“Kanaya, makan siang di pujasera merdeka yuk? Aku pengen soto babat..” ajak neni
“hayuk .. “ tukasku pendek.
Tak menunggu lama dengan sedikit usaha, berjalan kaki menyebrangi jalan merdeka aku dan neni segera menuju pusat jajanan langganan kami. Ramai namun terlihat masih lengang tak seperti biasanya di jam-jam makan siang, masih tersisa beberapa meja dan kursi yang bisa kami duduki. Akhirnya ku memilih meja dan bangku yang saling berhadapan.
Namun entah mengapa kali ini perasaanku terasa aneh tak seperti biasanya, terasa seperti dipandangi sepasang mata dari kejauhan namun aku tak tahu siapa dan dimana. Hingga ku tepiskan pikiranku ketika pesanan nasi timbelku terhidang tepat di mejaku.
Sepanjang menyantap soto babatnya, neni tak henti-hentinya bercerita tentang laki-lakinya yang selalu setia mengantar jemputnya, lelaki yang selalu ia bangga-banggakan.
Ia tahu persis bahwa aku masih jomblower, hingga ia seringkali berceloteh menyindir kapan aku menggandeng pasangan seperti dirinya.
Akhirnya makan siangku selesai … Tiba-tiba …
“Assalamualaikum Kanaya, Apa kabar ? … “ sapa suara laki-laki berat berwibawa dan sepertinya suara itu pernah aku dengar.
Sesaat ku hentikan tanganku yang masih tercelup di mangkok kobokan dan coba mendongakkan wajah mengarah ke asal suara. Kulihat seorang laki-laki tinggi berbalut jaket hijau army berdiri di samping mejaku,
“Waalaikumsalam kang Arman … “ jawabku terbata-bata
Rasa gembira berbalut rindu berkecamuk menjadi satu, seolah tak percaya bisa kembali melihatnya tepat di hadapanku.