"Nek, aku mau jujur kepadamu. Aku siap menerima semua resiko karena aku sudah berniat jujur," kataku di depan nenekku.
"Jujurlah. Kejujuran itu adalah lebih utama!" ujar nenekku kala itu.
"Nek, maaf ya Nek! Selama 90 hari, aku sudah mencuri uang Nenek. Setiap hari aku mencuri uang Nenek Rp 20.000,00 tetapi itu tak tanpa sebab, Nek!" kataku dengan pasrah.
Tiba-tiba nenek memeluk tubuhku erat-erat. Mencium pipiku lalu mengusap punggungku.
"Nek, kenapa Nenek tidak marah kepadaku?" tanyaku.
"Calya! Nenek menghargai kejujuranmu. Dan tadi kamu bilang, kamu melakukan itu tak tanpa sebab? Kenapa? Ada apa Calya? Ceritakan secara jujur kepada Nenek!" pinta Nenekku.
Kemudian aku bercerita jujur dan detail kepada nenek. Aku tidak mengarang cerita sedikitpun, semuanya jujur. Tidak ada yang aku tutupi.
"Calya! Kamu tidak bersalah. Seandainya dari awal kamu ceritakan semua itu, Nenek akan membelamu!" kata Nenekku yang membuatku semakin kagum.
"Lalu, bagaimana dengan sisa dua bulan yang harus aku bayarkan kepada Dito, Nek?" lanjutku.
"Itu urusan Nenek. Tak usah kamu membayar lagi. Nenek mau menyelesaikan dengan orang tua Dito, bahkan kepala sekolah!" terangnya tegas.
"Baiklah, Nek! Maafkan aku, Nek! Aku berjanji aku tidak akan mengulanginya lagi dan aku akan belajar untuk menjadi lebih baik," lanjutku.