Mataku terpana pada suatu gambar, antara Najwa dan Rades yang tersenyum merona begitu mesra.
 "Pacarmu, Des?"
"My First love."
"Dimana dia sekarang?"
"Najwa-ku sedang tidur, sama seperti adikku. Kamu mau ketemu dia?" Lagi-lagi Rades menarikku untuk keluar. Padahal belum lagi aku mengiyakan.
Belum lagi melalui pintu kamarnya, "Besok aja deh! Udah malam. Kamu nginep ya di sini?" Yang ngajak siapa, yang batalin siapa. Aduh Rades, buat aku penasaran saja.
"Aku mau pulang." Dan aku teringat, Adrian dan Mama masih belum aku kabari. Jangan-jangan mereka khawatir. Benar saja, di ponselku sudah banyak pesan dan panggilan tak terjawab.
"Please! Temenin Randa sampai dia bangun, Prin." Aduh, aku juga tidak tega kalau Rades sudah bilang begini. Bukannya aku tidak mau, tapi...
Rades mengantarkanku ke kamar Randa. Di sana tak terlihat lagi Pak Ryo dan istrinya, dan Randa masih tetap tak sadarkan diri. Aku duduk di samping ranjang Randa, dan Rades di seberangku.
Ponselku memekik, itu Mama. Dia ngomel-ngomel karena aku pergi tanpa pamit, terlebih meninggalkan Andrian begitu saja di rumah.
"Maaf, Tante! Saya pinjam Prinsanya sebentar. Dan untuk malam ini Prinsa akan menginap di sini. Terima kasih!" Langsung saja Rades merampas ponselku lalu mematikannya dan menyerahkannya kembali padaku. Tidak sopan. Bener-bener kasar.