Merujuk pada penjelasan di atas, dapat dipahami sesungguhnya bentuk eksploitasi tersebut selalu melibatkan anak untuk kegiatan-kegiatan seksual dari orang-orang tertentu, baik untuk diri pelaku sendiri maupun untuk orang lain. Pada sale of children dan child prostitution, perbuatan eksploitasi tersebut selalu diikuti dengan pemberian remunerasi (pembayaran) maupun bentuk-bentuk lainnya yang dapat dianggap sama dengan pembayaran tersebut. Child pornography tidak melulu harus berupa diberikannya remunerasi, tetapi tidak menutup kemungkinan aktivitas tersebut juga diikuti oleh remunerasi, walaupun ada juga yang dilakukan karena memang pelaku hanya ingin memenuhi kesenangan dan fantasinya sendiri. Namun demikian sebagaimana dikemukakan oleh Shinder, pada faktanya perbuatan-perbuatan eksploitasi seksual tersebut dapat menimbulkan kekerasan atau potensial kekerasan, karena membawa anak pada situasi yang sangat tidak mengutungkan bagi dirinya dan perkembangannya di kemudian hari.
Muncul aktivitas lainnya yang berupa child sex tourism juga membutuhkan perhatian yang lebih dari seluruh elemen masyarakat dan pemerintah. Sekali lagi dengan mengingat bahwa anak berada pada posisi rentan untuk dieksploitasi dan akhirnya menempatkannya sebagai korban. Yang dimaksud dengan child sex tourism adalah:
Child sex tourism is the commercial sexual exploitation of children by foreigners. It usually refers to:
1. persons who travel from their own country to another to engage in sexual acts with children, or
2. Foreigners who engage in sexual activity with a child while overseas.
It often involves a third party who procures a child from local communities
Merujuk pada pemahaman yang dikemukakan tersebut memberikan makna bahwasanya aktivitas tourism ternyata dapat diikuti pula dengan dilakukannya child sex tourism. Aktivitas ini dikategorikan sebagai eksploitasi seksual komersial karena anak tersebut dieksploitasi secara seksual demi keuntungan orang asing yang menjadi turis di negara yang didatangi tersebut. Pelaku di sini dimaksudkan lebih pada orang asing yang menjadi turis di suatu negara tetapi terlibat dalam aktivitas sesksual dengan anak ketika berada di negara yang didatangi tersebut. Aktivitas ini sering pula melibatkan pihak ke tiga yang merekrut anak lokal daerah tersebut. Hal tersebut yang kemudian ditegaskan oleh Napoleon Bonaparte sebagai berikut:
-  Customers negotiate directly with the child prostitute in order to receive sexual gratification, or through an intermediary (pimp) who controls or oversees the prostitute's activities for profit and deliver those minors to hotels, brothels, villas in some areas: Bali, Lombok, Surabaya, Samarinda, Batam, Bandung, Cianjur, Papua and Jakarta.
-Â Â Many hotels will shamelessly arrange for a young school girl or boy to come to guest room for sex.
-Â Â Some minors found been sent to prostitution areas and brothels abroad.
Hotel dan tempat-tempat pelacuran setempat ternyata juga menjadi pendukung tumbuh suburnya praktik Child sex tourism tersebut. Terkait hal ini tentunya harus diadakan penyuluhan hukum bagi hotel-hotel, motel-motel, maupun tempat-tempat pelacuran mengenai perbuatan yang telah menjadi tindak pidana tersebut, dan atas perbuatan tersebut dapat diancam dengan pidana. Hal tersebut tentunya lebih menekankan pada upaya untuk mengingatkan setiap pihak harus menjamin terpenuhinya hak-hak anak, dan tidak malahan menyesatkan anak-anak korban sexual tourism tersebut.