Sebelum berangkat KKN, aku sudah menyelesaikan Skripsi sampai Bab IV. Masih ada Bab V tentang Hasil dan Pembahasan dan Bab. VI tentang Kesimpulan dan Saran. Tadinya disela-sela KKN aku akan menggarapnya, namun sampai hampir selesai KKN, terbengkelai karena sibuk menjalankan program kegiatan KKN yang padat.
Setiap mahasiswa memiliki 1 program unggulan pribadi yang disesuikan dengan bidang ilmu masing-masing fakultasnya. Programku adalah sengonisasi, sesuai dengan salah satu program Kementerian Kehutanan tentang rehabilitasi lahan dan hutan dengan jenis sengon, terutama di Jawa.
Beberapa kegiatan dari program ini antara lain koordinasi dengan beberapa instansi kehutanan di DIY, sosialisas dan pembagian bibit sengon kepada masyarakat serta  penanaman sengon sepanjang jalan dari Desa Kalitirto menuju Dusun Karang Banyu Urip sepanjang 500 meter yang kanan kirinya berupa sawah.
Beberapa instansi kehutanan yang aku kunjungi dalam rangka koordinasi dan sekaligus memohon bantuan bibit sengon untuk mendukung program tersebut antara lain BPDAS, Dishutbun DIY, dan tentu saja FKT UGM. Saat ke UGM aku sempatkan melewati Mushola Al-Iklas yang bangunannya persis di atas Selokan Mataram.
Seperti saat mau telpon, denyut jantungku kembali tidak karuan. Aku mencoba tanya ke beberapa orang tentang alamat rumah yang disampaikan. Namun karena yang aku tanyain sama-sama mahasiswa yang lewat, maka kebanyakan mereka menjawab, "maaf mas, saya tidak tahu."
Akhirnya aku putuskan makan di rumah makan sekitar Mushola Al-Iklas dengan harapan mendapat jawaban dari penjaga warung atau pemiliknya. Sambil membayar aku tanya ke mbak kasir, "maaf mbak, rumahnya Pak Tri yang mana ya?"
"Lah itu, utaranya Mushola persis. Yang warna hijau itu loh mas," jawab mbaknya.
"Njih maturnuwun mbak."
Aku menyusuri Selokan Mataram, melewati Pos Ronda dan sampailah di rumah bercat hijau yang di depannya ada warung kelontong kecil. Ada ibu-ibu yang sedang mendayung minyak tanah di warung itu melayani pembelinya. Namun aku tidak cukup nyali untuk berhenti dan menayakan apakah benar ini rumahnya Pak Tri atau bukan.
Efek suara telpon dengan nada yang tinggi waktu itu merupakan alasan utama munculnya kegalauan ini. Akhirnya aku putuskan setelah urusan di fakultas selesai saja, baru aku beranikan diri untuk mampir ke sini lagi.
Di fakultas, aku menuju ke ruang Jurusan Budidaya Hutan, karena jurusan inilah yang menangani pembibitan tanaman hutan. Setelah bertemu dengan salah satu karyawan di Jurusan Budidaya Hutan, aku diminta menghadap langsung Prof. Ir. Oemi.Â
Setelah menghadap dan menyamaikan program KKN, Beliau berkata,"saya sih sangat mendukung program you, namun sebaiknya salah satu kegiatan dalam program itu adalah pembuatan bibit bersama masyarakat. Agar mereka memiliki kemampuan membuat bibit."
Setelah menghadap dan mendapatkan arahan-arahan dari Beliau, aku putuskan untuk sholat dhuhur dahulu karena azan sudah berkumandang. Setelah salam, aku berdoa dan mengumpulkan keberanian untuk balik ke rumah Pak Tri. Setelah sampai di rumah yang berwarna hijau, aku parkirkan motor bututku di depan rumah."Maaf bu, apa benar ini rumah Pak Tri?"
"Iya benar," jawab ibu yang sedang ngobrol-ngobrol.
Aku kenal sekali dengan suara ibu ini waktu telepon malam minggu yang lalu. Hal ini cukup meyiutkan nyaliku dan lama aku terdiam dan tidak bisa ngomong apa-apa. Tiba-tiba si ibu itu tanya lagi,"mau ketemu siapa mas?"
"E...e...Betty ada bu?"
"Oh dia lagi ke kampus," jawabnya agak tegas.
"Ya sudah bu, mohon pamit ya bu."
"Ya....eh, sampean siapa?"
"Temanya Betty bu..." Jawabku terasa terteror lagi seperti waktu di wartel.
"Namanya siapa?!!!"
"Par.....Par....Parman bu."
"Ada pesan?"
"Enggak bu, kapan-kapan saja saya kesini lagi. Pamit njih bu."
Malam setelah ke kampus, kami mengadakan rapat yang membahas Program Prioritas Unit Berbah B berupa pengerasan jalan yang dihadiri oleh Bu Ambar sebagai dosen pembimbing.
Setelah rapat evaluasi pengerasan jalan di Dusun Karang Banyu Urip sebagai program unggulan Unit Berbah B yang dipimpin oleh Aries selaku Kormanit, muncul perlunya berwisata. Hal ini agar dapat memulihkan kesegaran setelah capek mengurus program unggulan ini.
Ada yang mengusulkan di pantai di Gunung Kidul, di Merapi yang merupakan wisata pegunungan, dan lain-lain. Saya sebagai mahasiswa Kehutanan mengusulkan Wanagama di Gunung Kidul yang memiliki aksesibilitas yang dekat, dapat dijangkau dengan kendaraan roda 2 serta merupakan wisata ilmiah dan pendidikan.
Fasilitas yang dimiliki Wanagama juga lengkap seperti penginapan jika mau bermalam, catering, jelajah hutan sambil melihat koleksi tanaman hutan dari Sabang sampai Merauke, mengunjungi air terjun dan Sungai Oya yang mengalir di tepi Wanagama.
Kebanyakan sudah pernah mendengar nama Wanagama sebagai asset kebanggaan UGM, namun belum pernah menginjakan kakinya di sana. "Oke kalau begitu kita setuju besok ke Wanagama ya?" Tanya Aries.
"Setujuuuuuu.......!" Jawab peserta rapat dengan kompak.
Kami berkumpul di Balai Desa Kalitirto dan pukul 08.30 WIB rombongan KKN Berbah B meluncur menuju Wanagama. Karena aksesibilitas cukup baik dan sepanjang jalan sepi tidak ada macet, sampai Wanagama dapat ditempuh 30 menit saja.
Setelah sampai di depan Wisma Cendana, aku yang kenal dengan penjaga Wanagama langsung menemui petugas jaga. Kebetulan Pak Yanto menghampiri kami yang tahu ada tamu yang datang. "Assalamu'alaikum Pak Yanto," sapaku.
"Waalaikumsalam. Pripun Mas Parman, ada yang bisa dibantu?" Jawab Pak Yanto yang sudah mengenalku.
"Ini pak, kami rombongan KKN UGM Unit Berbah B mau jalan-jalan di Wanagama."
Talk lama kemudian Mas Taufik, angkatan '86 setelah lulus memilih mengabdi di Wanagama dari pada bekerja di luar Gunungkidul. Beliau menunggu pendaftaran PNS di Dishut Kabupaten Gunung Kidul yang formasinya sangat terbatas dan tidak setiap tahun ada lowongan PNS.
Sebelum kami jalan-jalan mengelilingi Wanagama, kami mendapatkan penjelasan sejarah Wanagama oleh Ir. Taufik. "Hutan Wanagama ini dirintis oleh Prof Oemi Han'iin dengan tekad yang sangat kuat dan jiwa pengabdian untuk mengubah daerah yang kritis dan tandus menjadi hutan yang ijo royo-royo sejak tahun 1964."
 Lebih lanjut, tahap awal FKT UGM diberi lahan seluas 10 Ha untuk direhabilitasi dan berhasil. Hasil kerja keras ini menarik perhatian para pecinta lingkungan dan pemerintah baik DIY maupun Pusat. Hingga akhirnya mereka saling bekerja sama untuk menhijaukan lebih luas lagi sampai 600 Ha.
"Demikian sejarah Wanagama yang bisa kami sampaikan. Untuk cerita yang horror bisa ditambahkan Pak Yanto. Hehehehehe," kata Ir. Taufik memecah keseriusan.
Setelah mendapat penjelasan yang cukup, kami menjelajahi jalan di Wanagama mulai dari Wisma Cendana menuju kea rah Sungai Oya. Kemudian naik kea rah Joglo dan sampai ke Wisma Cendana lagi. Setelah makan siang, kami balik lagi ke lokasi KKN.
Bersambung......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H