Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

7 Alasan Perempuan Terdampak Virus Corona Secara Berbeda (Dibandingkan dengan Laki-laki)

16 Maret 2020   10:00 Diperbarui: 17 Maret 2020   05:58 1227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari pengalaman merebaknya virus Ebola di Afrika, keterbatasan perempuan mendapatkan informasi yang benar dan juga rendahnya kapasitas membuat keputusan atas dirinya dan keluarganya pada situasi emerjensi memmuat perempuan cenderung menomorduakan kebutuhan akan layanan kesehatan bagi dirinya sendiri. 

Dalam konteks Indonesia, seberapa kelompok masyarakat perempuan yang paham bahwa 119 adalah saluran telpon darurat terkait kesehatan, termasuk untuk pengaduan masyarakat pada persoalan virus Corona. Saluran telpon 119 hanya efektif untuk masyarakat perkotaan (dan kota besar). Bagaimana saluran informasi untuk masyarakat perdesaan?

Padahal mereka yang paling berpotensi terpapar pasien karena mereka memiliki peran besar sebagai perawat di dalam keluarga (WHO, Maret 2020).

Ketujuh, perempuan tanpa otonomi cenderung tidak menghubungi fasilitas kesehatan ketika sakit. Keputusan untuk menghubungi petugas kesehatan sangat dipengaruhi oleh perilaku. Ini sering disebut “Health seeking behavior”. Keputusan untuk meminta bantuan petugas kesehaan di Indonesia cukup rumit.

Studi oleh Anna Wahyudi, Et ALL,“Health Seeking Behaviour of People in Indonesia, a Narrative Review” menunjukkan bahwa keputusan untuk mencari pertolongan dari tim kesehatan dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain, pemahaman tentang konsep sehat dan sakit ‘health literacy’, keputusan untuk memilih opsi berobat yang dipengaruhi oleh karakteristik demografis, pengaruh orang lain, kepercayaan sosial budaya, persepsi tentang layanan kesehatan lokal, biaya kesehatan dan persepsi layanan asuransi kesehatan), dan pengobatan dilakukan sendiri ‘self care’.

Studi itu menunjukkan bahwa, dalam beberapa hal, perempuan lebih memilih bantuan tenaga kesehatan ketika alami penyakit TBC pada dirinya.

Namun demikian, aspek penentu utama perempuan untuk meminta bantuan ahli kesehatan adalah tingkat kemandirian dan otonomi perempuan itu.

Artinya, ketika perempuan tidak mandiri dan tidak memiliki derajat otonomi yang memadai, mereka cenderung tidak meminta bantuan ahli kesehatan. Padahal dalam hal virus Cofit19, atau virus Corona, kemungkinan bahwa perempuan kebanyakan dan perempuan miskin tidak memiliki akses memadai pada informasi akan secara akumulatif menentukan bagaimana mereka merespons situasi yang ada pada dirinya.

Apa yang Perlu Dilakukan Pemerintah? 

Melihat terbatasnya data dan informasi terkait dampak Corona kepada kelompok perempuan dan laki laki dengan cara berbeda, tentu pemerintah dan lembaga terkait bisa melakukan beberapa hal dalam proses pendeteksian, pencegahan dan pengobatan virus Corona.

  • Pemerintah perlu melibatkan dan memampukan perempuan untuk berperan aktif dalam satuan tugas 'task force' dan mekanisme investigasi, deteksi, pencegahan dan tanggap penyebaran virus Corona. Saat ini, kecuali dari Kantor Kepresidenan, mereka yang berbicara di media pada umumnya laki laki;
  • Pemerintah maupun peneliti di bidang kesehatan maupun sosial dan ekonomi perlu mengumpulkan data terpilah dan mempergunakan metodologi penelitian dan analisis yang melihat perbedaan gender yang ada pada situasi dan kondisi selama merebaknya virus Corona agar tanggap bencana yang dilakukan sesuai kebutuhan dan prioritas yang berbeda dari perempuan dan .laki laki;
  • Pemerintah, melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan adanya paket kebijakan relaksasi pajak dan investasi yang diberikan kepada beberapa kelompok sasaran, termasuk usaha kecil. Pemerintah perlu memperjelas bagaimana paket relaksasi tersebut akan mengurangi beban usaha kecil, termasuk yang dimiliki atau berkaryawan perempuan, mengingat dampak yang berbeda. Di Jepang, pemerintahnya membayar pengganti upah (semacam) ganti rugi sebanyak 80 dollar Amerika per orang per hari untuk pekerja yang cuti karena mengasuh anaknya yang diliburkan karena merebaknya Corona. Apakah pemerintah kita sudah sampai pada pemikiran seperti ini?;
  • Pemerintah perlu mengkaji lagi kebutuhan masyarakat termiskin yang memiliki bukan hanya keterbatasan informasi tetapi juga kemampuan untuk menjaga kesehatannya; dan
  • Untuk kepentingan jangka menengah dan panjang, pemerintah seyogyanya menggali potensi lokal dan mengurangi ketergantungan pada import bahan baku dan bahan setengah jadi. Indonesia memiliki kekayaan suber daya yang luar biasa kaya, dan sayang sekali selama ini lebih bergantung pada sumber daya dari luar negeri. Contoh sektor industri bahan tekstil dan perlengkapan serta asesoris aparel (garmen) dan alas kaki adalah sebagian contohnya. Sektor sektor tersebut sangat berdampak pada kehidupan para perempuan pekerja pabrik di sektor itu.  Indonesia perlu mempertimbangkan ulang kecenderungan mengekspor bahan baku penting dan mengimportnya kembali ketika telah diolah menjadi barang setengah jadi dan barang jadi. Rencana pemerintah NTB untuk menanam sisal dan emngeksportnya ke CIna perlu disayangkan. Indonesia perlu mempertimbangkan untuk mengolah sisal menjadi bahan serat agar industri lokal dan penenun perempuan bisa memanfaatkannya. Ini untuk membangun resiliensi ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia.

Referensi : Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam, Tujuh, Delapan, Sembilan, Sepuluh 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun