Mohon tunggu...
Lilis Edah Jubaedah
Lilis Edah Jubaedah Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMPN 1 Cilegon

Saya Lilis Edah Jubaedah, Lahir di Purwakarta, 26 Agustus 1965. Pekerjaan saya Guru di SMPN 1 Cilegon. Hobby saya menulis, walapun belum mahir. Konten yang saya sering tulis apa saja yang berhubungan dengan rasa kekhawatiran diri terhadap lingkungan sekitar. Jenis tulisannya ada puisi, cerpen, opini, esai, atau apa saja yg menurut saya cocok dengan kontennya. Tapi hanya sekadar menulis saja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pupuk Bersubsidi

20 Februari 2023   06:30 Diperbarui: 20 Februari 2023   06:37 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Bagaimana jadinya kalau sampai suami saya tidak pulang, ya Allah?" Bu Wati terbiasa mengadu kepada Yang Maha Pengasih.

"Sudah hampir maghrib, tapi belum ada kabar apa pun tentang suami saya. Haruskah saya menyusul ke tempat polisi tadi. Tapi di mana kantornya, saya tidak tahu, ya Allah. Tolong lindungi suami saya, ya Allah," Bu Wati tidak ada hentinya berdoa untuk keselamatan suaminya.

Suara adzan maghrib yang berkumandang seakan menambah kekhawatiran Bu Wati tengtang suaminya. Tambahlah pikirannya melayang ke segala penjuru kira-kira. "Kira-kira apa ya yang terjadi? Ada apa dengan suami saya? Kok sampai wayah gini belum pulang juga? Kira-kira bakal pulang gak, ya? Kira-kira suami saya salah apa, ya? Apa yang dilakukan suami saya hingga dibawa ke kantor polisi. Jangan-jangan suami saya ...., ah jangan sampai, ya Allah. Astaghfirullahaladziim. Semoga tidak terjadi apa-apa. Aamiin YRA.

Banyak prasangka buruk yang bersarang di kepala Bu Wati mengenai suaminya yang selama ini tidak pernah neko-neko. Suami yang sangat baik buat Bu Wati dan anak-anaknya. Untuk Bu Wati, Pak Ita adalah orang yang sangat perhatian dan bijaksana. Walau pun keras kepala, tapi Pak Ita adalah orang yang penyayang dan sangat baik terhadap siapa pun terutama anak-anaknya. Jadi, baru sebentar saja tidak ada, seolah sudah lama sekali perginya. "Sekali lagi ya Allah, semoga Engkau melindungi Pak Ita suami saya. Aamiin YRA," Bu Wati tetap berdoa memohon perlindungan dari Allah untuk suaminya.

Memang kalau lagi kurang tenang rasanya waktu itu sempit. Tak terasa, adzan isya sudah berkumandang. Lagi-lagi waktu berlalu seperti kilat, perginya sangat cepat. bu Wati dan anak-anaknya melakukan salat isya berjamaah. Malam ini anak-anak Bu Wati tidak disuruh pergi mengaji ke mushola. Entahlah, Bu Wati merasa khawatir dengan suaminya hingga anaknya pun tidak disuruhnya pergi mengaji. Padahal biasanya kalau anaknya tidak pergi mengaji, pasti dipaksanya. Tapi kali ini dia membiarkan anak-anaknya berkumpul di rumah dengan aktivitas yang dilaksanakan secara bersama-sama.

Selesai melaksanakan salat isya, anak-anak belajar dengan bimbingan Bu Wati. Kan memang Bu Wati adalah seorang guru. Jadi anak-anaknya belajar di rumah tapi serasa di sekolah. Walau beda kelasnya. Saking asyiknya belajar, tak terasa mereka satu persatu ketiduran, sampai akhirnya semuanya tertidur di tempat mereka belajar, bukan di kamar. Bu Wati yang semula memaksakan diri untuk terus terjaga, akhirnya menyerah karena yang ditunggu tak kunjung datang.

***

Tiba-tiba di dapur terdengar suara panci jatuh. "Gubrak!" suara itu telah membangunkan Bu Wati dari tidur nyenyaknya. "Astaghfirullah, ya Allah ternyata kami ketiduran, padahal kami menunggu seseorang yang tak kunjung pulang. Bagaimana kabarnya dia, ya Allah?" Bu Wati bangun dan bicara setengah bergumam.

Karena baru menyadari kalau dia ketiduran, maka dia mengecek segala pintu kalau-kalau belum dikunci. Tapi ternyata semua sudah terkunci. Kemudian melirik jam dinding, sudah pukul 01.00 WIB. Penasaran, dibukalah gorden jendelanya. Mengintip ke luar dengan cahayanya terang bulan, agak remang kalau di teras rumahnya. "Lho, kok kayak ada orang di teras itu. Coba saya lihat dulu, siapa tahu orang yang butuh bantuan. Bismillah, ya Allah semoga orang baik yang kemalaman," Bu Wati pelan-pelan membuka pintu.

"Ya Allah, Bapak! Bapak! Pak! Bangun! Ya ampun, kok malah tidur di teras, kenapa tidak ketuk pintu. Ayo bangun, kita ke dalam. Masuk angin nanti," Bu Wati membangunkan suaminya.

"Bu! alhamdulillah akhirnya ada yang bukain pintu," dengan keadaan yang masih lelah, Pak Ita akhirnya bangun," Waduh, ibu tega ya sama bapak, segitu diketuk-ketuk berapa kali ini pintu, gak ada yang bukain. Mentang-mentang tidak ada bapak, semuanya tidur nyenyak, ya kan?" menutupi kelelahannya Pak Ita meledek Bu Wati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun