Mohon tunggu...
Lina Nurdiyana
Lina Nurdiyana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa SOSIOLOGI FISIP UIN JAKARTA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ekowisata sebagai Modal Pembangunan Ekonomi, Studi Kasus: Mandalika

27 Juni 2022   22:46 Diperbarui: 27 Juni 2022   23:32 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dari segi ekonomi Indonesia menjadi salah satu negara di Asia Tenggara, yang secara persentase jumlah pertumbuhan ekonominya relatif stabil. Walaupun pada tahun 2020 hanya mencapai 2,07%, dan hal tersebut tentu diakibat oleh kondisi pandemi yang masih terus berlanjut. 

Akan tetapi ekonomi Indonesia mampu menunjukkan hasil kinerja yang sangat positif, yakni dengan jumlah persentase pertumbuhan ekonomi sebesar 3,51% pada kuartal-III tahun 2021. Maka dapat diprediksi jumlah persentase tersebut akan terus meningkat mencapai angka 5% pada akhir tahun. 

Percepatan pembangunan ekonomi yang merata adalah salah satu tujuan Pemerintah Indonesia. Salah satu terobosan yang dilakukan Pemerintah untuk mewujudkan hal ini adalah melalui pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di berbagai wilayah Indonesia. Wilayah-wilayah ini ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan usulan dari Badan Usaha dan Pemerintah Daerah.

Mandalika menjadi salah satu wilayah yang termasuk ke dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yang terletak di bagian Selatan Pulau Lombok. KEK Mandalika ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2014 untuk menjadi KEK Pariwisata

Dengan luas area sebesar 1.035,67 Ha dan menghadap Samudera Hindia. Dengan ditetapkannya Mandalika sebagai KEK, diharapkan dapat mengakselerasi sektor pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat yang sangat potensial. 

KEK Mandalika memiliki konsep pengembangan pariwisata berwawasan lingkungan dengan pembangunan obyek-obyek wisata dan daya tarik wisata yang selalu berorientasi kepada kelestarian nilai dan kualitas lingkungan hidup yang ada di masyarakat.

Maka konsep dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) lebih mengarah pada ekowisata yang mana tidak hanya terkait dengan aspek bisnis saja, seperti halnya bentuk pariwisata lainnya. Akan tetapi, lebih dekat dengan pariwisata minat khusus, alternative tourism atau special interest tourism dengan obyek dan daya tarik wisata alam. 

Australian Department of Tourism (Black, 1999) berpandangan bahwa ekowisata itu merupakan wisata yang berbasis alam dengan mengaitkan pada aspek pendidikan, serta interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakatnya melalui pengelolaan terhadap kelestarian ekologis. 

Disimpulkan bahwa konsep ekowisata itu harus dapat menjamin “kelestarian lingkungan”. Dan hal ini merujuk pada tujuan konservasi (UNEP, 1980), yakni sebagai berikut:

  1. Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung systemkehidupan.
  2. Melindungi keanekaragaman hayati.
  3. Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya.

Selain itu, dalam meningkatkan kelestarian suatu kawasan perlu didukung peran pemerintah dalam memberdayakan masyarakat sekitar agar meningkatkan kesejahteraannya melalui enam prinsip pemberdayaan, yaitu (Sastrayuda, 2010).

  1. Modal Masyarakat (social capital), merupakan kerjasama dan nilai-nilai yang disepakati.
  2. Infrastruktur dan pengembangan lembaga-lembaga kemasyarakatan informal yang berorientasi kepada pengajuan.
  3. Orientasi kepemilikan (asset orientation), yaitu pengembangan yang bertumpu pada penggalian kemampuan masyarakat sebagai model pengembangan.
  4. Kerjasama (collaboration), yaitu pengembangan pola kerjasama yang tumbuh dari dalam.
  5. Visi dan tindakan strategis yaitu membangun visi, misi dan tindakan.
  6. Seni demokrasi, yaitu mengembangkan peran dan partisipatif yang tumbuh dari dalam.

Menurut The Ecotourism Society (Eplerwood/1999) mengungkapkan bahwa terdapat delapan prinsip dalam pengembangan ekowisata, yaitu:

  1. Mencegah dan menanggulangi: Dalam hal ini terkait dampak yang diakibatkan oleh aktivitas wisatawan, dan tentunya dilakukan tindakan sesuai budaya setempat.
  2. Pendidikan konservasi lingkungan: Upaya dari pelestarian atau perlindungan (konservasi) lingkungan yakni melalui adanya Pendidikan langsung dengan alam, baik wisatawannya maupun warga sekitarnya.
  3. Pendapatan langsung untuk Kawasan: Dengan cara mengatur suatu Kawasan ekowisata tertentu, agar dapat menerima langsung penghasilan ataupun pendapatannya.
  4. Retribusi dan conservation tax: Melalui melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam.
  5. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan: tidak hanya memberikan peluang untuk masyarakat berpartisipasi dalam pengembangan ekowisata, akan tetapi juga dalam hal pengawasan agar terlibat aktif.
  6. Penghasilan masyarakat: kegiatan ekowisata memberikan profit (keuntungan) untuk ekonomi masyarakat setempat.
  7. Daya dukung lingkungan: secara pandangan umum, lingkungan alam mempunyai daya dukungyang lebih rendah daripada daya dukung kawasan buatan.
  8. Peluang penghasilan besar terhadap negara: Jika suatu Kawasan dikelola menjadi ekowisata, maka hasil devisa dari wisatawan tersebut menjadi hak pemerintah daerah setempat.

Maka secara garis besar bahwa Konsep ekowisata ini diperkirakan akan terus mengalami pertumbuhan. Dan tentunya hal inipun perlu adanya dukungan untuk pengembangan ekowisata, yang mana tak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, melainkan juga menjadi tanggungjawab pengelola destinasi setempat, 

serta masyarakat dan para wisatawan yang datang. Dukungan masyarakat terhadap adanya ekowisata ini, tentu tak hanya ditunjukkan dengan bantuan pengelolaan yang ada. Akan tetapi, masyarakat juga bisa terlibat dengan memberikan bantuan berupa, mempopulerkan destinasi wisata berbasis konservasi ini kepada dunia.

Daya tarik ekowisata Mandalika 

Kuta Mandalika yang di kelola oleh PT Pengembangan Pariwisata (ITDC), yang telah sukses dalam mengembangkan kawasan Nusa Dua Bali, mendapatkan mandat dalam pengelolaan untuk mengembangkan kawasan mandalika, serta menggali potensi ekowisata, 

Menurut Putu Trisna Wijaya sebagai Head of Project engineering, yang mana pada awalnya, kawasan KEK Mandalika dikelola oleh PT. LTDC (Pengembangan Pariwisata Lombok) sampai pada tahun 1997 mengalami pailit (bangkrut), sehingga seluruh aset tanah menjadi milik negara. Selanjutnya Kementerian BUMN memberikan mandat pengelolaan dan pengembangan kawasan kepada perusahaan BUMN, PT. ITDC.

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika tepatnya di kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat, menjadi salah satu destinasi wisata yang menyuguhkan keindahan. Memiliki berbagai daya tarik atau (pesona), seperti dari segi pemandangan alamnya yakni; air laut yang biru, pasir putih yang lembut, dan hamparan perbukitan yang hijau. 

Selain dikenal karena panorama alamnya yang indah, daya tarik lainnya dari Mandalika yakni dengan adanya pembangunan sirkuit, karna salah satu bentuk upaya dari pemerintah untukmendukung dan mengembangkan KEK, yakni dengan cara mempersiapkan lahan untuk ajang Sirkuit Mandalik.

Dimana merupakan sirkuit jalan raya yang bertaraf internasional, sebagai bentuk persiapan untuk laga balap MotoGP 2021. Mandalika Grand Prix Association (MGPA), selaku promotor MotoGP telah merealisasikan pembangunan sirkuit yang diamanahkan kepada Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) yang bekerja sama dengan Vinci Construction Grands Project (VCGP). 

VCGP sendiri merupakan anak perusahaan konstruksi global asal Prancis tahun 2018. Sirkuit memiliki lintasan sepanjang 4,32 kilometer, yang dikelilingi oleh panorama pantai, lapangan golf, solar cell farm dan perbukitan.

Hal tersebut merupakan bentuk upaya daya tarik dari sirkuit Mandalika. Bahkan sirkuit Mandalika memang diperuntukkan sebagai sirkuit kelas dunia, dengan daya tampung sekitar 150 ribu penonton yang hadir. Dan hal tersebut belum termasuk dua tribun khusus di atas bukit yang bisa menampung lebih dari 30.000 orang. 

KEK Mandalika memiliki banyak potensi yang mendukung dalam perkembangan pembangunan. Maka tak heran jika hal tersebut menjadi salah satu super prioritas, karena memenuhi sektor pembangunan nasional. Sektor yang dimaksud adalah sektor pangan, sektor energi, maritim, pariwisata, kawasan industri serta Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika yang banyak diperbincangkan.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno, mengatakan bahwa “hadirnya sirkuit Mandalika merupakan wujud simbol kebangkitan ekonomi dan pemulihan sektor pariwisata, sebab dengan adanya hal tersebut akan membuka banyak lapangan kerja bagi masyarakat”. 

Dimana Indonesia menjadi tuan rumah dari dua event olahraga balap internasional yaitu WSBK (World Superbike) dan MotoGp, dengan melibatkan 24 pembalap dari mancanegara yang saling memperebutkan gelar (Oktari,2021). 

Maka adanya pagelaran olahraga balap internasional ini, menjadi salah satu agenda utama Indonesia di tahun 2021 dan 2022. Karna dengan adanya event tersebut, dianggap memiliki potensi yang cukup kuat untuk memulihkan ekonomi Indonesia di era new normal (recovery).

Analisis upaya pembangunan berkelanjutan ekowisata di Mandalika.

Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Kute Lombok Tengah, telah mendoroang terciptanya jenis pekerjaan baru sekaligus menumbuh kembangkan perekonomian masyarakat secara cepat. Selain upaya pemerintah untuk menjadikan daerah tersebut menjadi KEK, 

pemerintah juga berupaya meningkatkan Aksesibilitas, Amenitas dan Atraksi atau sering disingkat dengan ‘3A’ untuk mendorong promosi brand ‘Wonderful Indonesia’ baik di sekitar maupun di dalam kawasan Mandalika. 

Aksesibilitas merupakan tingkat kemudahan dalam menjangkau kawasan tersebut. Dari sektor aksesibilitas, lokasi KEK Mandalika terdapat dua pintu gerbang masuk utama yaitu Bandara Internasional Lombok sebagai jalur udara dan beberapa jalur laut melalui beberapa pelabuhan. 

Dari jalur udara, lokasikawasan Mandalika tersebut memiliki akses yang mudah dijangkau karena kawasan tersebut berjarak tempuh 30 menit dari Bandara Internasional Lombok, Praya. Sedangkan dari jalur Pelabuhan, terdapat beberapa Pelabuhan yang mana termasuk dalam pintu masuk wisatawan mancanegara.

Namun di sisi lain, pembangunan KEK Mandalika terbilang cukup lambat dalam proses pembangunannya, karena masih terdapat sejumlah masalah-masalah sengketa lahan dari masyarakat sekitar. Misalnya; salah seorang warga Desa Kute memilih untuk tetap bertahan dan tidak ingin meninggalkan tanah miliknya karena merasa belum pernah menjual lahannya kepada pemerintah. 

Tetapi warga lainnya telah memperoleh informasi bahwa tanah mereka sudah menjadi milik negara meskipun mereka merasa tidak pernah menjualnya. 

Berbagai persoalan-persoalan lainnya juga terus bermunculan yang hampir semua pengakuan warga Desa Kute, rata-rata mempermasalahakan sengketa lahan karena belum dilunasi atau dibayar oleh pihak pengelola proyek Sirkuit MotoGP Mandalika.

Menurut Menpar, pelaksanaan pengadaan tanah ini merupakan wujud dukungan upaya pengembangan KEK Mandalika menjadi KEK pariwisata. Hal ini adalah bentuk percepatan pemulihan sektor parekraf di NTB hingga dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat setempat. 

Pemerintah memandang pentingnya pembangunan Sirkuit Mandalika di Kute, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah sebagai langkah awal untuk memajukan perekonomian Nusa Tenggara Barat (NTB). Keaktifan pemerintah dalam pembangunan KEK Mandalika harus disertai dengan berbagai usaha untuk melibatkan masyarakat.

Hal ini dimaksudkan agar masyarakat bisa terlibat secara aktif dalam proses pembangunan tersebut, karena tanpa keterlibatan masyarakat, akan terjadi kekurang-efektifan dalam sebuah pembangunan baik yang bersekala nasional maupun internasional. 

Komitment pemerintah dalam membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, di tunjukan melalui berbagai regulasi guna mempercepat proses pembangunan untuk mencapai keberhasilan dibidang pariwisata. Pemerintah juga memastikan mampu memobilisasi sumber daya yang ada untuk pengembangan pariwisata secara optimal.

Oleh karena itu, sebagai bentuk keseriusan pemerintah, pengembangan sektor pariwisata dapat dilihat dari peraturan yang telah dibentuk guna mengatur ketertiban dalam kegiatan bisnis disektor pariwisata seperti; UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. 

Selain itu, pembangunan yang bersekala nasional maupun internasional juga sangat memerlukan adanya prinsip-prinsip desentralisasi, yaitu pemerintah atau para pemegang kebijakan dalam pembangunan yang dimaksud harus mampu bergerak dari tingkat bawah (bottom up), untuk melibatkan masyarakat secara aktif (participatory) agar dapat dilaksanakan dari dan bersama masyarakat (from and with people).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun