"Radit!" Tak tahan aku melihatnya, segala kenangan indahku bersamanya datang menyerbu, jujur perasaan cinta ini masih ada meskipun dia telah menyakitiku, perasaan cinta ini tak pernah mau musnah dari hati. Ku hitung langkah yang ia ambil, setiap langkahnya memacuku untuk turut ikut bersamanya, aku tahu dengan langkah itu akan membawa ia jauh dari dariku. Dan aku tak pernah menginginkan itu terjadi. Kukejar ia, aku peluk ia dari belakang erat-erat, enggan melepasnya, tak mau lagi melepasnya, jika saja ia mau....
"Lepaskan aku, Prin!" Ia lepas pelan-pelan kedua tanganku. "Percayalah, Prin! Aku juga cinta kok sama kamu, aku juga sayang sama kamu ..... " Ia pegang pipiku. " Tapi ada hal yang lebih penting dari sekedar cinta untuk aku perjuangkan saat ini, Prin!"
"Apa?"
 "Pulanglah sekarang. Aku bisa menyelesaikan masalahku sendiri. Aku tidak mau melibatkan kamu dalam masalah ini, cukup aku ngebuat kamu sakit hati sekali aja dan aku tidak mau nyakitin kamu untuk ke-2 kalinya."
"Maksud kamu ?"
 "Please! Pulang sekarang." Ucap Radit mengakhiri pembicaraan, lalu beranjak pergi.
"Baik. Tapi aku bakal kesini lagi."
Dengan terpaksa aku meninggalkan Radit, ku temui Pak Ryo yang ada diluar. Di sana pula aku berpapasan dengan Rinta, dia tak menyapaku pun aku tak mau menyapanya. Memang sempat kulihat keterperanjatan di wajahnya saat melihatku. Tapi biarlah, bukannya dia lebih berhak bersama Radit? Tunggu! Sebenarnya hubungan Radit dan Rinta itu apa sih? Kalau memang mereka jadian kenapa tadi Radit memperlakukanku seperti itu? Rinta juga tidak pernah mau membicarakan tentang hal ini. Sebenarnya ini ada apa sih?
"Gimana? Radit bicara sesuatu sama kamu?" Sambut Pak Ryo ketika melihatku. Aku menggeleng.
 "Saya sudah memaksanya, tapi Radit tetap tidak mau berterus terang, Pak. Dia hanya bilang tidak mau dibantu, gitu katanya. Saya rasa dia dapat tekanan dari seseorang."
"Siapa?"