Mohon tunggu...
Lintang Gumilang
Lintang Gumilang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penikmat senja

Seorang ibu pembelajar yang jatuh cinta pada literasi dan gila membaca. Penulis kelahiran asli kota Malang ini sangat bersyukur bisa menulis dan menerbitkan antologi dengan harapan agar tulisannya bisa bermanfaat bagi semua pembacanya.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Rindunya Hati Berlomba-lomba dalam Kebaikan di Bulan Suci

1 April 2023   15:43 Diperbarui: 1 April 2023   15:46 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pikiranku melayang jauh ke hari-hari sebelum menikah dan masih memiliki banyak waktu luang. Bagaimana aku benar-benar menghamba dan bermunajat secara utuh bersama Rabb-ku.

Setiap perjalanan memang membawa ceritanya masing-masing, agar aku tetap bisa bermuhasabah dalam memaknai setiap ibrah Ramadan.

Saat hamil anak pertama, aku sangat menikmati setiap perjalanan Ramadan. Berbagai macam saran memang membolehkan aku tidak berpuasa. Karena memang ibu hamil mendapatkan rukhsah untuk tak berpuasa.

Banyak yang mengkhawatirkanku akan lemas dan kurang asupan gizi. Kondisiku yang sedang hamil dan sakit memang membuatku benar-benar berpasrah pada Allah. Saat itu aku sedang terinfeksi Toxoplasma. Bagaimana khawatirnya aku terhadap keselamatan jabang bayi ini. Banyak "what if" yang berkecamuk melintas di kepalaku. Dan lagi-lagi aku hanya bisa menyerahkan sepenuhnya pada Allah.

Bulan Ramadan adalah sebaik-baiknya waktu memohon dan berdoa. Aku tak henti-hentinya merapal doa dan berharap doa-doa ini menembus langit tanpa batas. Setiap malam aku bersujud lebih lama. Sibuk mengikuti kajian sana sini.

Saat diberi amanah anak kedua pun aku bertemu Ramadan kembali. Meskipun membersamai toddler dan sedang hamil 4 bulan, tak melunturkan niatku menngkatkan ibadah. Bisa puasa Ramadan dua tahun berturut-turut sebulan penuh memang membuatku menikmati setiap momennya.

Selamat datang kembali Ramadan tahun ini!

Manusia Bisa Berencana, Tapi Hanya Allah Sebaik-baiknya Pembuat Keputusan

Padahal rencananya aku ingin meningkatkan ibadah di saat anak-anak sudah mulai belajar puasa.

Peranku sebagai seorang ibu dan istri tampaknya sedang diuji. Entahlah, Ramadan kali ini aku seperti jauh dari Rabb-ku. Aku belum bisa memaksimalkan ibadah. Picik rasanya kalau harus menyalahkan suami dan anak-anak.

Beberapa minggu yang lalu, suamiku baru selesai operasi di bagian lutut. Ini membuatnya tak bisa berjalan normal. Menggunakan kruk sebagai alat bantu jalan, membuatnya tak bisa banyak melakukan aktivitas. Geraknya yang terbatas, membuatku menjadi pengganti kakinya saat ini.

Bahkan dia harus mengambil cuti tak tanggung-tanggung sampai dua bulan lamanya. Sampai pemulihan dan fisioterapi selesai.

Semua tugasnya pun beralih menjadi tanggung jawabku. Mulai dari antar jemput anak sekolah, mengantarnya fisioterapi seminggu tiga kali, membantunya mandi, makan, sampai mengganti baju. Sepertinya aku punya empat anak di rumah!

Capek? Jangan ditanya!

Belum lagi kalau anak-anak bikin drama yang cukup membuatku jadi monster. Hahaha.

"Ibuuu, jangan marah-marah dong! Kan ibu sendiri yang bilang kalau puasa ngga cuma menahan haus sama laper, tapi juga menahan marah-marah. Hayooo lho, Bu.." seru si sulung saat aku mulai bicara dengan nada tinggi.

Aku kembali ber-istighfar.

Saat bulan biasa saja bagiku sudah cukup menguras tenaga, apalagi bulan puasa seperti sekarang. Rasanya benar-benar susah menemukan momen mesra bermunajat pada Allah dalam melangitkan doa.

Kok aku puasa hanya sekadar menahan haus dan lapar. Di sela-sela kesibukanku sungguh susah sekali mengontrol emosi yang datang dan pergi tak terkendali.

Bahkan aku menjadi ngga sempat membersamai anak-anak buat belajar ngaji atau menyimak muroja'ah. Saking sibuknya dengan urusan domestik dan kerjaan yang ngga kelar-kelar.

Padahal anak-anak ini adalah calon pejuang masjid yang kelak akan memakmurkan masjid. Anak-anak calon penerus generasi Rabbani. Anak-anak saleh ini adalah calon imam besar. Lelaki yang akan memiliki tanggung jawab sebagai imam keluarga, sebagai nahkoda kapal bahtera rumah tangga.

Anak-anak bukan alasan yang menyebabkan tingkat ibadah kita mengendur. Justru anak-anak adalah alasan kita meningkatkan ibadah, sebagai bentuk tarbiyah untuk mereka. 

Bukankah kita sebagai orang tua adalah teladan bagi setiap anak?

Memaknai Ramadan dengan Berlomba-lomba dalam Kebaikan

Tujuh hari pertama Ramadan aku sudah tidak berpuasa. Rasanya aku sudah ketinggalan banyak. Aku seperti tidak mendapatkan vibes hari pertama bulan suci.

Saat itu anakku tanya, "Kok ibu ngga puasa, ngga shalat sih? Katanya puasa Ramadan wajib kan, Bu?"

Di sinilah aku juga menanamkan tarbiyah kepada anak-anak. Bahwa seorang perempuan juga memiliki udzur yang membolehkan mereka tidak melakukan ibadah wajib.

"Iya ibu sedang haid, keluar darah yang menyebabkan ibu tidak diperbolehkan berpuasa atau shalat, Nak. Nanti setelah selesai Ramadan, ibu akan meng-qadha puasa yang terlewatkan," jawabku.

"Lho, berarti ibu ngga dapat pahala dong?" tanya Ghazan melanjutkan. Anakku yang masih TK B ini sudah belajar puasa sampai magrib. Alhamdulillah.

"Kata siapa? Allah itu Mahabaik, Kak. Meskipun Ibu ngga puasa tapi Ibu juga mendapatkan pahala seperti orang berpuasa," jawabku.

Kemudian aku memberi tahu sebuah hadits Tirmidzi,

"Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga." 

(HR Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5: 192, Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Tak ada alasan lagi untukku untuk mengambil jeda. Sesungguhnya di bulan ini semua kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya.

Dari suami dan anak-anak jugalah aku belajar kesabaran. Sampai aku teringat sebuah ayat dari surat Az-Zumar:

"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas."

(QS. Az-Zumar: 10)

Dari kesabaran lah kita akan mendapatkan pahala tanpa batas. Tak apa kalau harus lelah sementara, nantinya kita akan memanen buah yang manis di surga, insya Allah.

Semoga semua lelah ini menjadi Lillah. Semoga dari suami yang rida maka akan turun rida Allah. Dan aku adalah seorang ibu yang mempersiapkan itu.

Duhai Allah, di antara sujud dan di antara tengadah doaku yang masih sedikit, aku mengharap rida-Mu.

Duhai Allah yang Maha Pemurah, diantara naik turunnya imanku, dan sekian banyak kelalaianku, berjuta nikmat-Mu tak pernah henti mendatangiku.

Setiap detik tanpa jeda hingga habis jatah waktuku di dunia ini, sebagai khalifah di muka bumi. Engkau mencukupkan segala rezeki untukku.

Tapi sungguh aku lupa untuk bersyukur dan aku sungguh hina karena selalu merasa kekurangan.

Wahai Allah yang Maha Pengampun, ampunilah hamba yang fakir ini, berikanlah aku kesempatan memperbaiki diri di sisa Ramadan kali ini, dan aku siap berlomba dalam kebaikan. 

Sekarang aku harus mengejar ketinggalan. Masih ada 20 hari untuk berlari.

"...Maka, berlomba-lombalah kamu dalam berbuat..."

(Al-Baqarah: 148)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun