Dia tersenyum padaku, kubalas dengan tatapan tajam seolah ingin menelannya hidup-hidup aku benci senyuman itu, yang seolah sedang mengejekku karena dia berhasil mengambil orang yang aku cinta. Aku benci padanya, kenapa harus Radit yang kau ambil dariku? Aku munafik, sebenarnya bukan Rinta yang aku benci. Tapi aku benci pada diriku sendiri. Benci karena aku tak bisa mengembalikan Radit ke sisiku sebelum akhirnya Rinta menggantikan posisiku dalam hidup Radit, benci karena aku egois. Aku adalah orang munafik yang tak mau mengakui keadaan, justru anggapan yang aku tanam dalam otakku adalah Rinta, sahabatku sendiri merebut Raditku, Begitulah. Padahal jika ditelusuri jauh dilubuk hatiku aku mengakui kekalahan dan kesalahanku sendiri.
"Tidak keberatan aku antar pulang?" Tawaran yang disertai senyuman ramah dari Adrian membangunkanku dari segala kesadaran akan kemunafikanku sendiri. "Mau tidak?"
"Boleh! Kebetulan supirku tidak bisa jemput." Jawabku dengan senyum menggoda.
"Sial! Jadi kamu nganggep aku supir pengganti?" Kami tertawa. Sejak Rinta dan aku tak lagi dekat, Adrian berubah menjadi tempat sampahku, tempat curhat dan teman belajar bersama. Siang ini kami janjian untuk bertanding main PS dan sampai malam terus tertawa ngakak hanya sekedar untuk berdebat antara mana yang lebih baik tidur dengan jendela yang tertutup atau terbuka.
"Prin! Ada teman kamu ni yang nyariin." Pekik Mama dari pintu depan, menyibak tawa ngakak kami. Kutinggalkan Adrian untuk menengok siapakah tamu yang datang tidak kenal sikon ehm .... nggak juga sih, jam masih pukul 19.10 WIB.
"Ngapain kamu ke sini?" Sapaku kasar.
"Aku masih belum pikun buat ngingat kalau aku bilang ke kamu Randa ngajak kamu main bareng di rumah."
" Sorry! Aku ga'Â bisa." Kupegang gagang pintu untuk menutupnya, tapi Rades menahannya.
"Hufh!" Terlalu melelahkan rasanya bila harus meladeninya saat ini, lebih baik aku pergi saja, kembali pada Adrian. Namun seperti kebiasaan, Rades menarik tanganku menghentikan langkahku.
"Kamu harus ikut aku." Rades mencengkram tanganku dan menariknya keluar. Aku coba memberontak. Tapi percuma. Rades berhasil menarikku hingga ke teras depan lalu dipaksa masuk ke mobilnya, menuju rumahnya.
 "Kamu mau lihat Randa?" Ujarnya ketika telah sampai diruang tamu.