Mohon tunggu...
Lince Ritonga
Lince Ritonga Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Horass...\r\n\r\nAnak Medan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mutiara Hati

11 April 2016   14:57 Diperbarui: 11 April 2016   15:03 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Aku tidak tahu umur berapa aku diperkenalkan dengan Tuhan”.

“ Segala kehidupan keluarga hanya cambukan batin “ usai pengajian itu. Sahabatnya terdiam sejenak, melihat lelah yang tak berkesudahan akan masalahnya. Masyaallah, kasihan sekali dalam hati sahabatnya.

“ Tidak ada yang beres, semuaya kacau”, “ tapi tetap saja rindu ”tambahnya lagi. Duduk berdua disudut teras rumah sahabatnya.

“ Semua akan baik-baik saja”ucap sahabat menenangkan hatinya. Ia spontan menolak pinjaman sahabatnya,  Ia terus saja menolak, “ sudah izin dari suami”meyakinkan dengan senyum persahabatan.

“ Iya, terimakasih yah”.

“ belum rezeki, padahal abi sudah masukkan beberapa lamaran ke Pt itu” sambil membolak balikkan surat lamarannya. “ Abi, umi sudah bayar uang kontrakan yach “ sedikit was-was, karena baru pertama kalinya ia melakukan suatu hal tanpa sepengetahuan suaminya. Raut wajahnya sedikit berubah, sempat beberapa menit pria itu terdiam.

“ Dapat uang dari mana, kenapa nggak tunggu abi gajian dulu !” perasaan kecewa juga malu sama tetangganya.

“ Kalau seperti ini terus, lebih baik kita pulang kekampung !” , “ disana ada ladang, yah ternak juga boleh nanti”. Istrinya terdiam, ia langsung membayangkan bagaimana nanti kehidupan disana. Sementara pulang lebaran saja ia sudah tak kerasan. Tapi khawatir itu  cepat-cepat ia rapikan takut membuat cemas dihati suaminya.

“ Terserah abi saja..”.

Setelah semuanya dipertimbangkan, mereka memutuskan untuk pulang kampung. Segala utang piutang dilunaskan terlebih dahulu, banyak tetangganya merasa kehilangan. Yang namanya dirantau, semua terasa seperti keluarga.

Setelah sampai dikampung, mereka disambut oleh orang tua suaminya. Udara yang sejuk dingin merangkul tubuh, merasa ada teguh bersatu seluruh jiwa. Wahai desaku, wahai tanah lahirku dalam hati yang berkobar, sementara istrinya sesekali tersenyum melihat pahatan gunung juga mendengar suara kicauan burung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun