Mohon tunggu...
lilo marcelinus
lilo marcelinus Mohon Tunggu... Guru - Un Solo Dios Basta

Selamat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perkawinan Katolik

2 Januari 2021   08:58 Diperbarui: 2 Januari 2021   09:03 2112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Arti dan Hakikat Perkawinan Secara Umum

Secara populer, perkawinan, pertama-tama didefinisikan sebagai suatu persekutuan hidup yang menyatukan seorang pria dan seorang wanita dalam kesatuan lahir-batin yang mencakup seluruh hidup. Persekutuan hidup ini dibentuk atas dasar kehendak dan persetujuan bebas. Itu berarti, mereka bersekutu membentuk suatu keluarga: mempunyai rumah bersama, harta dan uang menjadi miliki bersama, mempunyai nama keluarga yang sama, mempunyai anak bersama, saling pasrah diri jiwa-raga atas dasar cinta kasih yang tulus.

[2] Sah atau tidaknya sebuah perkawinan sangat ditentukan oleh ada atau tidaknya persetujuan bebas dari kedua belah pihak. Sebab tidak ada cinta yang dipaksa atau terpaksa. Cinta men-syaratkan kebebasan dan tanggung jawab. Persetujuan kedua belah pihak harus dinyatakan secara jelas di depan saksi-saksi yang sah. 

Unsur pokok dalam cinta perkawinan adalah kesetiaan kepada pasangannya "dalam untung dan malang" dan bertanggung jawab dalam segala situasi. Persatuan suami-istri itu berciri dinamis. Artinya, persatuan itu dapat berkembang mekar, tetapi dapat juga mundur, bahkan hancur. Karena itu, suami dan istri sama-sama bertugas untuk tetap memupuk kesatuan mereka agar tahan uji. Tujuannya sekali lagi untuk mencapai kesejahteraan bersama dan melanjutkan keturunan.   

  • Kekhasan Perkawinan Katolik

Kekhasan perkawinan Katolik sangat tampak dalam rumusan Kan. 1055 berikut ini:  

Kan. 1055 - 1. Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen.

2. Karena itu antara orang-orang yang dibaptis, tidak dapat ada kontrak perkawinan sah yang tidak dengan sendirinya sakramen.

  • Arti dan Hakikat Perkawinan

Menurut Kan. 1055 1, perkawinan secara doktrinal diartikan sebagai sebuah perjan-jian (feodus, consensus, covenant) antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk persekutuan seluruh hidup (consortium) yang terarah pada kesejahteraan ber-sama, serta kelahiran dan pendidikan anak. Arti ini secara intrinsik membedakan perkawinan sebagai sebuah perjanjian (feodus) bukan hanya sebagai kontrak (contractus) bilateral antara seorang laki-laki dan seorang perempuan (bdk. GS, art. 48).[3] Sebagai sebuah perjanjian, perkawinan senantiasa bercorak dinamis, berdimensi personal karena terkait dengan intimitas dan relasi interpersonal pribadi yang berbeda seksualitas. Sedangkan, bila perkawinan diarti-kan sebagai kontrak maka perkawinan tidak lebih dari sekedar sebuah institusi. 

Kendatipun gereja sejak KV. II tidak lagi mengartikan perkawinan dengan menggunakan istilah kontrak, namun tidak secara serentak menolak hakikat perkawinan sebagai suatu kon-trak. Karena bagaimanapun, di dalam perjanjian perkawinan selalu terdapat unsur-unsur kon-traknya yakni: adanya kesepakatan pribadi antara kedua belah pihak untuk membentuk per-sekutuan seluruh hidup dan tinggal bersama seumur hidup, serta dinyatakan secara publik dan sah menurut norma hukum. Dengan demikian, pernikahan sebagai sebuah perjanjian se-rentak kesepakatan bersama, menghendaki adanya kesungguhan hati artinya menikah de-ngan serius, tidak simulatif atau berpura-pura (Kan. 11012) dan tanpa syarat (kan. 1102); di-langsungkan secara penuh tanpa mengecualikan unsur hakiki perkawinan (Kan. 11012) dan bebas tanpa ada paksaan dan ketakutan besar dari luar (Kan. 1103).

 

  • Tujuan Perkawinan

 

  • Ada tiga tujuan utama dari perkawinan katolik. Itu disebutkan dengan jelas dalam 1055 1 berikut, .......yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, ........
  • Berdasarkan rumusan kanon di atas, perkawinan katolik bertujuan untuk:
  • Kesejahteraan suami-isteri. Hal itu menyangkut kesejahteraan lahiriah yaitu terse-dianya kebutuhan sandang, pangan, papan, serta kesejahteraan batiniah yang mencakup di dalamnya pemenuhan kebutuhan seksual.[4]  Kesejahteraan suami-istri ini dapat tercapai bila adanya cinta kasih dan saling menyerahkan diri dalam se-buah perkawinan. Cinta kasih suami-istri pada hakikatnya tidak didasarkan atas do-rangan nafsu, rasa tertarik, simpati atau asmara membara, melainkan sebagai se-buah keputusan pribadi untuk memilih seseorang bersatu dengannya.[5]   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun