"Maaf aku chat kamu kayak gini, dulu aku egois ninggalin kamu. Tapi Begitulah keadaan kita. Rasa penyesalan dan bersalah tetap ada dalam pikiran ku, mungkin kamu udah bisa lupain aku atau bahkan sudah dapat pengganti. Tapi aku ingin perbaiki kesalahanku. Jadi aku nanya sama kamu, apa masih ada kesempatan kedua untuk ku?" isi pesannya.
Saat membaca pesan itu, aku degdegan, hati tidak karuan, perasaan campur aduk. Aku seperti kehilangan akal untuk menjawabnya.
Setelah itu kita chatingan panjang lebar dan saling memaafkan.
Aku percaya dengan niat baiknya untuk berubah dan kita mulai semuanya dari awal.
Satu bulan berjalan, hubungan kita berjalan dengan baik-baik saja. Selebihnya dari itu, dia mulai sering hilang kabar, seperti perlahan menjauh dari aku, dia seperti tidak peduli dengan ceritaku, aku merasa sering dobohongi. Sekitar dua minggu aku bertahan dalam hubungan seperti itu. Berkali-kali kita berusaha memperbaiki kesalahan, nyatanya hubungan itu semakin hambar.
Sampai tiba saatnya aku berfikir, Mungkin sebenarnya bukan aku orang yang dia mau. Aku memilih untuk mengakhiri hubungan itu, meskipun perasaan ku masih tetap sama.
Sebaik apapun aku menerima kekurangan dan keburukannya. Tapi belum tentu juga dia menerima aku dan bersyukur memiliki aku. Kembali bersamanya dikarenakan rasa cinta yang masih sama, tidak selamanya membuat aku bahagia.Â
Ternyata aku hidup dengan kebiasaannya yang tidak bisa diterima oleh hatiku. Bukan hanya hidup dengan rasa cintaku.
Akankah cinta ini selamanya? Kembali ke takdir. Tuhan tau mana yang terbaik.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H