Rinta ikut ke rumahku, sampai sore kami memperbincangkan banyak hal. Termasuk Film Dilan yang akan segera tayang. Aku baru selesai  baca ke-tiga novel karya Pidi Baiq itu sebulan yang lalu, pinjam punya Rinta. Dan bisa ditebaklah, bagaimana hebohnya kami tergila-gila pada Dilan.Â
Sehabis ashar, Rinta pamit pulang. Papa dan Mama masih di luar kota hingga tiga hari ke depan, ada workshop katanya. Aku hannya menggeletak bosan di depan televisi dan Si Bibi sedang berisik di dapur nyiapin makan malam.
"Manusia Batu"
Ada waktu?
Huh! Dasar Radit. Irit banget ngomongnya. Aku biarkan saja pesannya. Tak lama, ia menelfon.
"Aku tunggu di sekolah sekarang. Kamu punya waktu 20 menit dari sekarang."
Belum juga aku menjawab, sudah ditutupnya saluran telepon. Perasaan aku kan yang lagi marah sama dia, kenapa galakan dia?
Aku langsung bergegas tanpa pikir panjang, kuambil sepatu dan seperti di kejar pocong, aku lari sekencang-kencangnya menuju ke sekolah yang berjarak sekitar 3 km. Ponsel tulalat -- tulilit tak aku pedulikan.
Bagitu sampai di sekolah, kuatur nafas yang terengah sembari mengedar pandang mencari Radit, peluh semakin mengucur. Detak jantung cepat, keras dan tak beraturan. Tiba-tiba ponselku memekik. "Aku ada di lapangan basket."
Dengan setengah berlari aku langsung menuju lapangan basket, saat tiba dipinggir lapangan, ku lihat ada seorang cowok memakai baju yang biasa di pakai club basket sekolah untuk latihan. Dia duduk bersila dengan memegang bola basket berwarna hitam.
"Radit?" Sapaku sambil melangkah mendekati.