"Orang-orang bilang kamu nyiram muka Pak RT pakai air kopi. Emang kamu dimintai uang berapa tho buat surat kematian ibu? Mbok kasih saja semampunya."
"Pakai harga diri keluarga. Bukan sekadar uang."
"Maksudnya? Kamu nggak mau ya, cepat dapat warisan itu? Kalau kamu nggak butuh, aku yang butuh, Yu!"
Bangun masih mengejar saya hingga ke bagian belakang rumah. Di bagian rumah ini terasa lembab dan pengap sebab tak ada matahari dan udara yang mengalir.
"Mbuh. Aku arep ngising! Kowe arep melu?"
Saya membanting pintu kamar mandi dan mulai menangis sendiri. Ibu saya mati kemarin sore, tetapi baru sekarang air mata saya sanggup untuk tumpah. Mata saya basah dalam cahaya remang lampu neon lima watt. Â
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H