Caltha sedang asyik bermain bersama adik-adiknya di dalam humus tanah teratas. Pagi ini matahari cerah dengan sinar yang hangat. Sangat enak di badan karena mengandung vitamin D.
Viena, Winnie, Xavier, Yigit dan Zain adalah nama-nama adik Caltha yang masih sangat bayi. Meraka harus terus didampingi dan dijaga setiap saat. Caltha yang bertugas mengasuh adik-adiknya, karena Ayah dan Ibunya harus bekerja keras mencari makanan buat mereka.
"Viena, Winnie, Xavier, Yigit, Zain! Kemarilah ini sudah terlalu lama kita berjemur. Terlalu lama itu tidak baik dan akan membuat kulit kita kepanasan," kata Caltha kepada adik-adiknya.
"Aku tidak mau!" Jawab Viena sambil bergelantungan di pangkal rumput yang tumbuh subur.
"Aku juga tidak mau. Lihatlah aku menemukan mainan baru. Ini sangat kenyal untuk kita tidur. Coba lihat, Caltha!" Zain pun menjawab sambil menunjukkan sesuatu yang ditemukannya.
Caltha lalu berjalan menuju ke arah Zain. Adik-adiknya yang lain pun mengikutinya. Dan betapa terkejutnya Caltha setelah tahu yang dimaksud Zain adalah larva Bibi Karen si kumbang yang bersarang di atas pohon trembesi.
"Zain, jangan! Itu larva kumbang anak Bibi Karen. Ayo turun! Dia pasti kesakitan," kata Caltha dengan keras, sambil membimbing Zain untuk turun dari tubuh larva kumbang yang masih bayi dan berbadan empuk tersebut.
"Tapi ini sangat enak untuk dinaiki," jawab Zain dengan senyum tipisnya.
"Aku mau coba naik!" Kata Xavier dan diikuti pula oleh yang lainnya.
Mereka lalu beramai-ramai hendak menaiki larva kumbang. Suara mereka sangat berisik. Caltha sangat kebingungan menghadapi tingkah adik-adiknya tersebut.
"Aku mohon hentikan!" Teriak Caltha dengan muka membiru karena panik.
Tetapi teriakan Caltha tersebut tetap tidak dihiraukan. Dan adik-adiknya tetap saling berebut naik ke tubuh larva kumbang.
"Hentikan!" Teriakan Caltha kali ini sangat keras dan membuat adik-adiknya kaget lalu menghentikan usaha menaiki larva kumbang.
"Ada apa, Caltha?" Tanya Yigit dengan rasa ingin tahu yang tinggi.
"Ayo kalian ke sini," perintah Caltha dan dipatuhi oleh adik-adiknya.
Adik-adik Caltha berjalan perlahan menuju Caltha. Lalu berbaris seperti urutan biasanya. Dari kiri ke kanan adalah Viena, Winnie, Xavier, Yigit dan Zain. Urutannya selalu seperti itu, karena ide Caltha supaya mereka tidak saling berebut. Saat tidur, makan atau duduk bersama pun urutannya selalu seperti itu.
"Dia itu larva Bibi Karen. Si kumbang yang bersarang di atas pohon trembesi itu. Dia juga makhluk hidup seperti kita. Dia akan kesakitan kalau kalian perlakukan seperti itu," kata Caltha dengan suara yang lembut.
"Tapi kenapa dia di sini?" Tanya Winnie kemudian.
"Aku tidak tahu. Mungkin dia terjatuh. Kasihan Bibi Karen, pasti sekarang sedang kebingungan mencarinya," jawab Caltha dengan lembut dan senyum tipisnya.
"Hai, lihatlah ke atas pohon trembesi itu. Aku tidak melihat ada sarang kumbang di sana," kata Yigit sambil menengadah  melihat pohon trembesi.
Kemudian saudara yang lain pun ikut menengadah ke atas. Matanya memandang dengan penuh seksama. Tetapi tidak menemukan sarang kumbang di atas sana.
"Iya, benar. Ada apa gerangan?" Kata Viena dengan penuh keheranan.
"Aku tidak tahu. Pasti ini hal buruk yang tidak diinginkan oleh Bibi Karen," kata Caltha kepada adik-adiknya.
"Larva ini sepertinya kepanasan. Ayo kita carikan selimut untuknya," kata Zain yang menemukan ide bagus.
"Baiklah, kalian silahkan mencari daun kering di sekitar sini. Aku akan menjaga larva," kata Caltha kemudian.
Viena, Winnie, Xavier, Yigit dan Zain pun saling bekerja sama mencari daun kering yang tebal untuk selimut larva. Dan daun kering tersebut ditemukan sangat dekat dari tempat mereka. Lalu mereka membawanya dengan bersama-sama, supaya terasa lebih ringan.
"Catlha, ini sungguh melelahkan dan terasa berat bagi kami," kata Winnie setelah sampai membawa daun kering tersebut ke hadapan Catlha.
"Sesuatu yang berat jika dikerjakan secara bersama-sama pasti akan menjadi ringan," kata Caltha dengan senyum tipisnya.
"Iya benar, Caltha," sahut Winnie dengan matanya yang berbinar gembira.
Viera dan Zain lalu membersihkan tubuh larva yang banyak bercak tanahnya. Dengan perlahan dan penuh kasih sayang. Dan tiba-tiba air mata larva mengalir saat pipinya dielus oleh Winnie.
"Lihatlah...! Larva ini menangis. Tanganku basah karena air matanya. Apakah dia merasa kesakitan?" Kata Winnie dengan merasa iba.
"Mungkin dia kepanasan," jawab Caltha.
"Baiklah, kita selimuti sekarang," lanjut Yigit dengan semangat.
"Jangan diselimuti. Tetapi kita buatkan rumah-rumahan. Kalau diselimuti, dia akan merasa gerah," kata Caltha kemudian.
"Lalu?" Tanya Xavier dengan keheranan.
"Kita harus cari ranting kecil untuk membuat tiang. Kira-kira empat buah. Lalu daun kering ini nanti akan dijadikan atap yang ditaruh di atas tiang," Caltha pun menjelaskan kepada adik-adiknya dan memulai kerjasama yang sempurna tanpa ada kata iri.
"Apakah kalian haus?" Tanya Caltha kepada adik-adiknya saat selesai mengumpulkan empat ranting kecil untuk membuat tiang.
"Iya, aku haus," jawab Winnie yang kemudian diikuti oleh Viera, Xavier, Yigit dan Zain.
"Baiklah! Aku aku akan mencarikan minum untuk kalian. Kalian tunggu di sini sambil istirahat. Jangan pergi ya, tetap jaga larva ini," kata Caltha berpesan kepada adik-adiknya.
Kemudian Caltha pun meninggalkan adik-adiknya untuk mencarikan minum dari sisa embun pagi yang masih segar. Selang beberapa menit pun Caltha datang dengan membawa minum yang banyak.Â
Mereka minum bersama dengan nikmat. Lalu, Caltha menyuapi minuman kepada larva tersebut dengan sendok yang terbuat dari daun rumput. Dengan penuh kasih sayang dan rasa iba, mereka memperlakukan larva kumbang tersebut seperti keluarganya sendiri.
"Ayolah kita buat sekarang rumah-rumahan untuk larva ini," ajak Yigit yang sudah tidak sabar.
Caltha pun setuju dan memulainya dengan menancapkan empat buah ranting kecil disetiap sudut segiempat seluas tubuh larva. Lalu menaruh daun kering di atas ranting yang sudah ditancapkan.
"Ini sangat sulit," kata Winnie sambil memanjat salah satu ranting.
"Tenanglah. Ini akan terasa ringan jika dikerjakan bersama-sama. Aku akan membantu kalian satu persatu," kata Caltha memberi support kepada adik-adiknya.
Dengan usaha kerjasama mereka, akhirnya rumah-rumahan untuk larva kumbang pun akhirnya selesai. Larva pun merasa lebih teduh dari sebelumnya. Kulitnya yang tipis berwarna putih kemerahan itu nampak tenang sekarang.
"Semoga tidak terjadi hujan ataupun angin kencang yang akan merusak rumah-rumahan larva ini hingga kita menemukan Bibi Karen," kata Caltha dengan penuh harap.
"Aamiin," Viera, Winnie, Xavier, Yigit dan Zain pun juga berharap hal yang sama seperti Caltha.
Bersambung...
Ditulis oleh Lina WH
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H