Kedua hal itu sulit didapat dan mahal harganya, sehingga pekerja migran tak sanggup memilikinya, apalagi tak semua dari mereka mendapatkannya dari majikan.
BBC.com merilis foto tentang antrian panjang perempuan pekerja migran untuk mendapatkan masker di Hongkong. Juga, karena situasinya yang ‘terkunci’ Corona, pekerja migran tidak bisa libur.
Artinya, ia tetap bekerja dengan tanpa diupah. Untuk pekerja migran yang bekerja tanpa kontrak, mereka tidak akan mendapat upah bila tidak bekerja.
Kelima, perempuan pekerja industri sektor terkait rantai nilai global kehilangan pendapatan. Perempuan yang banyak mempekerjakan perempuan seperti industri garmen akan terdampak cukup keras dari merebaknya virus Corona. Apalagi banyak negara di Asia, termasuk Indonesia, berada dalam rantai nilai garmen global, khususnya melibatkan tekstil dari Cina.
Di Kamboja, 160.000 pekerja garmen, mayoritas adalah perempuan, dirumahkan pada awal bulan Maret 2020, karena materi tekstil untuk industri garmen yang biasanya kita ekspor dari Cina mengalami kemandegan (Nikkei Asian Review, 5 Maret 2020).
Walaupun pemerintah Indonesia telah mengumumkan rencana pemberian bantuan untuk industri, termasuk di dalamnya tekstil dan garmen, ancaman kekurangan bahan baku tekstil bukan tidak mungkin akan mengganggu industri dalam negeri, kita mengimpor sekitar 90% bahan tekstil.
Dalam jangka menengah panjang, kelompok perempuan dari kalangan miskin akan terkena dampak keras virus Corona karena merekalah yang menjadi pekerja di pabrik pabrik garmen.
Di Cina, dilaporkan bahwa perempuan pekerja pabrik dan perusahaan kecil harus mengalami pemotongan gaji karena mereka tidak bisa masuk atau dilarang ke tempat kerja.
Perempuan pekerja informal lainnya, termasuk penjual sayur keliling mengeluhkan beberapa hal, termasuk kenaikan harga bahan dagangan. Bu Manis, penjaja sayur yang melewati depan rumah kami mengeluhkan tidak mampu untuk ‘kulakan’ sebanyak biasanya. “Tidak ada modal”, katanya. “Harga telur ayam yang semula Rp 25.000,- sekilo, saat ini terpaksa harus ia jual pada Rp 32.000,-. Jangan ditanya soal bawang Bombay. Komoditas ini hilang dari pasaran, bu”. Memang sampai dengan Februari, Indonesia masih mengimpor cukup banyak hal dari Cina.
Juga, perilaku masyarakat yang memborong toko swalayan membuat barang barang tidak tersedia. Perempuan banyak mengisi sektor informal, eceran, usaha rumahan, dan pelayanan yang tidak mendapat upah pengganti ketika terjadi bencana pandemik Corona, dan tidak memiliki perlindungan sosial. Ini tentu pekerjaan rumah kita.
Keenam, perempuan lebih rentan terpapar hoax. Anita Wahid selaku Dewan Penasehat Masyarakat Anti-Fitnah (Mafindo) pernah mengatakan bahwa perempuan lebih mudah terpapar hoaks. (Liputan6.com, 29 Maret 2019). Ini diduga karena perempuan lebih emosional menerima informasi dan berita, apalagi bila itu terkait suatu krisis dan kedaruratan.