Nah, lho.
Kalau mau menikmati sajian humor lainnya, silakan rasakan kocaknya penerapan frugal living di hutan belantara.
Sabar, jangan lekas tersinggung. Lelucon itu sama sekali tidak berkaitan dengan bangsa kita. Indonesia jelas berbeda dengan Rusia di masa itu dalam urusan budaya.
Negara kita dikenal memiliki beragam kebudayaan yang tak terhitung jenis dan jumlahnya. Barangkali, membentuk Kementerian Kebudayaan bukan suatu kemubaziran.
Apakah Harus Ada Kementerian Kebudayaan?
Jadi, apakah sebaiknya kita membentuk kementerian baru khusus untuk mengurusi kebudayaan? Atau membiarkannya berjuang mengubah nasibnya sendiri?
Sebelum beranjak ke sana, kita tengok sejenak definisi kebudayaan yang disampaikan dua orang ahli di bidang ini.
1. Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan, dan kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, dan karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar.
Sekilas saja kita cermati, kedua antropolog itu menunjukkan bahwa lingkup kebudayaan itu sangat luas. Kebudayaan tidak sekadar berwujud barang-barang dan kesenian peninggalan nenek moyang.
Bayangkan, kebudayaan, kata Tylor, mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, kemampuan, dan kebiasaan-kebiasaan. Betapa luas ruang lingkup kebudayaan.
Hampir serupa, Koentjaraningrat memasukkan gagasan dan rasa, tindakan, dan karya sebagai bagian dari kebudayaan. Bukankah kebudayaan meliputi hampir semua sendi kehidupan?