Setibanya di rumah, Pak Ita tidak lupa mengucap salam. Dan biasanya setelah dari masjid, makan siang dulu. Kebiasaannya begitu. Bu Wati baru engeuh kalau urutannya pasti makan dulu. "Waduh, harus makan dulu kayaknya, kalau begitu ceritanya belum bisa buru-buru dong," Bu Wati Mengguman setelah menjawab salam.
"Makan dulu, Bu," Pak Ita meminta disiapkan makan.
"Siap, bapak!" Bu Wati segera menyiapkan makan siangnya.
Tidak mewah sih, hanya telor dadar yang super lebar sudah dibagi menjadi lima iris. Supaya cukup untuk makan sekeluarga. Dadar telor yang khas dengan irisan bawang merah dan cabe, cukup ditambah garam sedikit, itu dadar telor, bikin makan sepiring penuh, habis. Entahlah nikmatnya dadar telor yang tak tergantikan. Bukan karena peling enak, tapi memang jamannya itu hanya telor makanan yang paling mewah.
Bu Wati semakin penasaran sama cerita suaminya. Sampai-sampai makannya cepet sekali. Mungkin kunyahannya tak seperti biasanya, tiga puluh dua kunyahan. Saking sudah tak tahan ingin segera mendengar cerita suaminya yang terus menggangu pikirannya.
"Pak, selesai makan ceritanya ya," Bu Wati gak sabar.
"Iya, siap!" jawab Pak Ita pendek.
"Di sini saja ya, biarin nanti beresin bekas makannya, selesai cerita baru beresin piring dan merapihkan tikernya. Penasaran sama cerita bapak. Takutnya keburu ada keperluan lain. Akhirnya tidak jadi cerita, mumpung kita lagi kumpul" Bu Wati khawatir.
"Kenapa bapak dibawa pak polisi, kemarin? Apa bapak melakukan suatu kesalahan?" Bu Wati mengawali pertanyaannya.
"Jadi, bapak ini dituduh sudah menggelapkan uang Pupuk Bersubsidi. Karena uang pupuk bersubsidi yang seharusnya disetor ke BRI, tidak pernah disetorkan. Dan di kantor pusat diketahui bahwa KUD Linggasari tidak pernah setor. Padahal yang bapak tahu, orang-orang yang mengambil pupuk itu selalu membayarnya ke bendahara. Nah, karena uangnya dianggap digelapkan, maka bapak terpaksa harus memenuhi panggilan kejaksaan untuk mempertanggungjawabkan keuangan tersebut. Untung bapak punya data setoran dari pelanggan. Karena setiap orang datang menyetorkan uang cicilan pupuk, bapak bikin catatan lain. Tadinya tidak sengaja. Awalnya kalau ada yang bayar, bendahara tidak ada, bapak catat dibuku lain dulu. Nanti kalau bendaharan datang, bapak setor ke bendahara," Pak Ita Tarik nafas.
"Terus?" Bu Wati tambah penasaran.