Mohon tunggu...
Lina WH
Lina WH Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

• Ibu dari seorang anak laki-laki, Mifzal Alvarez.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Fabel - Persahabatan Akil dan Noya [Bagian 7]

7 Januari 2019   12:15 Diperbarui: 7 Januari 2019   12:24 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bagian 1 - Bagian 2 - Bagian 3 - Bagian 4 

Bagian 5 - Bagian 6 

Hari sudah menjelang sore, namun Akil belum juga bangun dari tidurnya. Ibu Noya makhlum, karena semalaman Akil tidak juga tidur. 

"Ibu, kenapa Akil belum bangun? Aku ingin bermain dengan Akil," kata Noya dengan rengekan manja. 

"Noya, biarkan Akil tetap tidur. Akil tidak tidur semalaman," jawab Ibu Noya. 

"Tapi aku suka bermain. Bermain ini menyenangkan," lanjut Noya. 

Ibu Noya lalu mengangkat tubuh mungil Noya yang kemudian didudukkan di pangkuan. Noya semakin manja.

"Noya, Akil tidak tidur semalaman. Kalau kurang tidur, badan Akil akan menjadi lemah, lalu sakit. Mau Akil sakit?" 

"Tidak, Ibu!" jawab Noya dengan suara keras. 

"Makanya, biarkan Akil tetap tidur. Supaya tenaganya pulih," lanjut Ibu Noya sembari menurunkan Noya dari pangkuannya. 

Sementara itu, Ayah Noya sudah pulang dari bekerja. Noya menyambutnya dengan bersalaman, mencium tangan dan meminta gendong dengan manja. 

"Ayah, Akil belum bangun," kata Noya manja dalam gendongan sang Ayah. 

"Biarkan saja, Akil tidak tidur semalaman!" 

"Tapi Akil tidak mati, kan?" tanya Noya dengan polosnya. 

"Noya, Akil itu tidur pulas karena semalaman Akil tidak tidur," kata Ayah Noya sambil mengusap-usap kening Noya. 

"Tapi saat aku intip, Akil tidak bergerak. Aku takut Akil mati," lanjut Noya dengan kata-kata polosnya. 

Ayah Noya lalu membawa Noya masuk rumah, dan mendudukkan Noya di kursi ruang keluarga. Sementara Ibu Noya masih sibuk di dapur menyiapkan makanan untuk makan malam. 

"Noya, tidak boleh berkata seperti itu, ya! Akil makan banyak, kok! Akil kuat. Akil juga sehat!" terang Ayah Noya kemudian. 

Lalu ayah Noya dan Noya pun bercanda bersama dan sesekali tertawa bersama. Ibu Noya kadang tersenyum sendiri di dapur mendengar candaan Ayah dan anak tersebut. 

"Ayah, silahkan minum teh hangatnya!" kata Ibu Noya sembari menghidangkan minuman teh hangat kepada ayah Noya. 

"Aku boleh mencicipi?" tanya Noya dengan manja. 

"Noya, kalau Noya mau biar ibu buatkan. Jangan minum punya Ayahmu. Itu tidak sopan, Nak!" kata Ibu Noya kemudian setelah mendengar ucapan Noya. 

"Tapi aku ingin punya Ayah!" rengek Noya kemudian. 

"Tidak boleh, Noya! Itu tidak sopan." 

Noya pun akhirnya menurut apa kata Ibunya. Tidak lama kemudian, bel rumah Noya berbunyi. Itu adalah tanda jika ada tamu yang sudah di depan rumah. 

"Ayah, biar aku saja yang membukakan pintu," kata Noya sambil berlari menuju pintu. 

"Selamat sore Noya. Ada Ayahmu di rumah?" tanya Pak Elang, tamu yang ternyata datang ke rumah. 

"Selamat sore, Paman. Ayah ada di rumah. Silahkan masuk," kata Noya dengan sopan kepada Pak Elang. 

Pak Elang lalu masuk dan disambut oleh Ayah dan Ibu Noya. 

"Saya sudah berkeliling di desa Meadow Green. Tapi kedatangan saya tidak disambut baik oleh warga. Mereka ketakutan. Mungkin mereka sangka, saya hewan kanibal," kata Pak Elang membuka pembicaraan. 

"Oh, begitu! Ini sungguh merepotkanmu, Pak Elang!" kata Ayah Noya kemudian. 

"Tak mengapa, Pak. Mungkin sejarah terdahulu yang membuat masyarakat Meadow Green sangat takut melihat saya datang," lanjut Pak Elang. 

Lalu tiba-tiba Akil keluar dari pintu kamar. Kemudian lari menuju Pak Elang. 

"Paman, sudah bertemu dengan ibuku ya?" tanya Akil dengan penuh harap. 

"Belum, Akil. Tadi Pagi ke desa Meadow Green. Kamu tahu desa itu?" lanjut Pak Elang. 

"Aku tidak tahu!" jawab Akil yang kemudian terduduk lesu di kursi samping Pak Elang. 

"Anak hilang, anak hilang...!" kata Noya dengan olok-olokan yang membuat Akil marah. 

Ayah Noya lalu mengalihkan pembicaraan Akil supaya tidak memukul Noya. Sementara Ibu Noya menasehati Noya dengan pelan dan lembut, supaya Noya bisa mengerti. 

"Bagaimana jika besok Akil ikut terbang bersama Paman? Supaya pencarian tentang keluargamu cepat selesai," Pak Elang pun menawarkan satu cara kepada Akil dan berharap Akil tidak menolaknya. 

"Boleh, Paman! Itu pasti akan menyenangkan," kata Akil yang menyetujui ajakan Pak Elang. 

Setelah banyak berbicara dan makan bersama, Pak Elang pun pamit undur diri. 

Akil dan Noya pun akhirnya main bersama. Bernyanyi bersama. Dan sesekali berdebat. Ayah dan Ibu Noya tetap mengawasi mereka. 

"Noya, kamu bisa bernyanyi? Nyanyi tentang Noya," kata Akil kemudian. 

"Apa itu? Aku tidak tahu," jawab Noya yang merasa kebingungan dengan pertanyaan Akil. 

"Aku akan membuat lagu untuk kamu. Boleh?" tanya Akil kemudian. 

"Boleh!" jawab Noya dengan girang, karena Akil akan membuatkan lagi untuknya. 

"Dengarkan baik-baik ya!" 

"Baiklah, Akil!" 

"Noya si kelinci, anak yang pintar. Anak yang cerdas dan juga sehat. Selalu nurut Ayah dan Ibu. Selalu patuh. Dan baik hati," Akil pun menyanyikan lagu untuk Noya. 

Noya sangat senang dan menyuruh Akil menyanyikan lagu itu kembali. Berkali-kali hingga akhirnya hafal. Kemudian mereka nyanyi bersama sambil menari.

"Ayah, Ibu! Lihat kami. Kami akan bernyanyi sambil menari. Akil membuatkan lagu untukku. Lagi itu sangat indah dan aku sangat menyukainya!" kata Noya dengan girang.

"Akil, kamu pintar. Siapa yang mengajari?" tanya Ibu Noya berbasa-basi. 

"Ibuku yang mengajari. Ibuku suka mengajari aku dengan lagu-lagu. Kata Ibuku supaya aku mudah mengerti dan memahami," jawab Akil dengan jujur dan wajah yang berseri karena bahagia. 

"Baiklah, Akil. Besok ajari Noya lagi yang lainnya, ya!" kata Ibu Noya. 

Akil dan Noya pun kelihatan semakin akur dan rukun. Jarang bertengkar dan Akil jarang memukul. Tetapi saat bermain bersama, tetap harus diawasi. 

Bersambung... 

Ditulis oleh Lina WH 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun