Memasuki daerah Lhoksukon, keduanya kembali berbincang setelah beberapa saat senyap. Kali ini mereka berbicara menggunakan bahasa Indonesia dengan logat Aceh yang amat kentara.
"Bapak mau turun di Lhoksukon, ya?" Â tanya sopir.
"Iya, betul." jawab Bapak itu.
"Lhoksukon sebelah mana, Pak?" sopir itu kembali bertanya.
"Habis galon maju sikit lagi, Bang. Dekat kali sama galon tu."
Silakan baca juga kisah sebuah kata istimewa di zaman Orba.
Beberapa saat kemudian, Bapak berkopiah putih itu mendadak berkata, "Nah, itu galonnya. Maju sikit lagi dah sampai pun."
Mendengar ucapannya, saya menoleh ke sisi kiri jalan yang kami lalui. Saya tak menemukan tempat pengisian air minum atau toko yang khusus menjual air minum di sekitar jalan. Bahkan, sebiji galon pun tak terlihat di sekitar kami.
Saya memang mencari-cari "sosok" galon yang disebut-sebut oleh si Bapak, atau tempat-tempat yang berhubungan dengan galon seperti depot air minum isi ulang. Sebab, saya membayangkan sebuah wadah air minum yang cukup besar begitu mendengar sang Bapak menyebut istilah galon dalam ucapannya.
Bayangan saya tentang sebutan galon sejalan dengan kebanyakan warga Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyodorkan dua makna yang menjelaskan kata galon.
Botol besar yang biasa digunakan sebagai tempat untuk menyimpan air mineral isi ulang. Begitulah salah satu makna kata galon yang disampaikan sang bausastra. Makna itu jelas mewakili bayangan saya tentang istilah galon.