Mohon tunggu...
Ayu Safitri
Ayu Safitri Mohon Tunggu... Konsultan - Trainer dan Konsultan Homeschooling

Penulis dan Trainer untuk http://pelatihanhomeschooling.com/ Ikuti saya di Instagram https://www.instagram.com/missayusafitri/ Ikuti saya di Facebook https://www.facebook.com/missayusafitri Tonton dan subscribe VLOG saya http://bit.ly/apaituhomeschooling

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

4 Langkah Praktis Meraih Kemapanan Masa Depan

31 Agustus 2017   07:42 Diperbarui: 31 Agustus 2017   09:27 2515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi: Aplikasi Investasi Online

Anniesa Hasibuan dan Andika Surachman menjadi salah satu contoh orang-orang bermental pendamba dunia. Diberitakan oleh tv nasional jika harga gorden di rumahnya mencapai Rp 700 juta. Kemana-mana bos First Travel ini selalu didampingi mobil mewah lengkap dengan bodyguard.

Sayangnya kesuksesan yang membuat kita berdecak kagum ini ternyata fiktif belaka. Sebab kekayaan yang didapat bukan hasil kerja keras, melainkan buah pembodohan calon jamaah haji dan umrah yang mendaftarkan diri melalui biro perjalanan mereka.

Jika kita perhatikan, tipe manusia seperti mereka agaknya makin bertebaran. Yakni tipe yang menganut paham 'pentingnya menampakkan apa yang dimiliki kepada semua orang'. Paham ini bermula dari cara kita memandang kesuksesan secara sempit, yakni dari kacamata materialistis semata.

Jika furniture rumah belum heboh, jika belum ada mobil/motor keluaran terbaru di garasi, jika belum jalan-jalan ke luar negeri, jika belum mampir ke restoran ngehits, BELUM BISA DIANGGAP SUKSES!

Padahal, siapa tahu mereka punya sebendal sertifikat tanah yang siap diwariskan untuk anak-cucu atau diwakafkan untuk tempat ibadah? Siapa tahu mereka punya deposito ratusan juta sebagai senjata menghadapi masa depan yang fluktuatif? Siapa tahu mereka rajin bersedekah sebagai ungkapan rasa syukur atas berkat Tuhan?

Sempitnya Sudut Pandang

Ya, siapa tahu sebenarnya mereka telah merasa puas dan sukses dengan ketercapaian hidupnya?

Tapi kenapa kita sering melihat mereka yang kelihatan tak punya apa-apa sebagai manusia yang belum sukses? Sebab sudut pandang yang sempit mengenai kesuksesan!

Kesuksesan harusnya dinilai dari beragam aspek. Bahagiakah ia menjalani hari-harinya, bersemangatkah ia memperbarui ilmu terkait bidang kerjanya, tuluskah ia memperbaiki diri agar tak merugi, bermanfaatkah prinsip hidup yang dipegangnya?

Atau sebaliknya, ia sekedar menjalani hari demi memuaskan jiwa yang haus akan kebendaan dunia? Pergi pagi pulang petang tanpa visi hidup jelas. Sehari-hari yang diingat hanya cicilan mobil, pakaian model apa yang patut dibeli atau cafe mana yang belum dikunjungi.

Bukankah gaya hidup seperti itu melelahkan? Agar mendapat label sukses dari lingkungan, kita pontang panting membayar kreditan, gaji habis menuruti penampilan, kesempatan menabung sebagai cadangan masa depan pun terlewatkan.

Jika kita tak mencoba memperluas perspektif mengenai kesuksesan, terus menuruti gengsi demi kepuasan semu, tak mengindahkan keberkahan dalam bekerja dan fokus pada kebendaan semata, sungguh kita takkan mampu meraih kejayaan finansial di masa depan.

Ciptakan Langkah Antisipasi

Apakah Anda mau seumur hidup bekerja demi membayar cicilan?

Apakah Anda tak ingin menikmati masa tua yang nyaman dengan ketersediaan tabungan?

Apakah Anda berharap anak-cucu menanggung masa tua Anda dengan tulus? Sebab anak-cucu kelak pun memiliki keluarga yang harus dipenuhi kebutuhannya.

Yang paling saya takutkan adalah muncul The NextAnniesa Hasibuan dan Andika Surachman. Yang tega membodohi para klien yang tulus mendengarkan. Yang tega memalsukan perasaan demi memuluskan tujuan kebohongan.

Artinya, mereka menghalalkan segala cara guna mencapai kesuksesan duniawi yang sesaat.

Agar ketakutan di atas tidak terjadi pada kita, ayo rencanakan finansial masa depan mulai sekarang. Berikut adalah 4 langkah antisipasi yang saya lakukan agar hidup nyaman dan tenang soal finansial.

Pertama,ubah pandangan tentang kesuksesan. Jika mindset masih menganggap sukses sama dengan rumah mewah, mobil baru dan tampilan bermerk, maka usaha kita mengendalikan pengeluaran akan terasa berat dilaksanakan.

Pandanglah kesuksesan sebagai perpaduan dari aspek kesehatan, spiritual, emosional, sosial dan material. Kalau kaya tapi tak akur dengan tetangga, ya berarti belum sukses. Kalau kaya tapi mentalnya sakit, mudah iri dan tak tahan tekanan, ya berarti belum sukses.

Jika sehat mental dan fisik, tulus menyembah Tuhan, kontrol emosi baik, mampu mencukupi kebutuhan anak-keluarga, tapi belum bisa membeli keinginan yang bersifat sekunder, ya jangan membebani diri dengan label 'belum sukses'.

Bukankah dengan modal pikiran positif, sehat fisik, yakin pada Tuhan dan akur dengan tetangga, jalan kita menuju sukses material jadi lebih ringan?

Kedua, kita tiru Ippho Santosa yang menerjemahkan Sukses sebagai SUKA PROSES. Jangan terburu-buru ingin meraih segalanya dalam sekali waktu. Setia dan nikmati dulu yang kecil, sembari mengusahakan yang besar. Seperti itu pola sehatnya!

Melihat tetangga renovasi rumah, kita merasa tertinggal. Mendengar teman beli mobil, kita merasa kalah. Ingat! Kita tak tahu apa yang telah mereka lewati untuk sampai pada tujuannya. Ingat juga kalau kemampuan dan kapasitas kita berbeda dengan yang lain.

Seperti cacing yang menelan babi lalu bengkak perutnya. Padahal kapasitas dirinya tak sebesar ular. Jadi, jangan samakan gaya hidup Anda dengan orang lain. Kalau dipaksa untuk sama, kita bisa menelan kesakitan seperti cacing.

Ketiga,jangan membatasi diri.Tiga modal yang telah Tuhan titipkan dalam diri kita; mental, fisik dan waktu 24 jam jangan disia-siakan.

Kerja keras saja tak cukup! Kita juga harus bekerja cerdas. Sekalipun ngantor 40 jam dalam seminggu, sebenarnya kalau mau mengutak-atik waktu kita masih bisa menyempatkan diri guna mencari tambahan pemasukan.

Bukan ngoyoatau mengejar dunia. Karena fakta menunjukkan segalanya membutuhkan uang, kita harus makin giat menjalani hidup.

Nasihat nrimo ing pandumhanya berlaku bagi mereka yang agresif mengejar dunia hingga melupakan Tuhan dan sesama. Kalau saya dan pembaca yang kerjanya biasa-biasa saja, masih punya banyak waktu molor, bengong atau kelayapan tanpa tujuan, pesan ITU TAK BERLAKU!

Kalau Anda punya hobi menulis, sempatkan mengikuti event blog competitiondari Kompasiana/situs lain. Sembari melatih dan menilai kemampuan menulis, siapa tahu Anda pemenangnya!

Tak hanya bekerja dan joinberagam lomba menulis, saya pun belajar menanam sayuran dengan teknik hidroponik.

Dengan tujuan, supaya nggak gendhengmenghadapi lingkungan yang makin materialistis. Supaya fisik makin sehat sebab kandungan kimiawi dalam sayuran terkendali. Supaya pengeluaran untuk sayur terkontrol sebab tak perlu beli di pasar. Yang lebih penting, kalau makin pintar bercocok tanam, saya bisa jual ke pasar untuk tambahan pemasukan.

Intinya, konsisten memperbarui ilmu. Jangan batasi diri dengan gengsi, apalagi merasa mentok hanya mampu membidangi satu hal seumur hidup.

Keempat,bagilah pemasukan Anda ke dalam beberapa pengeluaran secara jelas dan terarah. Pengeluaran tersebut antara lain,

  • Kebutuhan sehari-hari; konsumsi, listrik, transportasi, tagihan telepon dan internet. (*Tambahkan sendiri sesuai kebutuhan penting Anda)
  • Cicilan rumah/kendaraan/barang elektronik. (*Jika ada. Jika tak ada, ya Alhamdulillah) Jangan melakukan kredit untuk benda apapun jika memang pemasukan Anda belum mampu mencapainya. Pemasukan memang cukup untuk membayar DP dan cicilan /bulan. Tapi, bukankah benda yang dibeli membutuhkan perawatan? Seperti mobil yang butuh bahan bakar tiap kali jalan, perawatan intensif agar awet dan pajak tahunan yang harus dibayar. Hitung dulu semua pengeluaran Anda, perhatikan apakah benar-benar membutuhkan atau demi gengsi semata. Tanyalah teman yang pernah kredit, apakah ada biaya tambahan atau biaya tersembunyi. Pikirkan matang-matang sebelum memutuskan kredit!
  • BPJS kesehatan (*Jika ada. Jika tak ada, tetap sisihkan sebesar 5% dari gaji sebagai simpanan kesehatan)
  • Lakukanlah investasi. Sebab di usia muda, kita belum memiliki banyak resiko. Belum ada tanggungan anak-keluarga, jadi kita lebih leluasa memanfaatkan pemasukan. Kalau pun gagal, fisik ini masih gesit untuk bangkit lagi. Saham menjadi pilihan saya untuk berinvestasi sebab keuntungannya akan kita rasakan dalam jangka panjang. Ini sesuai dengan tujuan saya, yakni sebagai cadangan masa depan. Saya paksa diri ini untuk menunda kesenangan, tidak membeli barang-barang konsumtif dan disiplin menyisihkan 10% dari gaji untuk membeli saham. Jika tak tertarik pada saham, ada banyak pilihan investasi lain. Seperti emas, deposito atau properti.
  • Jangan lupa menabung! Saya tak pernah menyisihkan besaran khusus untuk menabung. Setelah kebutuhan di atas terpenuhi, semua pemasukan saya masukkan kategori tabungan.

Sekalipun tabungan masuk kategori investasi, tapi saya membedakan 'maksud' investasi dan tabungan.

Investasi benar-benar tak boleh disentuh. Ianya saya ciptakan untuk masa pensiun kalau memang diijinkan Tuhan hidup sampai waktu itu. Saya berharap bisa menikmati masa tua tanpa bingung kemana harus mencari penghidupan. Saya berharap hidup tenang di masa tua tanpa mengandalkan anak-cucu.

Tabungan sendiri gunanya untuk uang cadangan yang sifatnya mendadak seperti; kecelakaan, kematian atau kebutuhan ibadah; zakat, berangkat haji, umrah, berkurban. Sebab itu, alokasi uang yang disisihkan tiap bulan untuk menabung harus lebih besar ketimbang yang lain.

Saya tidak takut untuk menabung di bank. Sebab lebih aman, terhindar dari pencurian, perampokan atau kebakaran. Bank tempat saya menabung pun telah dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Semua bank konvensional dan syariah di Indonesia sudah dijamin keamanannya oleh LPS. Apabila Anda lebih tertarik menabung di bank asing, Bank Swasta Nasional, Bank Pembangunan Daerah dan Bank milik pemerintah pun tak perlu ragu.

Lembaga pemerintah ini menjamin simpanan kita aman saat terjadi sesuatu terhadap bank. Jika uang dalam rekening kita masih masuk dalam nilai simpanan yang dijamin LPS, maka nasabah bisa mengajukan klaim dan meminta ganti.

Saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank sebesar Rp 2 milyar. Namun, ada syarat yang perlu nasabah penuhi lebih dulu sebelum melakukan klaim.

  • Simpanan kita tercatat dalam pembukuan bank
  • Kita tidak memperoleh bunga simpanan melebihi tingkat suku bunga wajar yang ditetapkan LPS /nasabah tidak menerima imbalan tak wajar dari bank
  • Kita tidak melakukan tindakan yang membuat bank merugi, seperti kredit macet

Jika syarat di atas sudah terpenuhi, nasabah bisa mengajukan klaim paling lambat 5 tahun sejak izin usaha bank dicabut. Kemudian, LPS akan mengganti simpanan kita sesuai dengan jumlah saldo yang dijaminnya paling lambat 5 hari kerja setelah data-data kita terverifikasi.

Uang kita benar-benar aman di bank! Kalaupun terjadi resiko pada bank, langkah pengajuan klaim ke LPS tidak berbelit-belit.

Jadi, Anda masih takut menabung di bank? Ah, dasar cemen! Kredit aja berani, masak nabung yang menguntungkan masa depan masih pikir-pikir?!

*Referensi: lps.go.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun