Dari Sabang sampai Merauke/Dari Miangas sampai Pulau Rote/Pilihan partai boleh berbeda
Presiden tetap SBY/SBY…SBY…presidenku/SBY dari dan bagi Indonesia/SBY…SBY…SBY… presidenku.
[caption id="attachment_22700" align="alignleft" width="300" caption="Indomie Rasa Soto Medan. Sengaja saya beli sebungkus untuk mengamati isi dan sampulnya, harga Rp. 1.500. Isinya lalu saya buang ke tempat sampah. "][/caption]
Mie Istan dan Esbeye
Saat kampanye pemilihan presiden sedang gencar-gencarnya tahun ini, saya kebetulan melintas di depan sebuah televisi yang sedang menayangkan sebuah iklan yang sudah tak asing di telinga. Iklan indomie. Iklan SBY hanya beda kata-kata dengan iklan indomie. Kalimat pertamanya sama: dari Sabang sampai Merauke.
Pemilik produk indomie dan mie instan lainnya gencar melakukan promosi di berbagai media mulai cetak sampai elektronik. Itu sebab iklan indomie seperti indomie seleraku yang diawali dengan dari Sabang sampai Merauke, akrab di telinga pemirsa televisi, pendengar radio dan pembaca media cetak di mana iklan-iklan mie instan bertengger.
Pintar (agak licik juga) pemilik produk dengan menampilkan keluarga atau pasangan yang menarik dalam iklan untuk menggaet pelanggan. Kalau Anda biasa menonton televisi di negeri ini, setiap hari kan ada iklan-iklan mie instan silih berganti di layar kaca Anda itu.
Pagi tadi saya belanja ke pajak-pagi (orang Sumut mengatakan pajak untuk pasar) atau pasar-pagi di mana orang berjualan sayur, buah, ikan, daging dan barang-barang keperluan lainnya. Saat membeli sayur, saya mendengarkan percakapan seorang ibu yang juga sedang membeli sayur dan si ibu penjual sayur.
Kedua ibu itu saling berbagi cerita bagaimana anak-anak mereka yang masih sekolah tidak suka makan sayur tapi mie instan.
"Ya bu, anak-anak saya selalu menyisihkan sayur yang saya campur dengan mie; mereka hanya suka makan mie-nya," kata si pembeli.
"Sama bu, anak-anak saya juga gitu. Kadang saya ganti sawi dengan toge tapi togenya juga mereka nggak mau makan."
Saya nyimbrung, "Kenapa mereka nggak mau makan?"
Si penjual sayur bilang, "Itulah, nggak tahu ya, anak-anak sekarang susah makan sayur. Mereka senang makan mie."
Waktu saya sempat tinggal di Medan, hampir pagi saya mencium aroma mie-instan yang baru dimasak dari dapur si pemilik rumah di mana saya tinggal dengan adek saya. Kami di lantai atas dan ibu pemilik rumah di lantai bawah. Saya bisa mencium aroma mie instan itu dari jarak 15 meter, dari lantai bawah ke lantai atas, kamar kami dekat teras jadi agak jauh dari dapurnya. Apalagi kalau saya berjalan dekat tangga dapurnya.Hampir setiap pagi ibu itu memberikan sarapan indomie untuk anak-anaknya yang masih SD. Sekali waktu ibu itu pernah mengatakan bahwa anak-anaknya lebih suka makan mie instan daripada masakan biasa (nasi dan lauk-pauk berupa ikan dan daging). Kalau diberikan mie instan pasti habis; kalau makanan biasa berupa nasi dan lauk-pauk belum tentu.
Mie Instan Menghacurkan Anak-anak dan Generasi Muda Indonesia
[caption id="attachment_22701" align="alignleft" width="220" caption="Minyak bumbu dalam indomie yang saya beli, juga berakhir di tempat sampah."][/caption]
Produk mie instan sering menampilkan anak-anak sedang menikmati dengan nikmatnya produk-produk mie instan mereka, demikian juga kaum remaja dan generani muda yang berada pada usia-usia produktif mereka.
Saya sebutkan dalam tulisan sebelum ini (Bahaya Makan Mie Instan!), seorang pasien dari Semarang berobat ke Penang karena ususnya hancur; saban hari dia makan mie instan dan sudah pada tahap sangat ketergantungan.
Seorang pasien lain ususnya harus dipotong karena alasan yang sama; saat kuliah dia suka makan mie instan.
Sudah banyak pengakuan bahwa makan mie instan itu tidak baik walau dalam perkiraan dan pengamatan saya jumlah yang sadar bahwa produk mie instan berbahaya bagi kesehatan jauh lebih sedikit daripada yang tidak tahu.
Seorang bapak memberitahukan kepada saya alangkah sulit menyadarkan anggota keluarganya untuk tidak makan mie instan.
Bapak yang sama menambahkan, seorang biarawati ususnya rusak parah karena hampir setiap hari makan mie instan.
Seorang ibu memberitahukan salah satu saudari perempuannya meninggal karena ususnya rusak disebabkan suka makan mie instan.
Saya sampai beli sebungkus mie instan untuk memperhatikan kembali apa yang membuat orang suka makanan yang katanya halal tapi sebenarnya haram itu.
[caption id="attachment_22702" align="alignright" width="300" caption="Cabe dan penyedap dalam sebungkus indomie rasa soto Medan."][/caption]
Luar biasa! Adek saya yang duduk jarak dua meter dari saya dapat mencium aroma keras sebungkus mie instan merek indomie rasa soto Medan yang sudah terbuka di samping saya. Yang terbuka baru hanya mie-nya, bumbu-bumbunya masih dalam keadaan terbungkus.
Adek saya mengatakan, mencium aroma mie itu saja sudah membuatnya hendak makan mie; lidahnya seperti ditarik-tarik, air liurnya keluar. Belakangan dia sadar bahwa aroma itu langsung menuju otaknya yang menggerakkannya hendak makan mie yang sedang terbuka itu.
Saya sendiri kenal aroma itu tetapi sama sekali saya tidak berselera memakannya. Saya malah mencium aroma itu sebagai aroma racun. Saya duga ini terjadi karena saya punya kesadaran yang berbeda dengan adek saya soal mie instan walau secara umum adek saya tahu mie instan itu berbahaya untuk kesehatan.
Wajar kalau kebanyakan masyarakat di negeri ini akan sulit mengerti dan menerima bahwa mengonsumsi mie instan berbahaya bagi kesehatan. Mengapa? Antara lain karena yang mereka lihat saban hari di televisi adalah sebaliknya; yang makan mie instan itu sehat-sehat saja. Kalau anak-anak yang makan, anak-anak itu imut-imut dan menyenangkan. Kalau remaja dan anak muda, mereka tampan dan cantik. Kalau orang tua atau kakek-nenek, mereka pun sehat-sehat saja.
Jadi televisi mengatakan bahwa makan mie instan sejak kecil sampai kakek-nenek tidak apa-apa. Lihat mereka yang makan mie instan di televisi itu, sehat-sehat walafiat saja kan? Ini pesan yang ditangkap oleh masyarakat.
Kenyataan kan tidak seperti di televisi; televisi lebih banyak bohongnya kan. Mereka kerja sama dengan pemilik produk; sama-sama mengekspolitasi masyarakat pemirsa. Semakin bodoh masyarakat pemirsa, semakin besarlah keuntungan pemilik media macam televisi maupun produk macam indomie.
Perang Melawan Mie Instan!
Saya baru lihat sekilas situs indomie dan klik bagian penghargaan. Yang paling atas dari penghargaan itu adalah: ICSA (Indonesian Costumer Satisfaction Award) 2005.Tak ada yang mengejutkan dari 'prestasi' macam ini. Iklan saja gencar dan anak-anak sudah banyak yang ketergantungan pada produk mie instan. Kepuasan yang dimaksud dalam penghargaan macam ini adalah kepuasan semu dan menyesatkan.
Saya kutipkan di bawah ini informasi tambahan dari Pak Omri (salah satu anggota Kompasianer) betapa berbahaya mie instan bagi kesehatan dalam Bahaya Makan Mie Instan! :
Sekedar menambahkan info ini, yang berbahaya sekali dari mie instant itu dan juga banyak makanan olahan adalah MSG atau Mono Sodium Glutamate. Jadi kalau anda ingin tahu apa buruknya MSG, browsing saja di search engine anda. MSG merupakan Neurotoxic, yang berarti bahwa zat ini merupakan racun yang menyerang syaraf manusia. MSG sebenarnya tidak memberi rasa apa2 terhadap indra perasa, atau lidah. MSG memberi rangsangan langsung ke otak, yang dimanipulasi seakan akan kita merasakan rasa yang enak. Inilah yang berbahaya. Penggunaan MSG secara lama akan merusaka sistem syaraf anda dan akibatnya bermacam macam misalkan migrane, astma, darah tinggi, kanker dan juga memperparah sejumlah penyakit lain secara sekunder, misalkan autism, lupus dan penyakit yang berhubungan dengan sistem syaraf. Perlu diketahui bahwa MSG sekarang mayoritas dibuat secara sintetik, berasal dari Gas Alam. Turunan MSG di dalam badan terdiri dari berbagai racun termasuk didalamnya adalah Formalin. Mudah2an bisa membantu pengertian pembaca didalam memahami bahaya MSG. Salam, Omri [caption id="attachment_22703" align="alignleft" width="300" caption="Hanya mencium aroma mie instan macam ini tanpa bumbu saja sudah membuat orang hendak makan mie; aromanya langsung ke otak. Awas, ada MSG-nya!"][/caption]
Terima kaish untuk Pak Omri. Betul, MSG memberi rangsangan langsung ke otak persis seperti yang dialami adek saya ketika mencium aroma mie istan mentah yang terletak di samping saya. Kalau kita perhatikan bumbu yang ada dalam sebungkus mie instan, adalah tidak masuk akal kali orang bisa sampai ketergantungan pada produk itu macam ketergantungan pada narkoba.
Jadi apa bedanya mie instan dengan narkoba? Pemerintah membolehkan masyarakat makan mie instan tapi melarang pakai narkoba. Pemerintah menyediakan dana untuk para korban narkoba tapi tidak menyediakan dana untuk para korban mie instan. Bagaimana ini?
Yang lebih menyedihkan lagi, MUI membantu proses pembodohan masyarakat ini dengan label halal-nya di produk-produk makanan ber-MSG seperti indomie. *** (berlanjut besok ke: MUI Menyesatkan Konsumer)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H