Mohon tunggu...
lilo marcelinus
lilo marcelinus Mohon Tunggu... Guru - Un Solo Dios Basta

Selamat

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Bagaimana HAM Ditegakkan?

12 Februari 2021   09:42 Diperbarui: 12 Februari 2021   10:05 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KARENA KEKURANGAN TENAGA KESEHATAN UNTUK MELAYANI PASIEN COVID-19, MAKA MENTERI KESEHATAN MEWAJIBKAN SEMUA TENAGA KESEHATAN YANG SUDAH PENSIUN TAPI DI BAWAH UMUR 70 TAHUN UNTUK KEMBALI BEKERJA. BAGAIMANA PERINTAH MENTERI KESEHATAN ITU DINILAI DAN DISIKAPAI OLEH AGAMA KATOLIK SERTA HAM? 

Oleh: Br. Marselinus Lilo, MSC

Pendahuluan dan Permasalahan

Kasus Pandemi Covid-19 yang sedang merebak di seantero dunia ini memaksa semua pihak untuk bahu membahu mengatasi serangan virus yang mematikan itu dengan berbagai upaya agar keselamatan setiap manusia dapat ditanggulangi dengan baik. Negara Indonesia termasuk salah satu negara yang mengalami kenaikan secara signifikan terhadap kasus Covid-19 tersebut. Diinformasikan bahwa di Sulawesi Utara Total kasus 14.303. Sembuh 10.670. Meninggal dunia 484. Di Indonesia secara keseluruhan laporan per 12 Pberuari 2021 dengan Total kasus 1,18 jt: Sembuh 983 rb, Meninggal dunia 32.167. Seluruh dunia Seluruh dunia Total kasus 107 jt: Sembuh 60,1 jt, Meninggal dunia 2,36 jt.[1] 

 

Dari data tersebut di atas pemerintah Indonesia telah mengambil langkah konkret untuk membantu warga masyarakat yang terinfeksi virus tersebut dengan mengeluarkan beberapa kebijakan teknis diantaranya adalah mewajibkan semua tenaga kesehatan yang sudah pensiun tapi di bawah umur 70 tahun untuk kembali bekerja. Kebijakan yang dilakukan oleh Menteri Kesehatan Pemerintah RI itu dapat dikritisi dan dinilai dari perspektif teori etika utilitarianisme dan moral/etika kristiani serta Hak Asasi Manusia (HAM).

 

Pertanyaan-pertanyaan penuntun yang dipakai: Dari perspektif teori etika utilitarianisme, dan moral kristiani serta HAM, apakah dapat dibenarkan para tenaga kesehatan yang sudah pensiun diwajibkan untuk membantu para pasien Covid-19? Sikap atau seruan etis seperti apa yang dapat dikumandangkan guna menanggapi masalah ini?.

 

Nah, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dijelaskan dengan melakukan beberapa pendekatan seperti yang tertera di bawah ini:

 

1.  Landasan Berpikir Secara Filosofis

 

a. Mengutamakan Keselamatan nyawa sesama manusia dan diri sendiri dengan baik sebagai persona.

 

Prinsip dasar yang menjadikan setiap manusia itu selamat adalah karena manusia diciptakan Tuhan yang harus dijaga dan dilindungi peri kehidupannya. Dalam salah satu Nas Kitab Suci Perjanjian Baru Yesus berkata: "Aku datang agar mereka memperoleh hidup". Konsekuensi dari seruan Yesus ini adalah agar manusia saling menyelamatkan satu dengan yang lainnya. Dalam konteks keselamatan manusia inilah maka seorang manusia harus diselamatkan. Ia harus dilihat sebagai subjek bukan sebagai objek yang harus dimatikan.

 

b. Tinjauan Kritis Berdasarkan Teori Etika Utilitarianisme.

 

            Untuk dapat membantu dalam menanggapi kasus tersebut di atas maka digunakan pendekatan penilaian berdasarkan pada teori  etika utilitarianisme sebagai bahan referensi. Untuk itu kita perlu mengetahui asal kata atau etimologis dan prinsip-prinsip dasar yang menjadi tata nilai yang terkandung di dalam teori etika utilitarianisme tersebut.

 

            Kata "Utilitarianisme" berasal dari kata benda bahasa Latin "utilitas" (bahasa Inggrisnya: utility) yang berarti faedah atau kegunaan. Sebagai suatu filsafat dan etika, aliran utilitarianisme (Inggris: utilitarianism) mula-mula berkembang di Inggris, tetapi kemudian mendapatkan bentuknya yang lain dalam perkembangan kontemporer.[2]

 

b.1. Utilitarianisme Klasik

 

            Aliran ini berasal dari tradisi pemikiran moral di United Kingdom dan di kemudian hari berpengaruh ke seluruh kawasan yang berbahasa Inggris. Filsuf Skotlandia, David Hume (1711-1776), sudah memberi sumbangan penting ke arah perkembangan aliran ini, tapi utilitarianisme menurut bentuk lebih matang berasal dari filsuf Inggris Jeremy Betham (1748-1832), dengan bukunya Introduction to the Principles of morals and Legislation (1789). Utilitarianisme dimaksudnya sebagai dasar etis untuk membaharui hukum Inggris, khususnya hukum pidana. Ia berpendapat bahwa  tujuan hukum adalah memajukan kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi yang disebut hak-hak kodrati.

 

Utilitarianisme diperhalus dan diperkukuh oleh filsuf besar Inggris, John Stuart Mill 91806- 1873), dalam bukunya Utilitarianism (1864). Dia berpendapat ada dua hal yakni: Pertama, Ia mengkritik pandangan Betham bahwa kesenangan dan kebahagiaan harus diukur secara kuantatif. Ia berpendapat bahwa kualitasnya perlu dipertimbangkan juga, karena ada kesenangan yang lebih tinggi mutunya dan ada yang lebih rendah. Kedua, bahwa kebahagiaan satu orang saja yang barangkali bertindak sebagai pelaku utama. Raja dan seorang bawahan harus diperlakukan sama. Kebahagiaan satu orang tidak pernah boleh dianggap lebih penting dari pada kebahagiaan orang lain.

 

b.2. Tinjauan Kritis.

 

            Salah satu kekuatan utilitarianisme adalah bahwa mereka menggunakan sebuah prinsip jelas dan rasional. Dengan mengikuti prinsip ini pemerintah mempunyai pegangan jelas untuk membentuk kebijaksanaan dalam mengatur masyarakat. Dan salah satu tujuan utama Bethan memang demikian. Suatu kekuatan lain adalah bahwa  teori ini memperhatikan hasil perbuatan.

 

Di samping kekuatan utilitarianisme tentu ada juga keberatan-keberatan terhadap pendekatan utilitarianisme ini yakni: prinsip kegunaan bahwa perbuatan adalah baik jika menghasilkan kebahagiaan terbesar untuk jumlah orang terbesar, tidak selamanya benar. Dengan kata lain, dalam sistem utilitarianisme tidak ada tempat untuk paham "hak". Padahal, hak merupakan suatu kategori moral yang amat penting. Keberatan lain adalah bahwa prinsip kegunaan tidak memberi jaminan apa pun bahwa kebahagiaan dibagi juga dengan adil. Dapat disimpulkan bahwa kekurangan pokok dari utilitarianisme adalah mengandung potensi ketidakadilan dalam kehidupan bersama.[3]

 

b.3. Utilitarianisme Kontemporer: Utilitarianisme Peraturan.

 

Secara lugas diterangkan dengan baik oleh filsuf Inggris-Amerika Stephen Toulmin. Toulmin dan kawan-kawannya menegaskan bahwa prinsip kegunaan tidak harus diterapkan atas salah satu perbuatan, melainkan atas aturan-aturan moral yang mengatur perbuatan-perbuatan kita. Juga kesulitan lain terhadap penggunaan teori etika utilitarianisme adalah seperti halnya hak manusia atau perlunya keadilan akan hilang dengan sendirinya, asal prinsip kegunaan diterapakan atas aturan dan bukan atas perbuatan satu demi satu.[4]

 

2. Landasan Berpikir Secara Teologis

 

Bagaimana Sikap Beriman kita di Tengah Pandemi Virus Corona?

 

Untuk menjelaskan perihal tersebut di atas saya berkiblat pada dua sumber yang dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan yakni:

 

Pertama, Artikel yang ditulis oleh Pastor Jame Martin, SJ yang dimuat di America Magazine, yang diunduh dari situs Katoliknews.com pada tanggal 12 Pebruari 2021. 

 

Dikatakan bahwa, "Pandemi virus korona membingungkan dan menakutkan bagi ratusan juta orang. Hal ini tentu tidak mengejutkan. Banyak orang di dunia sakit dan banyak yang meninggal. Kecuali jika situasi berubah secara drastis, akan banyak lagi yang akan jatuh sakit dan mati di seluruh dunia. Krisis ini menimbulkan pertanyaan medis, etika, dan logis yang serius. Tetapi itu menimbulkan pertanyaan tambahan bagi orang beriman."

 

Berikut adalah terjemahan dari artikel yang ditulis oleh Pastor James Martin, SJ di America Magazine, yang menawarkan beberapa saran, mengacu pada tradisi Kristen, spiritualitas Ignasian dan pengalamannya sendiri.

 

Jangan Panik

 

Ini bukan untuk mengatakan tidak ada alasan untuk khawatir, atau bahwa kita harus mengabaikan nasihat yang baik dari para profesional medis dan ahli kesehatan masyarakat. Namun, kepanikan dan ketakutan bukan dari Tuhan.

 

Tenang dan berharap. Dan adalah mungkin untuk menanggapi krisis dengan serius, sambil mempertahankan rasa tenang dan harapan batin.

 

Ignatius Loyola, pendiri Yesuit, sering berbicara tentang dua kekuatan dalam kehidupan batin kita: yang menarik kita ke arah Tuhan dan yang lain menjauhkan kita dari Tuhan. Orang yang menjauhkan kita dari Allah, yang ia namai roh jahat, "menyebabkan kegelisahan yang menggerogoti, menyedihkan dan membuat rintangan. Dengan cara ini hal itu meresahkan orang dengan alasan palsu yang bertujuan mencegah kemajuan mereka." Terdengar akrab? Jangan memercayai kebohongan atau desas-desus, atau menyerah pada kepanikan. Percayai apa yang dikatakan para ahli medis kepada Anda, bukan mereka yang takut pada penjual. Ada alasan mereka menyebut Setan "Pangeran Kebohongan."

 

Panik, dengan membingungkan dan menakuti Anda, menarik Anda menjauh dari bantuan yang Tuhan ingin berikan kepada Anda. Itu tidak datang dari Tuhan. Apa yang datang dari Tuhan? St. Ignatius memberi tahu kita: Roh Allah "membangkitkan keberanian dan kekuatan, penghiburan, inspirasi dan ketenangan." Jadi percaya pada ketenangan dan harap yang Anda rasakan. Itu adalah suara untuk didengarkan. "Jangan takut !," seperti yang Yesus katakan berkali-kali.

 

Jangan Mengkambinghitamkan

 

Suatu hari seorang teman memberi tahu saya bahwa ketika seorang lelaki Tionghoa tua naik ke mobil subway di New York City, mobil itu menjadi kosong dan orang-orang mulai meneriaki dia, menyalahkan negaranya karena menyebarkan virus. Tahan godaan untuk menjelekkan atau mengkambinghitamkan, yang membuat kita stres.

 

Covid-19 bukan penyakit Cina; itu bukan penyakit "asing". Itu bukan salah siapa-siapa. Demikian juga, orang yang terinfeksi tidak bisa disalahkan. Ingatlah bahwa Yesus ditanya tentang orang buta: "Siapa yang berdosa, bahwa orang ini dilahirkan buta?" Tanggapan Yesus: "Tidak seorang pun" (Yoh 9: 2). Penyakit bukanlah hukuman. Jadi, jangan menjelekkan dan jangan membenci.

 

Banyak hal telah dibatalkan karena virus corona.

 

Merawat yang Sakit

 

Pandemi ini mungkin membutuhkan waktu yang lama; beberapa teman dan keluarga kita mungkin sakit dan mungkin meninggal dunia. Lakukan apa yang dapat Anda lakukan untuk membantu orang lain, terutama orang lanjut usia, orang cacat, orang miskin dan terisolasi. Ambil tindakan pencegahan yang diperlukan; jangan sembrono dan jangan berisiko menyebarkan penyakit, tetapi juga jangan lupa tugas dasar Kristen untuk membantu orang lain. "Aku sakit, dan kamu datang mengunjungi aku," kata Yesus (Mat 25). Dan ingatlah bahwa Yesus hidup pada masa ketika orang tidak memiliki akses ke perawatan medis yang paling mendasar sekalipun, dan mengunjungi orang sakit sama berbahayanya, jika tidak lebih, daripada hari ini. Bagian dari tradisi Kristen adalah merawat yang sakit, bahkan dengan biaya pribadi.

 

Dan jangan tutup hati Anda untuk orang miskin dan mereka yang tidak memiliki atau terbatas perawatan kesehatan. Pengungsi, para tunawisma dan migran, misalnya, akan lebih menderita dari pada masyarakat umumnya. Biarkan hatimu terbuka untuk semua yang membutuhkan. Jangan biarkan hati nurani Anda terinfeksi juga.

 

Berdoa

 

Gereja-gereja Katolik di seluruh dunia ditutup, dengan misa dan layanan paroki lainnya dibatalkan oleh banyak uskup. Ini adalah langkah bijaksana dan perlu yang dirancang untuk menjaga orang tetap sehat. Tetapi mereka harus dibayar mahal: Bagi banyak orang, ini menghilangkan salah satu bagian yang paling menghibur dalam hidup mereka --- Misa dan Ekaristi --- dan lebih mengucilkan mereka dari komunitas pada saat mereka paling membutuhkan dukungan.

 

Apa yang bisa dilakukan seseorang? Nah, ada banyak Misa yang disiarkan televisi dan siaran langsung, serta yang disiarkan di radio. Tetapi bahkan jika Anda tidak dapat menemukannya, Anda dapat berdoa sendiri. Ketika Anda melakukannya, ingatlah bahwa Anda masih merupakan bagian dari komunitas. Ada juga tradisi lama di gereja kita untuk menerima "persekutuan rohani," ketika, jika Anda tidak dapat berpartisipasi dalam Misa secara pribadi, Anda mempersatukan diri Anda dengan Allah dalam doa.

 

Dan menjadi kreatif. Anda dapat merenungkan Injil Minggu sendiri, berkonsultasi dengan komentar Alkitab tentang bacaan, mengumpulkan keluarga Anda untuk berbicara tentang Injil atau menelepon teman dan membagikan pengalaman Anda tentang bagaimana Allah hadir bagi Anda, bahkan di tengah krisis. Orang-orang Kristen yang dianiaya di gereja mula-mula berdoa dan membagikan iman mereka kepada katakombe, dan kita dapat melakukan hal yang sama. Ingatlah bahwa Yesus berkata, "Di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, Aku di sana di tengah-tengah mereka" (Mat 18:20). Ingat juga bahwa Gereja bukanlah bangunan. Itu adalah komunitas.

 

Percayalah bahwa Tuhan Menyertai Anda

 

Banyak orang, terutama mereka yang sakit, mungkin merasakan perasaan terisolasi yang menambah ketakutan mereka. Dan banyak dari kita, bahkan jika kita tidak terinfeksi, akan mengenal orang yang sakit dan bahkan mati. Jadi kebanyakan orang akan bertanya: Mengapa ini terjadi? Tidak ada jawaban yang memuaskan untuk pertanyaan itu, yang pada intinya adalah pertanyaan mengapa penderitaan itu ada, sesuatu yang telah dipikirkan para santo dan teolog selama berabad-abad. Pada akhirnya, ini adalah misteri terbesar. Dan pertanyaannya adalah: Bisakah Anda percaya pada Tuhan yang tidak Anda mengerti?

 

Pada saat yang sama, kita tahu bahwa Yesus memahami penderitaan kita dan menemani kita dengan cara yang paling intim. Ingatlah bahwa selama pelayanan publiknya Yesus menghabiskan banyak waktu dengan mereka yang sakit. Dan sebelum pengobatan modern, hampir semua infeksi dapat membunuh Anda. Dengan demikian, rentang hidupnya pendek: hanya 30 atau 40 tahun. Dengan kata lain, Yesus tahu dunia penyakit.

 

Yesus, kemudian, memahami semua ketakutan dan kekhawatiran yang Anda miliki. Yesus memahami Anda, bukan hanya karena ia ilahi dan memahami segala sesuatu tetapi karena ia adalah manusia dan mengalami semua hal. Pergi kepada-Nya dalam doa. Dan percayalah bahwa Dia mendengar Anda dan bersama Anda. Percayalah pada doaku juga. Kita akan bergerak bersama ini, dengan bantuan Tuhan.

 

Kedua, Konstitusi dan Statuta Tarekat Misionaris Hati Kudus Yesus (MSC) Bab II. No. 12, 14 dan refleksi pribadi Pater Jules Chevalier tahun 1863. :

 

Artkel No. 12: "Sambil mengikuti teladan Yesus, kita hendak berusaha untuk membawa orang-orang lain kepada Allah dengan kebaikan hati dan kelemahlembutan, mempersatukan mereka dengan Dia di dalam cinta dan membebaskan mereka dari rasa ketakutan. Dengan menaruh kepercayaan akan rahmat Allah kita akan rela, apabila perlu, untuk menyerahkan hidup kita bagi mereka."

 

Artikel No. 14: "Sebagai Misionaris Hati Kudus  kita harus yakin akan perlunya suatu hidup rohani yang dalam, yang terbuka bagi Roh Kudus, sehingga kita dapat bertumbuh dalam iman dan pengetahuan akan misteri yang telah dinyatakan dalam Hati Krstus. Hal itu akan memberi kekuatan kepada kita untuk tetap setia pada tugas perutusan dan semangat tarekat.

 

Dan dengan cara yang istimewa Pater Jules Chevalier Pendiri Tarekat Misionaris Hati Kudus Yesus dalam refleksinya yang ditulis tahun 1863 berbunyi, "Jangan lupa bahwa melalui Marialah Yesus telah diberikan kepada kita. Allah rela menghendaki agar Ia menimba hidup-Nya dari hati tersuci Perawan Maria, Jangan lupa bahwa Maria, atas cara yang tak terselami tetap merupakan saluran rahmat bagi kita. Melalui Maria dan dalam ketuan dengannyalah, kita harus pergi kepada Hati Yesus. Panggillah ibu-Nya dengan nama Bunda Hati Kudus, maka yakinlah bahwa nama itu berkenan pada Yesus" (Rome General House.Konstitusi & Statuta MSC. 2000).

 

2. Tanggapan Pribadi 

 

Untuk menanggapi apa yang telah diuraikan itu kita perlu membutuhakan pengamatan yang tajam terhadap situasi atau realitas konkret. Bagi banyak orang akan mengiyakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Menteri Kesehatan itu tetapi tidak sedikit orang yang menolak keputusan pemerintah tersebut.

