Hati-hati, jangan mengisi ulang botol minum di galon mana pun di wilayah Aceh. Organ-organ dalam tubuh bisa rusak bila Anda meminum cairan di sana.
Urusan galon yang berpotensi merusak organ tubuh mencuat dalam perjalanan ke Aceh beberapa waktu lalu.
Setelah belasan tahun tak menyambangi Nanggroe Aceh, saya berkesempatan lagi menghirup udara serambi Mekah. Di balik perjalanan yang cukup melelahkan, terselip kejadian yang menggelikan.
Usai mendarat di bandar udara Kualanamu, kami harus menempuh perjalanan darat menuju suatu tempat di dekat Lhokseumawe, Aceh Utara. Ini menjadi pengalaman pertama saya menginjakkan kaki di bandara terbesar di pulau Sumatra itu.
Terakhir kali mengunjungi Medan, bandara di sana masih terletak di jantung kota, namanya Polonia. Sejak 2013, bandar udara itu telah berpindah ke Deli Serdang yang berjarak sekira 23 kilometer dari kota Medan.
Perpindahan bandara itu menyebabkan tambahan waktu sekitar satu setengah jam perjalanan menuju Aceh. Moda transportasi door to door yang lebih dikenal dengan sebutan travel menjadi pilihan kami kala itu.
Silakan baca juga cerita suka duka perjalanan menggunakan jasa "travel" .
Sepinya penumpang dari Medan menuju Aceh membikin kami seakan-akan mencarter secara khusus untuk kami saja mobil yang kami tumpangi. Mobil Toyota Hiace yang cukup lapang terasa makin lengang lantaran hanya terisi empat penumpang.
Bapak-Bapak Berkopiah Peletup Masalah
Selain saya dan keluarga berjumlah tiga orang, terdapat seorang Bapak-Bapak menumpang mobil travel Medan-Lhokseumawe ini. Nah, Bapak-Bapak inilah yang menjadi sumber "kekacauan" dalam perjalanan yang kami lakoni kali ini.
Sang Bapak yang orang Aceh ini---saya mengetahuinya saat mendengarnya berbicara dengan sopir travel menggunakan bahasa Aceh---hendak pulang ke Lhoksukon, sekitar 40 kilometer dari Lhokseumawe. Beberapa kosakata yang saya kenali serta penyebutan huruf 't' yang tebal memandu saya untuk mengenali bahasa Aceh yang digunakan mereka berdua.
Memasuki daerah Lhoksukon, keduanya kembali berbincang setelah beberapa saat senyap. Kali ini mereka berbicara menggunakan bahasa Indonesia dengan logat Aceh yang amat kentara.
"Bapak mau turun di Lhoksukon, ya?" Â tanya sopir.
"Iya, betul." jawab Bapak itu.
"Lhoksukon sebelah mana, Pak?" sopir itu kembali bertanya.
"Habis galon maju sikit lagi, Bang. Dekat kali sama galon tu."
Silakan baca juga kisah sebuah kata istimewa di zaman Orba.
Beberapa saat kemudian, Bapak berkopiah putih itu mendadak berkata, "Nah, itu galonnya. Maju sikit lagi dah sampai pun."
Mendengar ucapannya, saya menoleh ke sisi kiri jalan yang kami lalui. Saya tak menemukan tempat pengisian air minum atau toko yang khusus menjual air minum di sekitar jalan. Bahkan, sebiji galon pun tak terlihat di sekitar kami.
Saya memang mencari-cari "sosok" galon yang disebut-sebut oleh si Bapak, atau tempat-tempat yang berhubungan dengan galon seperti depot air minum isi ulang. Sebab, saya membayangkan sebuah wadah air minum yang cukup besar begitu mendengar sang Bapak menyebut istilah galon dalam ucapannya.
Bayangan saya tentang sebutan galon sejalan dengan kebanyakan warga Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyodorkan dua makna yang menjelaskan kata galon.
Botol besar yang biasa digunakan sebagai tempat untuk menyimpan air mineral isi ulang. Begitulah salah satu makna kata galon yang disampaikan sang bausastra. Makna itu jelas mewakili bayangan saya tentang istilah galon.
Makna Kata Galon yang Jadi Lelucon
Anehnya, telunjuknya mengarah ke pom bensin yang cukup besar berada di pinggir jalan. Mungkinkah kata galon yang dimaksud oleh si Bapak adalah SPBU?
Untuk sementara, pertanyaan itu saya simpan dalam hati. Rasa lelah yang menghinggapi tubuh setelah melakukan perjalanan lebih dari tujuh jam mampu meredam rasa penasaran yang merayapi benak saya akan misteri yang menyelubungi galon.
Teka-teki tentang galon yang meresahkan hati saya akhirnya terjawab. Sesaat setelah sampai tujuan, seorang kerabat tertawa berderai mendengar kisah misteri galon yang saya ceritakan.
Setelah puas mengumbar tawa, kerabat yang warga Aceh itu membenarkan dugaan saya. Dalam keseharian masyarakat Aceh, orang-orang menyebut stasiun pengisian bahan bakar yang biasa dikenal sebagai pom bensin dengan sebutan galon. Wow, pantas saja.
Detik pernah mengulas asal-usul sebutan galon bagi SPBU. Ternyata, bukan hanya orang Aceh yang menyebut SPBU dengan istilah galon. Orang-orang yang bermukim di Medan dan sekitarnya pun melakukan hal yang sama.
Memang, perbedaan bahasa antardaerah acap menimbulkan kesalahpahaman dan kelucuan. Penggunaan istilah-istilah seperti kereta, pajak dan sebagainya dengan makna khas daerah di ujung utara pulau Sumatra yang berbeda dengan daerah-daerah lainnya juga bisa menggelitik urat tawa.
Faktor perbedaan bahasa ini pun kerap dimanfaatkan sebagai bahan baku guyonan oleh para pelawak atau pelaku komedi tunggal (standup comedy).
Untung saja saya tak berniat mengisi botol air minum yang saat itu kosong. Waduh, bisa hangus organ-organ dalam tubuh kami seandainya minum cairan yang diambil dari "galon" yang ditunjuk oleh Bapak-Bapak asal Lhoksukon itu.
Jadi, ingat-ingat, ya. Berhati-hatilah ketika hendak mengisi ulang air mineral di galon. Terutama bila galon itu berada di Aceh, Medan dan sekitarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H