Mohon tunggu...
Linggar Rimbawati
Linggar Rimbawati Mohon Tunggu... Guru - Tidak punya jabatan

Penulis kelahiran Jambi yang selalu rindu Solo. Manulis cerpen, puisi, dan esai ringan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Cerita Wangi: Surat Kematian Ibu (Bag.1)

26 Juli 2024   16:10 Diperbarui: 26 Juli 2024   16:17 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

"Orang-orang bilang kamu nyiram muka Pak RT pakai air kopi. Emang kamu dimintai uang berapa tho buat surat kematian ibu? Mbok kasih saja semampunya."

"Pakai harga diri keluarga. Bukan sekadar uang."

"Maksudnya? Kamu nggak mau ya, cepat dapat warisan itu? Kalau kamu nggak butuh, aku yang butuh, Yu!"

Bangun masih mengejar saya hingga ke bagian belakang rumah. Di bagian rumah ini terasa lembab dan pengap sebab tak ada matahari dan udara yang mengalir.

"Mbuh. Aku arep ngising! Kowe arep melu?"

Saya membanting pintu kamar mandi dan mulai menangis sendiri. Ibu saya mati kemarin sore, tetapi baru sekarang air mata saya sanggup untuk tumpah. Mata saya basah dalam cahaya remang lampu neon lima watt.  

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun