ..... Radit."
"Radit?"
"Iya, Najwa itu mantannya Radit, aku kenal Najwa dari Radit. Dan karena itulah kami tidak pernah kelihatan akur sejak aku dekat dengan Najwa. Radit menganggap aku merebut Najwa dari dia padahal waktu itu mereka udah putus lebih dahulu."
Waduh, kok sama ya kayak ceritanya aku, Radit dan Rinta. Hmmm...
Di sini, di danau keabadian, Rades melarutkan segala perasaannya. Tentang kerinduannya pada sosok Najwa yang telah meninggalkannya sendiri di dunia. Tentang kenangannya yang terasa masih sangat segar ia ceritakan hingga nanar matanya tak bisa dibendung, bagai sngai kecil yang mengaliri wajahnya. Tentang kematiannya yang sama sekali tak pernah Rades relakan. Seorang Rades menangis. Ia menangis, tepat di depan mataku.