 

Metode pendekatan teori utilitarianisme perlu kita kritisi secara tajam ketika kita melakukan suatu tindakkan atau perbuatan-perbuatan kita. Kesulitannya timbul saat ini apakah para tenaga kesehatan yang sudah pensiun dipekerjakan kembali untuk membantu para pasien yang terinfeksi Covid-19? Sedangan secara real situasi fisik dan psikis yang dialami oleh para tenaga kesehatan itu sendiri tidak memungkinkan lagi untuk melakukan hal itu. Inilah konflik yang terjadi antara mematuhi aturan Menteri Kesehatan secara konsekuen dan dengan kondisi real yang dialami para tenaga kerja kesehatan itu sendiri yang sudah pensiun dan tua renta?.

 

Dengan adanya konflik itu maka perlu dicari alternatif yang lebih konstruktif untuk menjembatani konflik tersebut.

 

Hal-hal penting dan bermanfaat yang mungkin dapat menjadi panduan dalam mengambil keputusan antara melaksanakan keputusan Menteri Kesehatan dan mempertimbangkan kondisi fisik para tenaga kesehatan yang sudah pensiun itu dibutuhan beberapa pertimbangan teoritis dan praktis seperti tertera dibawah ini.

 

Pertama, mengedepankan prinsip sikap baik. Prinsip ini menghendaki agar setiap orang dalam melakukan suatu tindakan tidak boleh merugikan pihak lain. Prinsip utilitarianisme mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan sedapat-dapatnya mencegah akibat-akibat buruk dari tindakkan kita bagi siapa saja yang terkena olehnya memang hanya masuk akal kecuali ada alasan khusus kita harus bersikap baik terhadap semua orang.

 

Kedua prinsip keadilan. Apakah prinsip sikap baik adalah satu-satunya prinsip moral dasar? Dari pemeriksaan terhadap utilitarianisme kita telah melihat bahwa masih ada prinsip lain yang tidak termuat dalam utilitarianisme, yaitu prinsip keadilan. Melalui kasus di atas kita dapat menempatkan prinsip keadilan di dalamnya di mana setiap tenaga kerja kesehatan yang sudah pensiun diberikan kebebasan untuk memilih mana yang terbaik berdasarkan pertimbangan keadilan terhadap situasi yang dialaminya. Jadi aturan yang diinstruksikan oleh Menteri Kesehatan bisa dilaksanakan dan bisa tidak karena alasan keadilan bagi semua warga negara.

 

Ketiga prinsip hormat terhadap diri sendiri.  Prinsip ini mewajibkan manusia untuk selalu memperlakukan diri sebagai suatu yang bernilai pada dirinya. Prinsip ini berdasarkan paham bahwa manusia adalah person, pusat pengertian dan berkehendak, yang memiliki kebebasan dan suara hati, makhluk berakal budi. Sebab itu manusia tidak pernah boleh dianggap sebagai sarana-semata-mata demi suatu tujuan lebih lanjut. Ia adalah tujuan bernilai pada dirinya sendiri, jadi nilainya bukan sekedar sebagai sarana untuk mencapai suatu maksud atau tujuan lebih jauh. Hal itu juga berlaku bagi kita sendiri. Maka prinsip ini kita dituntut untuk tidak membiarkan diri diperas, diperalat, diperkosa, atau diperbudak.[5] Oleh karena itu jelaslah bahwa untuk memutuskan kasus tersebut di atas dikembalikan kepada masing-masing tenaga kerja kesehatan yang bersangkutan apakah dia mau melaksanakan instruksi tersebut atau tidak. Kita tetap memberi ruang dengan kata "Silahkan" memilih yang mana. Konsekuensi dari pilihan itu menentukan juga nilai pribadinya. Perlu ditegaskan bahwa kedua pilihan itu tidak bersifat negatif menurut prinsip ini.

 

3. Kesimpulan.

 

Seruan etis yang hendak saya ungkapkan pada peristiwa/kasus ini dapat dibagi dalam dua hal penting yakni:

 

Pertama, dengan mengutip apa yang disampaikan oleh Dr. Albertus Sujoko seperti tertera dalam Buku, "Identitas Yesus dan Misteri Manusia. Ulasan Tema-Tema Teologi Fundamental. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 2009, hlm.160-166.

 

  • Argumen Moral menurut Ensiklik Veritatis Splendor
  • Secara ringkas dikatakan bahwa pada tanggal 23 Agustus 1993, Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan ensiklik tentang "pertanyaan-pertanyaan fundamental dari ajaran moral Gereja. Judulnya adalah Veritatis Splendor (Cahaya Kebenaran). Ensiklik tersebut berbicara tentang teologi moral dasar. Isinya menyangkut prinsip-prinsip moral dan juga metode penerapan prinsip tersebut dalam norma-norma moral.
  • Inilah isi dari Veritas Splendor: Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal? (Mat 19:16). Yesus menjawab bahwa hanya ada satu yang baik, yaitu Allah, sendiri. kebaikan adalah obyektif. Artinya, apa yang baik itu berlandaskan pada kebenaran yang kepadanya manusia harus menyesuaikan diri. Tetapi apakah maksud kebenaran obyektif itu? Yang dimaksudkan ialah kebenaran-kebenaran moral yang bersifat universal, menetap, dan tanpa kekecualian. Untuk menunjukkan kebenaran-kebenaran tersebut Veritas Splendor memakai tiga argumen yaitu (Lex Naturalis, Teleologis, dan deontologis)[6].
  • Kebenaran Obyektif dan tanggapan manusia.
  • Veritas Splendor mengajarkan bahwa kebebasan manusia perlu menyesuaikan diri dengan hukum-hukum moral obyektif. Artinya bahwa di satu sisi ada manusia dengan dimensi kebebasannya, dan dari lain pihak ada hukum-hukum yang menyatakan kebenaran obyektif. Tema lain yang dibahas adalah relasi antara hati nurani dan kebenaran. Hati nurani adalah titik berangkat penilaian moral. Hati nurani ada yang benar, dan ada pula yang keliru. Hati nurani yang benar ialah hati nurani yang sesuai dengan kebenaran obyektif. Sedangkan hati nurani yang keliru ialah hati nurani yang hanya sesuai dengan kebenara subyektif, yaitu apa yang dianggap benar oleh subyek, padahal, secara obyektif tidak demikian.
  • Faham kebebasan dan tuntutan kebenaran.

 

Bagaimana ketaatan pada norma-norma moral universal berhadapan dengan kebebasan individu dan martabatnya? Veritas Splendor menjawabnya dengan membuat penjernihan akan beberapa konsep dasar yang terkait dalam persoalan ini.

 

  • Hubungan antara kebebasan dan kebenaran
  • Menurut iman kristiani dan ajaran Gereja, "hanya kebebasan yang tunduk kepada Kebenaran yang membawa pribadi manusia kepada kebaikannya yang sejati. Kebaikan pribadi ada dalam Kebenaran dan untuk melakukan Kebenaran" (VS 84). Huruf "K" dalam kata "Kebenaran" selalu ditulis dengan huruf kapital untuk menunjukkan bahwa yang dimaksudkannya ialah Kebenaran yang berdasar pada Allah sendiri.
  • Pengertian Kebenaran
  • Seperti Pilatus. Manusia dewasa ini mempertanyakan dengan kritis, "Apa itu kebenaran?" Veritas Splendor menjawab pertanyaan itu dengan menunjukkan sikap-sikap manusia yang dinilainya menyimpang dari kebenaran. Sikap-sikap itu ialah mengganggu kehidupan manusia setelah konsepsi dan sebelum kelahiran, dan menganggapnya sebagai hal yang wajar; penindasan sistematik terhadap hak-hak fundamental manusia; dan menghancurkan sumber-sumber pokok kebutuhan minimal bagi hidup manusia secara tidak adil. Sesuatu yang serius melawan kebenaran sedang terjadi. "manusia tidak yakin lagi bahwa hanya dalam kebenaran dia menemukan keselamatan. Kekuatan yang menyelamatkan dari kebenaran diperdebatkan. Bahkan, kebenaran itu direlatifkan dan diserahkan kepada kebebasan untuk membuat keputusan mana yang benar dan mana yang salah" (VS 84). Kebenaran sejati ialah obyektif, menetap dan membebaskan. Kebenaran sejati ialah Yesus Kristus.
  • Pengertian tentang kebebasan
  • Veritas Splendor artikel 86 mengajarkan tentang hakikat kebebasan sebagai berikut, "Refleksi rasional dan pengalaman harian akan kebebasan memberikan visi yang lemah tentang kebebasan. Kebebasan adalah real tetapi terbatas. Asal usul dari kemutlakan dan tanpa syaratnya kebebsan bukan dari kebebsan itu sendiri, melainkan di dalam hidup di dalam mana kebebasan itu ditempatkan dan oleh siapa kebebasan itu diberikan. Kebebasan adalah serentak keterbatasan dan kemungkinan. Kebebasan manusia adalah kebebasan tercipta, terberi bagaikan benih yang perli dikembangkan dengan tanggung jawab. Demikian kebebasan berakar dalam kebenaran tentang manusia itu sendiri, dan kebebasan itu diarahkan kepada persekutuan (communio)." Berangkat dari pengertian kebebasan itu, Veritas Splendor menyimpulkan bahwa kebebasan manusia itu perlu dibebaskan (freedom itself needs to be set free) Kristuslah yang mampu membebaskan kebebasan yang terbelenggu. Kalau filsuf eksistensialisme Perancis, Jean Paul Sartre, mengatakan bahwa manusia dihukum untuk bebasa, Veritas Splendor artikel 86 mengatakan bahwa manusia dibebaskan untuk menjadi bebas. "Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita (Gal 5:1).

 

Kedua, adalah bahwa kebaikan dan keadilan yang kita tunjukkan kepada orang lain, perlu diimbangi dengan sikap yang menghormati diri kita sendiri sebagai makhluk yang bernilai pada dirinya sendiri. Kita mau berbuat baik dan mengikuti perintah orang lain dan bertekat untuk bersikap adil, tetapi tidak dengan membuang diri.[7] Hal ini senada dengan argumen moral personalisme yang disampaikan oleh Canon Louis Jansens yang adalah Dosen teologi moral di Universitas Leuven sejak tahun 1939-1980-an seperti dikutip dalam Dr. Albertus Sujoko, dalam bukunya, Identitas Yesus & Misteri Manusia. Ulasan Tema-tema Teologi Moral Fundamental, Percetakan Kanisius, Yogyakarta. 2009. Hal.166-190, dikatakan bahwa, tindakan manusia tidak dipisahkan dari pribadi manusia. Tindakan manusia adalah tindakan  dari seorang pribadi tertentu. Tindakan manusia tidak bisa dinilai lepas dari pribadi manusia yang melakukan tindakan tersebut. Dalam sistem moral lex naturalis, teleologis dan deontologis, tindakan manusia dinilai dengan kriteria obyektif. Tindakan itu dinilai pada dirinya sendiri dan dibandingkan dengan kriteria obyektif tersebut. Pada hal dalam kenyataannya, tidak ada tindakan manusia pada dirinya sendiri. tidak ada tindakan berbohong, mencuri, korupsi, dan abortus, in se (pada dirinya sendiri). yang ada ialah orang itu berbohong, orang sana mencuri, orang ini membunuh dan sebagainya. Pendekatan personalistik tidak menilai perbuatan manusia in se, melainkan menilai pribadi manusia yang melakukan perbuatan-perbuatan itu. Dikatakan bahwa moral berhubungan dengan manusia, bukan dengan tindakan-tindakan in se. Karena tindakan in se juga tidak ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun