Mohon tunggu...
Lince Ritonga
Lince Ritonga Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Horass...\r\n\r\nAnak Medan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mutiara Hati

11 April 2016   14:57 Diperbarui: 11 April 2016   15:03 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mengapa umi menangis?" pertama kalinya disambut dengan isak tangis yang tersedu-sedu.
 "Abi sudah pulang!" dengan suara yang masih gemetar.

" katakan apa yang membuat mu menangis?" itu suatu pertanda marah yang mulai mendalam. Istrinya mengangguk dan menggelengkan kepalanya. Ia meraih bahu suaminya, lalu memeluknya dengan erat.

" Apa umi tidak bahagia?" suara lembut pria berumur separuh baya itu. Didalam hatinya merasa sangat bersalah, maafkan abi sayang hatinya berkobar meniupkan sejatinya.

" katakan sayang" seiring perlahan tangannya menghapus air mata mahkota hatinya. Sementara itu istrinya tetap memeluk walau badannya menusuk dihidung.

" Abi tidak akan meninggalkan umi kan?" ia masih menyandar manja diatas dada pria itu. Suaminya tertawa sambil mengecup keningnya, mengambil juga mencium punggung tangannya
 " kita akan selalu bersama kecuali maut yang datang"kalimatnya tiada kalah dengan wajah yang kalem dan meneduhkan wanita itu.

Istrinya tersenyum bebas tanpa ragu, ternyata ketika kita ingin berlian maka kita harus ketoko berlian juga, dalam hati yang menghilangkan was-was terhadap kontrakan yang menunggak.

“Akan tetapi jauh lebih nyaman, karena suami adalah rumahku, karena dia yang menyetir. Tugasku hanya mengingatkan, mencegah penghambat dalam perjalanan, bukan jadi sipintar akan kekurangannya” menerka hati yang mulai tersembunyi.

"Syukron abi" ucap wanita muda itu.

Hari itu ada pengajian tetangga, “ akh sudahlah “ ucap hatinya seolah mengikuti rasa malas. Melihat beberapa lipatan baju, “ini sudah, itu sudah sepertinya aku Cuma punya 3 baju” dengan berat langkah untuk menjemput  amal.

Jika kesusahan dihadapkan, maka itu akan membuka lukanya. Air mata itu tidak akan tertahan, mengingat cintanya tidak direstui oleh keluarganya sendiri.

“ Tapi tenanglah hati, aku baru merasakan namanya damai setelah mengenal dia” ucap hatinya melabui keadaan yang sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun