Entahlah!Â
Sore hari pukul 4 seperti ini, Kelana mengakhiri kelas mengaji yang dia kelola di tanah keluarga sekitar 50 meter dari rumah. Anak-anak kecil yang sudah selesai berdoa berlarian dan berebut ingin keluar kelas lebih dahulu. Para ibu dan beberapa bapak yang menunggu di halaman sekolah tampak tersenyum melihat buah hati kecil mereka saling berlarian ingin segera naik motor. Â Nur Fatimah, salah satu dari 3 guru mengaji, juga ikut bersiap untuk pulang.Â
"Mbak Kelana, malam ini jadi kumpul ndak? Aku sudah bilang sama lima anak gadis tetangga kalau tempat kumpulnya di rumahku," ucapnya sambil merapikan meja kerja kecilnya.Â
"Iya, Nur. minta mereka untuk bawa buku catatan dan HP masing-masing ya?"
Kelana masih sibuk mengisi logbook kerjanya. Dia tak memperhatikan wajah Nur yang tampak sumringah.Â
"Siap."Â
"Mbak, aku pulang dulu ya,"Â
Nur dan Rahima berpamitan untuk pulang. Seperti biasa, Kelana memang pulang paling akhir. Selain karena rumahnya jauh lebih dekat, dia juga merangkap kepala sekolah ngaji ini.Â
Sekitar lima menit kemudian, salah satu wali murid yang juga teman kecil Kelana, Suci, datang tergopoh-gopoh.Â
"Na! Ada yang cari kamu di rumah! cepet pulang!"Â
Kelana terperangah. "Siapa?"Â