"Kulo doakan semoga yang datang akan menjadi penenang, panutan, dan idaman." Ucap Akbar kemudian.
Dalam bus, kata-kata berseliweran dibenakku. Dan memang siapa lagi yang lebih mengerti tentang kekacauan perasaan selain kata-kata?
Pada mulanya kata, kau membuka  percakapan, hingga semua merumpun menjadi kita. Pada mulanya kota, latar yang biasa jadi rutinitas kini selalu menikam resah hingga tak pernah tuntas segala rindu. Pada mulanya.... hingga pada akhirnya rindu terasa begitu sendu di kota yang sesak oleh kata-kata. Tutup telinga, tak perlu mendengarkan banyak kata setiap orang yang kau temui. Tutup mata, cukupkan kedipan matamu tak perlu melotot pada tiap orang yang menyalahi kata-katamu. Tutup hatimu, sebab luka tak akan pernah sembuh jika selalu di sentuh. Hingga tiba saatnya, kau jatuh cintalah lebih dulu pada selainku. Agar kita tak berlomba mengaku paling patah hati. Toh, perasaan kita tidak  pernah bisa selesai kita tafsirkan bersama.Â
Ah, kiranya jarak terjauh dari cinta bukanlah Surabaya-Jember. Tapi ketika assalamu'alaikum berbalas shalom.
Tuhan memberikan naluri pada manusia, lalu membiarkan kita melakukan banyak hal sekehendak kita sebagai lelucon semesta. Ia menetapkan aturan yang berlawanan. Lihat tapi jangan sentuh. Sentuh tapi jangan rasakan. Rasakan tapi jangan ditelan.
Sukowono, 25 Oktober 2018.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI